DIALAH bintang perundingan damai Timur Tengah di Madrid. Musuh dan rekan-rekannya mengakui itu. Tapi Hanan Ashrawi, 45 tahun, juru bicara delegasi Palestina yang sepulangnya di Tepi Barat disambut meriah, hari-hari sesudahnya tampak muram. Ketika keliling di kota-kota di Tepi Barat, menjelaskan hasil konperensi, katanya selalu, "Kami belum mendapatkan negara, bukan berarti kami mengabaikan hak kami untuk bernegara. Kami akan berjuang dengan sebanyak mungkin cara." Hanan, ibu dua anak, bukan takut ancaman pemerintah Israel yang menyeretnya ke meja hijau bila ia terbukti melakukan kontak dengan PLO. Benar undang-undang Israel melarang warga Palestina di wilayah pendudukan berhubungan dengan PLO. Tapi ia pun tahu Presiden George Bush tak bakal membiarkan Israel menyeretnya ke pengadilan. Kemurungan wanita yang lahir dan dibesarkan di Ramallah, sekitar 15 km di utara Yerusalem, ini karena melihat penindasan Israel atas warga Palestina di wilayah pendudukan justru makin brutal setelah Konperensi Madrid. "Kami kira, setelah pulang ke rumah, mereka (pemerintah Israel) bakal menunjukkan tanda-tanda perbaikan," kata doktor dalam sastra abad pertengahan dan perbandingan ini. "Sebaliknya, mereka makin banyak menghamburkan peluru, sensor kian ketat, penahanan massal makin sering. Mereka jadi lebih keras." Dalam perundingan di Madrid, dosen di Universitas Bir Zeit di Tepi Barat yang lancar berbahasa Inggris dan tangkas bicara ini menjelaskan pendirian bangsa Palestina dengan jelas dan menarik. Banyak pengamat menilai, kata-kata Hanan Ashrawi lebih bermanfaat bagi bangsanya daripada perjuangan bersenjata, aksi teror, bahkan intifadah. Ia menjadi simbol bangsa Palestina masa kini, yang bersedia mengakui "kekuasaan" Israel dengan menerima pemerintahan otonomi. Tapi, kata Hanan yang Nasrani ini, penerimaan itu hanyalah sebuah jalan menuju negara independen Palestina. Semua bermula tak lama setelah Perang Teluk berakhir. Ia ditunjuk sebagai salah satu wakil Palestina untuk berunding dengan Menteri Luar Negeri James Baker, selama rangkaian kunjungan bolak-balik Baker ke Timur Tengah untuk merintis upaya damai, Hanan dianggap berhasil, maka ia ditunjuk sebagai juru bicara delegasi, juga mungkin untuk delegasi ke Washington pekan ini. Mungkin, sebagai wanita, ia dianggap menguntungkan perjuangan Palestina, yang selama ini oleh Barat dicap penuh kekerasan dan jauh dari niat berdamai. Toh ada juga yang mengkritik sikap terus terangnya sebagai keangkuhan. Yang lain mengatakan, doktor lulusan Universitas Virginia, AS, ini kurang punya dukungan dari bawah. Ancaman pembunuhan pun datang dari kelompok ekstremis pro-lran, setelah ia pulang dari Madrid. Maka, suaminya, Emile -seorang juru foto dan musikus -dan kedua anaknya yang berusia 14 tahun dan 9 tahun, harus menerima sedikit perubahan: adanya pengawalan. Mungkin perhatiannya terhadap politik turun dari ayahnya yang dokter sekaligus aktivis politik. Kepiawaiannya berdebat sudah terlatih sejak ia menjadi mahasiswa di Universitas Amerika di Beirut, 1967, sampai ia menjadi dosen di Universitas Bir Zeit kini. Farida Sandjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini