MUSYAWARAH sudah dinyatakan selesai menjelang tengah malam,
tapi baru Jumat dinihari PM Zenko Suzuki meninggalkan kantor
pusat Partai Demokrasi Liberal (LDP). Perundingan segitiga
antara PM Jepang itu dengan Fukuda dan Sekjen LDP Susumu Nikaido
gagal. Dari empat calon kuat Nakasone, Komoto, Abe dan Nakagawa,
tidak seorang pun mendapat dukungan mutlak untuk menjadi
Presiden LDP mengganti Suuki. Ini berarti Jiminto --demikian
nama Jepang untuk LDP-harus menyelenggarakan pemilihan
pendahuluan, yag melibatkan 1.040.000 anggota dan berlangsung
satu bulan lamanya.
Sebenarnya sejak awal pekan silam sudah tercapai kesepakatan di
tingkat kelompok, pimpinan kelompok ataupun tingkat sesepuh
dalam tubuh LDP untuk mensukseskan musyawarah dan
sedapat-dapatnya menghindarkan pemilihan. Kenyataan ini agaknya
menggembirakan. Bahwa akhirnya gagal, orang pun bertanya-tanya,
"LDP tersandung di mana?" Menurut Seiichi Okawa, wartawan TEMPO
di Tokyo, musyawarah terbentur pada sebuah usul luar biasa.
Dalam usul itu Yasuhiro Nakasone dari kelompok Nakasone
dicalonkan sebagai PM, dan Fukuda dari kelompok Fukuda sebagai
Presiden LDP.
Nampaknya usul ini berusaha mencari jalan tengah, apalagi karena
tiga calon: Toshio Komoto, Ichiro Nakagawa dan Shintaro Abe
menyetujuinya. Tapi pihak Nakasone menolak. Alasamya masuk
akal: jika fungsi Presiden l.DP dan PM Jepang dipisahkan,
kewajiban politik akan menjadi tidak jelas, bahkan ada
kemungkinan kabinet dan partai pecah. Sampai detik akhir sikap
Nakasone tidak dapat dicairkan hingga musyawarah dinyatakan
gagal.
Seperti diketahui selanla 27 tahun LDP tampil sebagai partai
berkuasa dengan mayoritas (420 wakil) di Majelis Rendah, khusus
periode 1980-1982. Tapi mayoritas ini sejak lama terancam
perpecahan, suatu hal yang katanya bukan baru dalam kehidupan
politik di Jepang. Sebab utama terletak pada kenyataan bahwa
orang Jepang condong mengabdi pada pimpinan individual ketimbang
ideologi partai. Kenyataan ini dalam perkembangan selanjutnya
semakin mengancam keutuhan partai.
Perpecahan jadi semakin tajam karena para pemimpin kelompok
berseteru habis-habisan dari tahun ke tahun. Pada awal 1980
ketika Masayoshi Ohira menjabat PM, popularitas LDP merosot
sedemikian rupa, hingga partai itu disindir sebagai mayoritas
yang setipis silet. Lewat pemilihan serempak untuk anggota
Majelis Rendah dan Majelis Tinggi, Ohira berhasil memperkuat
posisi LDP di kedua lembaga legislatif itu, tapi strategi yang
jit'u ini telah dibayar mahal: Ohira tiba-tiba meninggal di
rumah sakit dan LDP tercemplung dalam krisis kepemimpinan yang
terparah sejak partai ini berkuasa tahun 1955.
TERPILIHNYA Zenko Suzuki waktu itu yang amat kurang dikenal,
baik di dalam maupun di luar negeri dipandang sebagai
satu-satunya jalan terbaik dalam usaha menyelamatkan partai dari
perpecahan. Tapi Suzuki yang ke mana-mana selalu mengutamakanya
(harmoni) itu, pada saat-saat terakhir rupanya amat mengecewakan
pelbagai kelompok yang semula mendukungnya, termasuk tentu saja
kelompok terkuat Tanaka (lihat kolom Hadisoesastro halaman 69).
Dengan 107 kursi di Majelis Rendah, kelompok yang dipimpin oleh
bekas PM Kakuei Tanaka ini merupakan fraksi LDP terkuat dan
terbesar yang sampai sekarang belum tergoyahkan. Kelompok Tanaka
dikenal juga dengan nama Aliran Utama dengan kelompok Suzuki dan
Nakasone berkiblat kepadanya. Kelompok Fukuda merupakan lawan
tangguh Tanaka. Bersama-sama kelompok Komoto ia dikenal sebagai
anti-Aliran Utama.
Meski terlibat skandal Lockheed (1974), cengkeraman Tanaka atas
fraksinya tak tergoyahkan. Dia sebaliknya masih diakui sebagai
tokoh politik terkuat di seantero Jepang. Dalam banyak
analisanya, kolomnis mingguan Japan Times, inoru Shimiru sering
memberi julukan don pada Tanaka, sedangkan pers Barat memberi
gelar kehormatan tbe kingmaker.
Tanaka yang dulu terkenal dengan gagasan The Remodelling of the
Japan Archipelago sebegitu jauh nampak puas dengan perannya
sebagai tokoh amat menentukan di belakang layar. Tapi kuat
dugaan ia pun berambisi untuk kembali ke gelanggang, memegang
kembali tampuk pemerintahan di negerinya, sesuatu yang boleh
dikatakan hampir tidak mungkin. Mengapa?
Pada suatu hari di musim semi tahun depan, nasib Tanaka bersalah
atau tidaknya ia akan ditentukan oleh keputusan hakim. Andaikata
don ini entah bagaimana dinyatakan tidak bersalah, maka gerbang
politik bukan mustahil terbuka baginya. Sekalipun banyak juga
suara yang berpendapat itu tak mungkin, karena elite politik di
Jepang tak begitu suka melihat seorang tokoh "cacat' memegang
kendali pucuk pimpinan.
Sementara itu dua menteri dalam kabinet.Tanaka ang juga
diuduh terlibat skandal Lockheed, Tomisaburo Hashimoto (bekas
Menteri Perhubungan) dan Takayuki Sato (bekas Wakil Menteri
Perhubungan), awal Juni silam dijatuhi hukuman penjara 2 « dan 2
tahun serta harus membayar 5 dan 2 juta yen persis sebanyak uang
suap yang mereka terima. Bekas PM Tanaka sendiri dituduh
menerima suap 500 juta yen dari Lockheed yang diterimanya lewat
Eiroshi Ito, tokoh perusahaan Marubeni. Sebegitu jauh cacat
Tanaka di luar dugaan para pengamat politik Jepang, tidak
mempengaruhi perimbangan kekuatan dalam LDP, sedikitnya selama 8
tahun sampai sekarang.
Dan fraksinya yang berkekuatan seperempat anggota Diet
(parlemen) tak dapat tidak sangat diperhitungkan oleh setiap
calon Presiden LDP, terutama mereka yang berada di luar Aliran
Utama. Seluruh anggota Diet kini berjumlah 511 orang. Analis
Minoru Shimizu beberapa waktu lalu juga menulis dalam mingguan
berbahasa Inggris tadi- "Dukungan kelompok Tanaka begitu
menentukan hingga para tokoh politik enggan buka mulut sekitar
skandal Lockheed, satu hal yang memang peka sekali buat bekas PM
itu. Mereka ini kabamya takut Tanaka bisa sangat marah dan
memojokkan mereka pada posisi yang amat tidak menguntungkan."
Tapi masih ada Isaji Tanaka, pernah dua kali menjabat menteri
dan lebih penting lagi menjabat Ketua Komite Seleksi pada
Majelis Tinggi yang khusus menangani kasus Lockheed. Tanaka yang
Isaji ini sama sekali tidak takut pada Tanaka yang Kakuei.
"Aneh," ujar Isaji, "meski tertutup kemungkinan bagi Kakuei
Tanaka untuk dinyatakan tidak bersalah, namun hampir tidak satu
pun anggota LDP berani buka mulut tentang kasus Tanaka seperti
yang saya lakukan." Dan nampaknya Isaji akan tetap jadi pejuang
tunggal, entah sampai kapan.
Kakuei Tanaka, kini 64 tahun, sebaliknya tidak berdiam diri.
Sejak 1980, khususnya sejak Suzuki berkuasa, Tanaka melakukan
pendekatan yang lebih serius terhadap lawan utamanya yang juga
don LDP: bekas PM Nobosuke Kishi, 86 tahun, dan kini sesepuh
partai. Dikabarkan dua tokoh penting itu terakhir mengadakan
pertemuan di rumah pribadi Kishi di Gotenba, prefektur Shizuoka.
Keakraban yang tiba-tiba itu jelas tidak bersih dari
maksud-maksud politik. Beberapa politisi segera membaui adanya
proses tawar-menawar antara mereka. Kabarnya Tanaka minta agar
Kishi mengekang Fukuda, supaya tidak mengada-ada di saat skandal
Lockheed disidangkan tahun depan. Tanaka rupanya mengancam akan
terjadi "krisis politik" dalam tubuh LDP kalau api skandal itu
tak berhasil dipadamkan.
Sebagai imbalan, Kishi akan memperoleh bantuan Tanaka yang
bersediamengamankan kursi PM bagi menantunya, Shintaro Abe.
Desas-desus tingkat tinggi ini segera dibantah.
Adapun musyawarah gagal yang sudah diutarakan dalam awal laporan
ini sedikit anyak mencerminkan kelihaian kelompok Tanaka.
Shintaro Abe, 58 tahun, Menteri Perdagangan dalam kabinet
Suzuki, merupakan satu dari empat tokoh calon Presiden LDP.
Sebagai 'putra mahkota' fraksi Fukuda, toh Abe oleh banyak pihak
dianjurkan untuk sebaiknya menunggu gilirannya dengan sabar.
Untuk sementara ini ia harus puas dengan julukan "PM yang akan
datang", sama seperti banyak tokoh lain yang menunggu kesempatan
yang sama.
Mungkin karena- posisi Abe tidak terlalu kuat, Fukuda menerima
saja pencalonan sebagai Presiden LDP berdampingan dengan
Nakasone yang dicalonkan sebagai PM. Akibatnya ia terjerumus
karena penolakan Nakasone yang bukan tidak mungkin sudah diatur
baik-baik bersama Tanaka.
Kabar angin menyebutkan itu semua memang tipu daya Tanaka.
Bukankah ia sibuk menelepon selama musyawarah yang gagal itu
berlangsung? Pada saat yang sama dipertanyakan mengapa Tanaka
dengan fraksinya yang justru terbesar, sama sekali tidak
mengajukan calon? Harian berwibawa Mainicbi Shimbun, 24 Oktober,
menuntut penjelasan tentang itu. Orang pun menduga-duga, mungkin
ada komitmen tertentu di balik dukungan luar biasa fraksi
Tanaka, kepada Nakasone.
Maka desas-desus lama kembali beredar bahwa Tanaka memerlukan
bantuan Nakasone untuk menghadapi putusan hakim tahun depan.
Calon dari Tanaka mungkin tidak ada yang cukup kuat, sedangkan
calon-calon lain: Komoto, Abe dan Nakagawa telah menentang
Nakasone yang fraksinya tidak besar dan setiap waktu bisa saja
berkiblat pa.da Tanaka. Andaikata Nakasone terpilih, mayoritas
kelompok Tanaka takdapat tidak kembali berkuasa. Kemungkinan
seperti ini sejak awal sudah ditentang oleh semua fraksi dari
anti-Aliran Utama LDP.
Melihat gelagat yang kurang baik itu, Takeo Fukuda, 75 tahun,
juga mendukung tampilnva Toshio Komoto. Dalam suatu kampanye
untuk Komoto di New Princess Hotel, di Tokyo akhir September
lalu, bekas PM Takeo Fukuda menjagokan Komoto. Katanya: "Yang
dibutuhkan Jepang sekarang adalah seorang pemimpin yang
berbobot. Dan saya yakin Toshio-san yang paling mampu." Dan
hadirin pun tertawa ketika Fukuda menambahkan, "Hanya saja dia
orangnya pemalu." Dan Komoto, yang berbeda dengan Nakasone,
lebih dikenal "bernada rendah", dikabarkan menjawab singkat:
"Terima kasih atas dukungan Anda, itu akan saya pertimbangkan .
. . "
Masyarakat memperhitungkan konflik Kaku-Fuku akan menjadi lebih
seru dalam satu bulan mendatang. Yang dimaksud adalah
pertentangan kelompok Kakuei Tanaka - Fukuda, dua musuh
bebuyutan dalam pentas politik di Jepang.
Yomiuri Shimbun, surat kabar terkemuka dan terbesar di Jepang
telah menyorot tajam konflik di Gunung Monyet (maksudnya,
pimpinan LDP). Surat kabar ini pada 24 Oktober silam menyerukan
agar dalam pemilihan pendahuluan para anggota LDP memilih
berdasarkan kebijaksanaan politik. "Meskipun bergembar-gembor
tentang penegakan moral politik tapi bila dalam pengumpulan
suara uang ikut bicara, dikhawatirkan kepercayaan rakyat pada
partai pemerintah (maksudnya LDP) akan lebih memburuk," demikian
Yomiuri.
Bekas PM Takeo Miki, 75 tahun, juga tidak mau ketinggalan.
Menilai perpecahan yang melanda LDP, ia berkata, "Politisi masa
kini tidak takut lagi pada dewa-dewa. Dalam politik yang pertama
dan paling penting ialah membina etika politik." Seperti
diketahui, Miki, seperti juga Fukudaj lebih suka memberi
dukungan pada Toshio Komoto, 71 tahun.
Komoto, Menteri Perencanaan Ekonomi dalam kabinet Suzuki,
memimpin fraksi kecil (43 orang) dalam Majelis Rendah, tapi
mempunyai pendukung cukup luas di kalangan anggota LDP. Dari
1.040.000 anggota LDP, sekitar 400.000 lebih tercatat sebagai
pendukungnya. Dengan adanya pemilihan pendahuluan, agaknya ruang
gerak Komoto bisa lebih luas.
Seperti diketahui pemilihan pendahuluan itu khusus menyaring
suara bagi calon-calon Presiden LDP. Suara dipungut lewat surat
dengan ketentuan dipilih 3 dari 4 calon yang berhasil
mengumpulkan suara terbanyak. Penghitungan suara dilakukan 24
November yang akan datang. Esoknya, segera dilakukan pemilihan
resmi atas ketiga calon itu oleh semua anggota LDP dalam Diet.
Calon yang mengumpulkan suara terbanyak secara sah akan terpilih
sebagai Presiden LDP dan sesuai dengan norma politik yang
berlaku di Jepang, ia sekaiigus menjabat Perdana Menteri.
Siapa pun nanti yang akan terpilih, dia akan mewarisi Jiminto
yang terkotak-kotak, dengan para don gaek yang tetap ingin
menggenggam tongkat kepemimpinan, sementara pemimpin yang lebih
muda terpaksa harus sabar menunggu giliran. Pernah pada awal
pemerintahan Masayoshi Ohira, angkatan muda itu (rata-rata
sedikit di bawah 60 tahun) ramai diisukan, baik dari dalam
ataupun luar LDP, untuk mengambil alih kepemimpinan, demi
keutuhan dan pengembangan partai. Isu itu serta merta padam
ketika Ohira serempak dan mutlak memenangkan pemilihan Majelis
Rendah dan Majelis Tinggi. Ketika Desember 1978, usia Ohira 68
tahun. Nampaknya sampai kini, mereka nyaris belum sepenuhnya
diperhitungkan.
Memang pada waktu itu persatuan LDP lebih terasa, namun peluang
baik ini pun tidak dimanfaatkan untuk menyusun sebuah rencana
jangka panjang yang jelas dan menyeluruh. Para pemimpin LDP
sendiri dikabarkan tidak menghiraukan ketimpangan ini karena
mereka cukup disibukkan dalam usaha untuk terpilih dan terpilih
lagi.
Di lain pihak LDP semakin terbuai karena pihak oposisi terbukti
lemah tidak berdaya. Dengan Partai Sosialis Jepang sebagai yang
terkuat dalam barisan oposisi, tercaut Komeito (sayap politik
dari organisasi Buddhist Sokko Gakal, Partai Sosialis Demokrat,
Klub Liberal Baru, Koalisi Sosial Demokrat dan Partai Komunis.
Menurut Seiji Yamaoka, seorang pengamat politik, pihak oposisi
bukan saja tidak bisa diandalkan tapi rakyat pun percaya bahwa
mereka memang demikian. "Dan mereka begitu lama tidak memegang
kekuasaan, hingga mereka sendiri pun tidak percaya akan
kemampuan mereka."
Jelas di sini, tanpa ancaman berarti dari pihak oposisi, LDP
sesungguhnya bisa berbuat banyak. Terlebih kini, tatkala
beberapa persoalan besar menghadang mereka, seperti: resesi
ekonomi, defisit, kebijaksanaan ekonomi baru khusus untuk
masa-masa perkembangan yang lebih lamban, pengangguran, dan
akhir-akhir ini masalah perluasan pertahanan yang dari tahun ke
tahun terus meningkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini