Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sengketa kaku & fuku di gunung monyet

Konflik dalam partai ldp, yang tampil sebagai partai berkuasa, semakin tajam. nakasone, yang didukung oleh bekas pm. tanaka, tak mudah untuk menggantikan pm. zenko suzuki yang mengundurkan diri. (ln)

30 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSYAWARAH sudah dinyatakan selesai menjelang tengah malam, tapi baru Jumat dinihari PM Zenko Suzuki meninggalkan kantor pusat Partai Demokrasi Liberal (LDP). Perundingan segitiga antara PM Jepang itu dengan Fukuda dan Sekjen LDP Susumu Nikaido gagal. Dari empat calon kuat Nakasone, Komoto, Abe dan Nakagawa, tidak seorang pun mendapat dukungan mutlak untuk menjadi Presiden LDP mengganti Suuki. Ini berarti Jiminto --demikian nama Jepang untuk LDP-harus menyelenggarakan pemilihan pendahuluan, yag melibatkan 1.040.000 anggota dan berlangsung satu bulan lamanya. Sebenarnya sejak awal pekan silam sudah tercapai kesepakatan di tingkat kelompok, pimpinan kelompok ataupun tingkat sesepuh dalam tubuh LDP untuk mensukseskan musyawarah dan sedapat-dapatnya menghindarkan pemilihan. Kenyataan ini agaknya menggembirakan. Bahwa akhirnya gagal, orang pun bertanya-tanya, "LDP tersandung di mana?" Menurut Seiichi Okawa, wartawan TEMPO di Tokyo, musyawarah terbentur pada sebuah usul luar biasa. Dalam usul itu Yasuhiro Nakasone dari kelompok Nakasone dicalonkan sebagai PM, dan Fukuda dari kelompok Fukuda sebagai Presiden LDP. Nampaknya usul ini berusaha mencari jalan tengah, apalagi karena tiga calon: Toshio Komoto, Ichiro Nakagawa dan Shintaro Abe menyetujuinya. Tapi pihak Nakasone menolak. Alasamya masuk akal: jika fungsi Presiden l.DP dan PM Jepang dipisahkan, kewajiban politik akan menjadi tidak jelas, bahkan ada kemungkinan kabinet dan partai pecah. Sampai detik akhir sikap Nakasone tidak dapat dicairkan hingga musyawarah dinyatakan gagal. Seperti diketahui selanla 27 tahun LDP tampil sebagai partai berkuasa dengan mayoritas (420 wakil) di Majelis Rendah, khusus periode 1980-1982. Tapi mayoritas ini sejak lama terancam perpecahan, suatu hal yang katanya bukan baru dalam kehidupan politik di Jepang. Sebab utama terletak pada kenyataan bahwa orang Jepang condong mengabdi pada pimpinan individual ketimbang ideologi partai. Kenyataan ini dalam perkembangan selanjutnya semakin mengancam keutuhan partai. Perpecahan jadi semakin tajam karena para pemimpin kelompok berseteru habis-habisan dari tahun ke tahun. Pada awal 1980 ketika Masayoshi Ohira menjabat PM, popularitas LDP merosot sedemikian rupa, hingga partai itu disindir sebagai mayoritas yang setipis silet. Lewat pemilihan serempak untuk anggota Majelis Rendah dan Majelis Tinggi, Ohira berhasil memperkuat posisi LDP di kedua lembaga legislatif itu, tapi strategi yang jit'u ini telah dibayar mahal: Ohira tiba-tiba meninggal di rumah sakit dan LDP tercemplung dalam krisis kepemimpinan yang terparah sejak partai ini berkuasa tahun 1955. TERPILIHNYA Zenko Suzuki waktu itu yang amat kurang dikenal, baik di dalam maupun di luar negeri dipandang sebagai satu-satunya jalan terbaik dalam usaha menyelamatkan partai dari perpecahan. Tapi Suzuki yang ke mana-mana selalu mengutamakanya (harmoni) itu, pada saat-saat terakhir rupanya amat mengecewakan pelbagai kelompok yang semula mendukungnya, termasuk tentu saja kelompok terkuat Tanaka (lihat kolom Hadisoesastro halaman 69). Dengan 107 kursi di Majelis Rendah, kelompok yang dipimpin oleh bekas PM Kakuei Tanaka ini merupakan fraksi LDP terkuat dan terbesar yang sampai sekarang belum tergoyahkan. Kelompok Tanaka dikenal juga dengan nama Aliran Utama dengan kelompok Suzuki dan Nakasone berkiblat kepadanya. Kelompok Fukuda merupakan lawan tangguh Tanaka. Bersama-sama kelompok Komoto ia dikenal sebagai anti-Aliran Utama. Meski terlibat skandal Lockheed (1974), cengkeraman Tanaka atas fraksinya tak tergoyahkan. Dia sebaliknya masih diakui sebagai tokoh politik terkuat di seantero Jepang. Dalam banyak analisanya, kolomnis mingguan Japan Times, inoru Shimiru sering memberi julukan don pada Tanaka, sedangkan pers Barat memberi gelar kehormatan tbe kingmaker. Tanaka yang dulu terkenal dengan gagasan The Remodelling of the Japan Archipelago sebegitu jauh nampak puas dengan perannya sebagai tokoh amat menentukan di belakang layar. Tapi kuat dugaan ia pun berambisi untuk kembali ke gelanggang, memegang kembali tampuk pemerintahan di negerinya, sesuatu yang boleh dikatakan hampir tidak mungkin. Mengapa? Pada suatu hari di musim semi tahun depan, nasib Tanaka bersalah atau tidaknya ia akan ditentukan oleh keputusan hakim. Andaikata don ini entah bagaimana dinyatakan tidak bersalah, maka gerbang politik bukan mustahil terbuka baginya. Sekalipun banyak juga suara yang berpendapat itu tak mungkin, karena elite politik di Jepang tak begitu suka melihat seorang tokoh "cacat' memegang kendali pucuk pimpinan. Sementara itu dua menteri dalam kabinet.Tanaka ang juga diuduh terlibat skandal Lockheed, Tomisaburo Hashimoto (bekas Menteri Perhubungan) dan Takayuki Sato (bekas Wakil Menteri Perhubungan), awal Juni silam dijatuhi hukuman penjara 2 « dan 2 tahun serta harus membayar 5 dan 2 juta yen persis sebanyak uang suap yang mereka terima. Bekas PM Tanaka sendiri dituduh menerima suap 500 juta yen dari Lockheed yang diterimanya lewat Eiroshi Ito, tokoh perusahaan Marubeni. Sebegitu jauh cacat Tanaka di luar dugaan para pengamat politik Jepang, tidak mempengaruhi perimbangan kekuatan dalam LDP, sedikitnya selama 8 tahun sampai sekarang. Dan fraksinya yang berkekuatan seperempat anggota Diet (parlemen) tak dapat tidak sangat diperhitungkan oleh setiap calon Presiden LDP, terutama mereka yang berada di luar Aliran Utama. Seluruh anggota Diet kini berjumlah 511 orang. Analis Minoru Shimizu beberapa waktu lalu juga menulis dalam mingguan berbahasa Inggris tadi- "Dukungan kelompok Tanaka begitu menentukan hingga para tokoh politik enggan buka mulut sekitar skandal Lockheed, satu hal yang memang peka sekali buat bekas PM itu. Mereka ini kabamya takut Tanaka bisa sangat marah dan memojokkan mereka pada posisi yang amat tidak menguntungkan." Tapi masih ada Isaji Tanaka, pernah dua kali menjabat menteri dan lebih penting lagi menjabat Ketua Komite Seleksi pada Majelis Tinggi yang khusus menangani kasus Lockheed. Tanaka yang Isaji ini sama sekali tidak takut pada Tanaka yang Kakuei. "Aneh," ujar Isaji, "meski tertutup kemungkinan bagi Kakuei Tanaka untuk dinyatakan tidak bersalah, namun hampir tidak satu pun anggota LDP berani buka mulut tentang kasus Tanaka seperti yang saya lakukan." Dan nampaknya Isaji akan tetap jadi pejuang tunggal, entah sampai kapan. Kakuei Tanaka, kini 64 tahun, sebaliknya tidak berdiam diri. Sejak 1980, khususnya sejak Suzuki berkuasa, Tanaka melakukan pendekatan yang lebih serius terhadap lawan utamanya yang juga don LDP: bekas PM Nobosuke Kishi, 86 tahun, dan kini sesepuh partai. Dikabarkan dua tokoh penting itu terakhir mengadakan pertemuan di rumah pribadi Kishi di Gotenba, prefektur Shizuoka. Keakraban yang tiba-tiba itu jelas tidak bersih dari maksud-maksud politik. Beberapa politisi segera membaui adanya proses tawar-menawar antara mereka. Kabarnya Tanaka minta agar Kishi mengekang Fukuda, supaya tidak mengada-ada di saat skandal Lockheed disidangkan tahun depan. Tanaka rupanya mengancam akan terjadi "krisis politik" dalam tubuh LDP kalau api skandal itu tak berhasil dipadamkan. Sebagai imbalan, Kishi akan memperoleh bantuan Tanaka yang bersediamengamankan kursi PM bagi menantunya, Shintaro Abe. Desas-desus tingkat tinggi ini segera dibantah. Adapun musyawarah gagal yang sudah diutarakan dalam awal laporan ini sedikit anyak mencerminkan kelihaian kelompok Tanaka. Shintaro Abe, 58 tahun, Menteri Perdagangan dalam kabinet Suzuki, merupakan satu dari empat tokoh calon Presiden LDP. Sebagai 'putra mahkota' fraksi Fukuda, toh Abe oleh banyak pihak dianjurkan untuk sebaiknya menunggu gilirannya dengan sabar. Untuk sementara ini ia harus puas dengan julukan "PM yang akan datang", sama seperti banyak tokoh lain yang menunggu kesempatan yang sama. Mungkin karena- posisi Abe tidak terlalu kuat, Fukuda menerima saja pencalonan sebagai Presiden LDP berdampingan dengan Nakasone yang dicalonkan sebagai PM. Akibatnya ia terjerumus karena penolakan Nakasone yang bukan tidak mungkin sudah diatur baik-baik bersama Tanaka. Kabar angin menyebutkan itu semua memang tipu daya Tanaka. Bukankah ia sibuk menelepon selama musyawarah yang gagal itu berlangsung? Pada saat yang sama dipertanyakan mengapa Tanaka dengan fraksinya yang justru terbesar, sama sekali tidak mengajukan calon? Harian berwibawa Mainicbi Shimbun, 24 Oktober, menuntut penjelasan tentang itu. Orang pun menduga-duga, mungkin ada komitmen tertentu di balik dukungan luar biasa fraksi Tanaka, kepada Nakasone. Maka desas-desus lama kembali beredar bahwa Tanaka memerlukan bantuan Nakasone untuk menghadapi putusan hakim tahun depan. Calon dari Tanaka mungkin tidak ada yang cukup kuat, sedangkan calon-calon lain: Komoto, Abe dan Nakagawa telah menentang Nakasone yang fraksinya tidak besar dan setiap waktu bisa saja berkiblat pa.da Tanaka. Andaikata Nakasone terpilih, mayoritas kelompok Tanaka takdapat tidak kembali berkuasa. Kemungkinan seperti ini sejak awal sudah ditentang oleh semua fraksi dari anti-Aliran Utama LDP. Melihat gelagat yang kurang baik itu, Takeo Fukuda, 75 tahun, juga mendukung tampilnva Toshio Komoto. Dalam suatu kampanye untuk Komoto di New Princess Hotel, di Tokyo akhir September lalu, bekas PM Takeo Fukuda menjagokan Komoto. Katanya: "Yang dibutuhkan Jepang sekarang adalah seorang pemimpin yang berbobot. Dan saya yakin Toshio-san yang paling mampu." Dan hadirin pun tertawa ketika Fukuda menambahkan, "Hanya saja dia orangnya pemalu." Dan Komoto, yang berbeda dengan Nakasone, lebih dikenal "bernada rendah", dikabarkan menjawab singkat: "Terima kasih atas dukungan Anda, itu akan saya pertimbangkan . . . " Masyarakat memperhitungkan konflik Kaku-Fuku akan menjadi lebih seru dalam satu bulan mendatang. Yang dimaksud adalah pertentangan kelompok Kakuei Tanaka - Fukuda, dua musuh bebuyutan dalam pentas politik di Jepang. Yomiuri Shimbun, surat kabar terkemuka dan terbesar di Jepang telah menyorot tajam konflik di Gunung Monyet (maksudnya, pimpinan LDP). Surat kabar ini pada 24 Oktober silam menyerukan agar dalam pemilihan pendahuluan para anggota LDP memilih berdasarkan kebijaksanaan politik. "Meskipun bergembar-gembor tentang penegakan moral politik tapi bila dalam pengumpulan suara uang ikut bicara, dikhawatirkan kepercayaan rakyat pada partai pemerintah (maksudnya LDP) akan lebih memburuk," demikian Yomiuri. Bekas PM Takeo Miki, 75 tahun, juga tidak mau ketinggalan. Menilai perpecahan yang melanda LDP, ia berkata, "Politisi masa kini tidak takut lagi pada dewa-dewa. Dalam politik yang pertama dan paling penting ialah membina etika politik." Seperti diketahui, Miki, seperti juga Fukudaj lebih suka memberi dukungan pada Toshio Komoto, 71 tahun. Komoto, Menteri Perencanaan Ekonomi dalam kabinet Suzuki, memimpin fraksi kecil (43 orang) dalam Majelis Rendah, tapi mempunyai pendukung cukup luas di kalangan anggota LDP. Dari 1.040.000 anggota LDP, sekitar 400.000 lebih tercatat sebagai pendukungnya. Dengan adanya pemilihan pendahuluan, agaknya ruang gerak Komoto bisa lebih luas. Seperti diketahui pemilihan pendahuluan itu khusus menyaring suara bagi calon-calon Presiden LDP. Suara dipungut lewat surat dengan ketentuan dipilih 3 dari 4 calon yang berhasil mengumpulkan suara terbanyak. Penghitungan suara dilakukan 24 November yang akan datang. Esoknya, segera dilakukan pemilihan resmi atas ketiga calon itu oleh semua anggota LDP dalam Diet. Calon yang mengumpulkan suara terbanyak secara sah akan terpilih sebagai Presiden LDP dan sesuai dengan norma politik yang berlaku di Jepang, ia sekaiigus menjabat Perdana Menteri. Siapa pun nanti yang akan terpilih, dia akan mewarisi Jiminto yang terkotak-kotak, dengan para don gaek yang tetap ingin menggenggam tongkat kepemimpinan, sementara pemimpin yang lebih muda terpaksa harus sabar menunggu giliran. Pernah pada awal pemerintahan Masayoshi Ohira, angkatan muda itu (rata-rata sedikit di bawah 60 tahun) ramai diisukan, baik dari dalam ataupun luar LDP, untuk mengambil alih kepemimpinan, demi keutuhan dan pengembangan partai. Isu itu serta merta padam ketika Ohira serempak dan mutlak memenangkan pemilihan Majelis Rendah dan Majelis Tinggi. Ketika Desember 1978, usia Ohira 68 tahun. Nampaknya sampai kini, mereka nyaris belum sepenuhnya diperhitungkan. Memang pada waktu itu persatuan LDP lebih terasa, namun peluang baik ini pun tidak dimanfaatkan untuk menyusun sebuah rencana jangka panjang yang jelas dan menyeluruh. Para pemimpin LDP sendiri dikabarkan tidak menghiraukan ketimpangan ini karena mereka cukup disibukkan dalam usaha untuk terpilih dan terpilih lagi. Di lain pihak LDP semakin terbuai karena pihak oposisi terbukti lemah tidak berdaya. Dengan Partai Sosialis Jepang sebagai yang terkuat dalam barisan oposisi, tercaut Komeito (sayap politik dari organisasi Buddhist Sokko Gakal, Partai Sosialis Demokrat, Klub Liberal Baru, Koalisi Sosial Demokrat dan Partai Komunis. Menurut Seiji Yamaoka, seorang pengamat politik, pihak oposisi bukan saja tidak bisa diandalkan tapi rakyat pun percaya bahwa mereka memang demikian. "Dan mereka begitu lama tidak memegang kekuasaan, hingga mereka sendiri pun tidak percaya akan kemampuan mereka." Jelas di sini, tanpa ancaman berarti dari pihak oposisi, LDP sesungguhnya bisa berbuat banyak. Terlebih kini, tatkala beberapa persoalan besar menghadang mereka, seperti: resesi ekonomi, defisit, kebijaksanaan ekonomi baru khusus untuk masa-masa perkembangan yang lebih lamban, pengangguran, dan akhir-akhir ini masalah perluasan pertahanan yang dari tahun ke tahun terus meningkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus