Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Botol, Pipa Ledeng Dan Rencana ...

Terjadi ledakan di wc pria lantai bawah gedung MPR di Senayan. Disusul dengan kejadian-kejadian pengacauan lain di Jakarta. Anggota gerakan pemuda Islam terlibat. (nas)

1 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU malam 19 Maret sekitar jam 8 malam, tiba-tiba terdengar ledakan di WC untuk pria lantai bawah gedung MPR di Senayan. Tidak jelas siapa pelakunya. Sejak malam itu penjagaan makin diperketat. Keluar-masuk pintu utama kompleks Senayan, harus melalui pemeriksaan tiga lapis -- tak terkecuali bagi para anggota MPR. Menurut Kapendam V/Jaya Letkol Anas Malik, ledakan tersebut bukan bom waktu melainkan hanya pecahnya lampu neon lantaran kortsluiting kabel. Tapi beberapa petugas mengaku mencium bau mesiu. "Ah, bukan asap mesiu. Asap rokok barangkali," sahut sekjen DPR-MPR Moedjono yang ikut memeriksa. Sampai sehari setelah sidang umum usai, pintu dari satu di antara dua WC masih ditutup rapat dengan papan kayu. Delapan jam sesudah ledakan itu Senin pagi subuh, 2 colt penuh petugas ABRI menggerebeg kantor pusat Gerakan Pemuda Islam (CPI) di Jl. Menteng Raya 58, Jakarta. Sekitar 50 orang dari 22 kepala keluarga yang tinggal di kompleks tersebut diminta keluar. Tapi Maksum, yang mereka cari, tidak ketemu. Maksum, yang berasal dari Banten, adalah sekretaris GPI. Para petugas kemudian menggeledah kantor GPI, membawa beberapa arsip dan 3 mcsin tulis. Kantor disegel dan papan nama GPI yang berlambang bulan-bintang miring itu dicopot. Pada saat yang bersamaan, para petugas lain menggerebeg rumah Sholahuddin, sekretaris I GPI cabang Tanah Abang. Juga menangkap Supriyo SH, ketua III PP-GPI di kompleks perumahan sebuah koperasi batik di Setiabudi. Beberapa jam kemudian sebuah taksi terbakar di depan Universitas Trikti setelah sebelumnya disiram ecnsin. Lari ke kompleks universitas tersebut, pelakunya berhasil ditangkap para mahasiswa dan diserahkan kepada Laksus. 'Ini juga tak jelas latar-belakangnya. Konon, sebelumnya juga ada isyu mengajak mogok para sopir taksi tapi tak berhasil. Tak lama kemudian beberapa orang ditangkap meski juga belum jelas apakah ada hubungannya dengan peristiwa sebelumnya. Antara lain Novisar Alwan, 20 tahun, yang tinggal di Tomang, mahasiswa tingkat I FT Universitas Muhammadiyah yang baru mulai kuliah 27 Pebruari lalu. Dalam keterangannya kepada Laksus yang disiarkan TV-RI, ia mengaku membawa bom bakar dan selebaran di sekitar RS Islam jalan Cempaka Putih, Jakarta. Buruh Kasar Esok harinya, sebuah pick up agak tua merek Peugeot B 9679 AT warna abu-abu yang memuat 2 drum bensin, terbakar di bunderan Hotel Indonesia Sheraton jalan MH. Thamrin. Beberapa pengemudi lain memadamkannya, sementara sopirnya melarikan diri, hingga peristiwa ini tak jelas rangkaiannya dengan peristiwa lain. Beberapa jam kemudian Pangdam V/Jaya Mayjen Norman Sasono memberi keterangan pers. Di sebuah sudut aula Makodam V/Jaya tampak tak kurang dari 16 bom bakar yang berhasil dirampas di beberapa tempat seperti Pusat Perdagangan Tanah Abang dan HI Sheraton. Bom itu terbikin dari botol berisi bensin campur pasir atau serbuk gergaji. Bertutup kaleng, bahan peledak itu selain bersumbu di luarnya juga diikatkan sekotak korek api. Bahan lain berupa potongan pipa ledeng 60 Cm, juga bersumbu, berisi tanah liat. Bagian luar dikerat-kerat dengan kikir barangkali biar mudah meledak. Panglima juga menyatakan telah menggulung 39 orang yang merencanakan membakar tempat-tempat hiburan, pusat perdagangan, perkampungan, termasuk sebuah rumah pejabat tinggi. Mereka terdiri dan "para penganggur, buruh kasar, karyawan, guru agama, pelajar dan mahasiswa," kata Panglima. "Ada yang berasal dari luar kota, seorang di antaranya dari kabupaten Lahat, Palembang." Panglima tak lupa menegaskan, kepada para petugas sudah diinstruksikan "tembak di tempat" begitu kelihatan ada orang melempar bom atau mengambil kesempatan merampok dalam kekacauan. Tentang kebakaran di kompleks WTS Pejompongan beberapa hari sebelumnya, menurut Panglima "mungkin saja mereka pula yang melakukan." Yang jelas, katanya lagi, "besar kemung kinan teror ini ada hubungannya dengan yang pernah melanda di beberapa tempat di Sumatera." Tapi tentang terdapatnya beberapa peluru di kompleks Pasar Induk Cipinang, kata Panglima "bisa saja, sebab daerah itu bekas gudang peluru." Dua hari kemudian, Kamis malam 23 Maret, 4 di antara 39 tersangka diperiksa dan dipertontonkan di layar televisi dan diulang Minggu siang. Novisar Alwan mengaku merencanakan menuju Senen, menunggu instruksi "senior"nya dekat jembatan penyeberangan depan bioskop Kramat. Ia ditugaskan membakar sebuah obyek yang ia sendiri belum tahu persis sasarannya. Sebelumnya bersama 12 kawannya menurut rencana ia diperintahkan melakukan semacam pembajakan bus. Bus akan dihentikan di tengah jalan supaya jalan macet lalu ia membacakan apa yang disebut "panca tura." Sementara kawan-kawan lainnya mencar, 20 orang "senior" yang katanya berjaket mahasiswa Universitas Muhammadiyah berwarna hijau dan akan muncul dari arah Salemba - tak kunjung nongol. Sebelum semua itu terlaksana, Novisar keburu ditangkap. Dan di Komwil Kemayoran ia bertemu dengan 3 rekan lainnya. Tersangka kedua Syarif Hidayat, sekretaris II GPI wilayah Jakarta yang tertangkap bersama Suparman. Di layar televisi ia mengaku menerima 3 bom bakar 2 hari sebelum 20 Maret untuk membakar tempat-tempat seperti Bina Ria Ancol. Leuwiliang Tersangka ketiga yang diperiksa oleh Laksus adalah Sholahuddin yang mengaku sebagai petugas pengaman bila massa turun ke jalan. Hari Senin 20 Maret, ia mengaku kepada Laksus akan bergerak di jalan Sabang bersama 10 pemuda GPI ranting Tanah Abang, 2 orang dari ranting Bendungan Hilir dan 5 dari ranting Jati Petamburan. Seorang di antaranya bernama Hatta Rais, 29 tahun, bekas mahasiswa IAIN. Sholahuddin juga mengaku 3 kali bertemu dengan ketua umum PP GPI, Abdul Kadir Djaelani, terakhir hari Jum'at 17 Maret di rumah haji Sukardi di Kebon Kacang. Ia ditugaskan membantu membuat lebih kurang 200 poster dan menyediakan botol-botol. Orang keempat yang dipertontonkan di layar televisi itu adalah Supriyo, 38 tahun, asal Bantul, Yogya, beranak 3 orang. Lulusan FH-UII Yogya tahun 1966 itu terakhir tercatat sebagai karyawan sebuah koperasi batik di Jakarta. Ia juga mengaku sebagai ketua III PP GPI. menurutnya, sebagian terbesar pengurus PPGPI menolak gerakan yang direncanakan oleh Kadir. "Secara organisatoris gerakan itu tak bisa dibenarkan," katanya kepada pemeriksa dari Laksus. Tidakkah pengungkapan lewat layar televisi itu melanggar asas presumption of innocent? "Karena kesadaran hukum dari masyarakat sudah cukup, maka hasil interogasi itu perlu diungkap," jawab Letkol Anas Malik, Kapendam V/Jaya. Anas juga tidak merasa perlu, misalnya, menutup mata atau menyingkat nama para tersangka. "Nanti masyarakat tidak percaya. Pendeknya siaran televisi itu bukan pengadilan, tapi pemeriksaan," tambahnya. Bahkan ia menegaskan, "sasaran kita bukanlah 'wajah-wajah yang tak bersalah' di layar televisi itu, tapi dedengkotnya yang kini sedang kita kejar." Menurut Anas, sampai minggu kemarin sudah 62 orang yang tertangkap, 22 di antaranya sudah dilepas. Selain nama-nama yang telah disebut, terdapat pula beberapa tokoh PP-GPI lainnya seperti ketua I PP GPI Anwar Sholeh dan sekjen PP-GPI drs MU Zainuddin Qori. Akan halnya Kadir sendiri, sampai minggu lalu masih buron. Kabarnya ia tinggal di kecamatan Leuwiliang, 20 Km arah barat kota Bogor. Orang Jakarta asli yang belum berusia 40 ini memang beristerikan wanita Bogor, beranak 4 orang. Dan terakhir tercatat sebagai dosen luar biasa mata pelajaran agama di IPB Bagaimana Kadir sampai aktif di GPI? GPI adalah hasil kongres 1968 di Sala, dalam rangka menasionalkan organisasi PPUI Pemuda Persatuan Ummat Islam) anak dari PUI (Persatuan Ummat Islam) yang berpusat di Majalengka, Jawa Barat. Hal itu dilakukan setelah GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) dilarang oleh Soeharno. Kadir sendiri baru tampil sebagai ketua umum PP GPI 2 tahun lalu. Menurut Husni Thamrin, anggota DPR-MPR fraksi PP beberapa tahun terakhir ini sikap Kadir sudah lain dari dulu. Tidak lagi terbuka tapi lekas curiga dan emosionil. "Saya rasa dia menderita psychosomatik," kata Husni. Hal itu barangkali lantaran penderitaan ketika Kadir dipenjarakan di Nirbaya, di jaman Orde Lama. Tahun 1963 ia dituduh melakukan rapat gelap bersama Buya Hamka dan 5 orang lainnya termasuk Mr. Kasman Singodimedjo di Tangerang untuk melakukan kegiatan anti Soekarno. Menurut Husni Thamrin, itu adalah fitnah Hasan Suri, anggota PKI dari kampung Ciganjur Pasar Minggu, Jakarta. Di penjara, Kadir disiksa hingga selama 3 bulan hanya mampu merangkak. Baru Nopember 1965 ia bebas. Betapa pun, tindakan oknum-oknum GPI itu kekanak-kanakan dan mentertawakan. Ini pendapat Yusuf Hasyim, tokoh PP kepada Pelita minggu lalu. Ia menilai hal itu bisa mengakibatkan kecurigaan terhadap kelompok masyarakat dan di pihak lain bisa menghilangkan arti partisipasi yang telah dilakukan kelompok tersebut demi kepentingan bangsa dan negara. Dan lewat layar televisi itu Panglima Norman memang meyakinkan, bahwa tindakan membongkar latarbelakang peristiwa-peristiwa itu "sama sekali tidaklah berarti menyudutkan sesuatu golongan atau pun pemeluk agama Islam." Sebab, katanya lagi, "perbuatan teror itu dilakukan oleh oknum-oknum pelanggar hukum yang merugikan rakyat banyak."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus