Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setuju Dengan Waswas

Masuknya tentara AS ke Somalia atas mandat PBB menimbulkan kekhawatiran negara berkembang dan menjadi preseden untuk masuk ke negara lain dengan dalih kemanusiaan dan perdamaian.

19 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASUKNYA 28.000 tentara Amerika Serikat ke Somalia di bawah payung Operasi Pemulihan Harapan membuat banyak negara berkembang khawatir. Soalnya, inilah untuk pertama kalinya PBB memberi mandat pengiriman militer ke sebuah negara tanpa izin resmi negara bersangkutan. Dikhawatirkan, langkah ini menjadi preseden untuk masuk ke negara lain dengan alasan kemanusiaan atau perdamaian. Dalam soal Somalia, kilah Amerika, sebenarnya tak ada lagi pemerintahan yang berkuasa, kendati pihak yang bertikai, kelompok Ali Mahdi dan kelompok Farah Aideed, sama-sama mengaku sebagai pemerintahan yang sah. Jadi, tak jelas siapa yang berhak melarang maupun meminta bantuan PBB. Di samping itu, menurut pengamat politik, kehadiran tentara Amerika tampaknya merupakan pilihan terbaik untuk mencegah bertambahnya gelombang kematian di Somalia. Maka, hampir semua negara, termasuk Indonesia, setuju masuknya pasukan Amerika di Somalia. "Indonesia mendukung karena otoritas efektif di Somalia sudah tidak ada, dan faksi yang ada mendukung operasi kemanusiaan itu," kata Nugroho Wisnumurti, wakil tetap Indonesia di PBB. Ia menambahkan, Indonesia mendukung dengan hati-hati karena merupakan preseden baru dalam kebijaksanaan PBB. Sebenarnya, berdasarkan Pasal 43 Anggaran Dasar PBB, dimungkinkan suatu tindakan keamanan demi kepentingan internasional -- baik sebagai pemelihara perdamaian (peace-keeping force) maupun penegak perdamaian (peace-making force). Repotnya, tak ada rumusan yang baku untuk menafsirkan Pasal 43 itu. Pasal tersebut digunakan di Somalia, menurut pengamat politik Juwono Sudarsono, karena situasi di sana memungkinkan untuk diduduki. Jika alasan kemanusiaan yang digunakan, tambahnya, masalah serupa sebenarnya tak kalah mendesak untuk dilakukan pada Bosnia. "Hanya di Bosnia akan ada perlawanan kuat, karena itu Amerika tidak berani ke sana," kata Juwono. Itu tampaknya alasan kekhawatiran negara berkembang, yang kekuatan militernya tak bisa mengimbangi negara superkuat. Indonesia sebagai ketua Gerakan Nonblok mengharapkan agar kehadiran pasukan Amerika di Somalia tetap menghargai kedaulatan negara bersangkutan. Di samping itu, Indonesia menginginkan adanya peran negara berkembang dalam operasi penegakan perdamaian. "Jadi, seperti soal Kamboja, ada co-chairmanship dari negara maju dan negara berkembang," kata Sayidiman Suryohadiprojo, duta besar keliling untuk Afrika. Jadi, paling tidak, untuk penyelesaian kemelut Somalia, ada satu co-chair dari negara Afrika. Indonesia sendiri sebenarnya ingin berperan dalam Operasi Pemulihan Harapan di Somalia. Tapi Sayidiman lebih cenderung agar pasukan Indonesia berada di bawah bendera PBB, bukan sebagai bagian dari pasukan koalisi. Cara itu akan lebih aman buat Indonesia, dan sekaligus sejalan dengan Pesan Jakarta KTT Gerakan Nonblok ke-10, yang mengimbau penyertaan negara berkembang dalam pengiriman pasukan PBB. Gagasan itu tampaknya makin perlu diperjuangkan. Soalnya, ada usul dari Sekjen PBB, Boutros-Boutros Ghali, untuk merealisasi pembentukan pasukan tetap PBB berdasarkan Pasal 43 tadi -- yang kelak bisa bertindak lebih agresif, seperti mengusir agresor di suatu negara anggota. Namun, usul itu dianggap belum waktunya diterapkan. Alasannya, saat ini PBB belum demokratis karena Dewan Keamanan dikuasai oleh negara maju yang mempunyai hak veto. Karena itu, diperlukan suatu struktur Dewan Keamanan yang demokratis untuk menjamin kepentingan negara berkembang. "Tanpa restrukturisasi Dewan Keamanan PBB, negara berkembang khawatir kepentingan negara maju akan lebih dominan," kata Nugroho. Laporan Diah Purnomowati (Jakarta) dan Bambang Harymurti (Washington)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus