Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Senjata lebih penting

Dua pemimpin kelompok yang bertikai di somalia tak hadir pada konferensi damai di addis ababa. kini somalia masih jadi arena permusuhan dan perang antar etnis. sekilas kronologi konflik dan dampaknya.

12 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOMALIA negeri tanpa pemerintahan yang jelas. Konperensi damai tiga hari di Addis Ababa, Etiopia, Kamis pekan lalu, yang diprakarsai PBB, percuma saja. Sebab dua pemimpin kelompok terbesar yang bertikai selama ini, yakni Presiden (sementara) Somalia Ali Mahdi Mohamad Siad dan rival beratnya Mohamad Farah Aidid (pemimpin Kongres Uni Somali) tak bersedia hadir. Tragedi yang menimpa negara yang semula berpenduduk sembilan juta itu dimulai di tahun 1991. Waktu itu pemerintahan Presiden Republik Somalia, Siad Barre, digulingkan oleh koalisi tiga kelompok pemberontak militer Somalia. Siad Barre dianggap penyebab krisis ekonomi, karena program reformasi ekonominya gagal. Jenderal Mohamad Farah Aidid, pemimpin militer Kongres Uni Somali, aliansi ketiga kelompok pemberontak, berhasil menguasai Mogadishu dan memaksa Presiden Siad Barre ke luar kota. Pertikaian ketiga kelompok yang semula bersatu itu tak terhindarkan lagi tatkala dalam konperensi Kongres Uni Somalia, Juli 1991, Ali Mahdi Mohamad, bekas menteri di zaman Barre, ditunjuk sebagai presiden sementara. Jenderal Aidid, yang merasa paling berperan dalam penumbangan rezim Barre, merasa sakit hati sehingga ia pun mengangkat senjata untuk meraih kekuasaan dari tangan Ali Mahdi. Sebenarnya Ali Mahdi dan Aidid sempat akur, setelah sejumlah pemimpin masyarakat mengadakan perundingan. Tapi kembalinya Presiden Barre bersama pendukungnya, yang dipimpin oleh anak menantunya ke Mogadishu, memancing konflik lagi. Bersamaan dengan itu permusuhan antaretnis berkobar pula. Suku Isaq yang banyak berdiam di Somalia Utara -- yang pernah dijajah Inggris -- berupaya memerdekakan diri. Langkah ini ternyata menimbulkan pertengkaran tapal batas dengan etnis lainnya, sehingga perang saudara pun merebak ke seluruh wilayah Somalia. Hingga akhir Maret lalu tercatat 14.000 jiwa korban perang, empat juta anak-anak dan warga sipil berjuang melawan kelaparan dan penyakit menular yang melanda Somalia, yang sudah berubah menjadi neraka. Karena kekeringan menghancurkan panen dan distribusi bantuan pangan terganggu oleh perang, sedikitnya sejuta orang Somalia mengungsi ke negara-negara tetangga. Embargo senjata yang diterapkan PBB awal tahun ini sia-sia, karena kelompok-kelompok yang bertikai tak punya kesulitan mendapatkan senjata dari negara tetangga. Ini juga salah satu penyebab kelaparan: uang dibelikan untuk senjata. DP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus