Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Siapa berkuasa di kuwait ?

Kuwait berangsur pulih. tapi, pemerintahan belum jelas bentuknya. kelompok perlawanan menuntut janji pemerintah, pemilihan kebebasan dan penyelenggaraan pemerintah demokrasi.

13 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENTAKAN irama disko kembali terdengar di kawasan Salmiya, pekan lalu. Pusat kehidupan malam di Kota Kuwait, ibu kota Kuwait itu, kembali hidup. Tampak antrean panjang di muka restoran hamburger. "Sejak Agustus saya tidak makan hamburger. Sekarang saya ingin mencicipi lagi," ujar Yusuf Mohamad, 25 tahun, direktur televisi Kuwait. Ia sabar berdiri dalam antrean panjang di sebuah restoran hamburger yang baru dibuka kembali Selasa pekan lalu. Kuwait memang berangsur pulih. Bank-bank sebagian sudah buka pintu. Paceklik makanan, telepon, air, dan listrik, yang sempat membuat berang rakyat Kuwait pada pemerintahan Al Sabah, mulai mengalir. Yang belum bisa dipulihkan, adanya sekitar 200.000 warga Kuwait bersenjata yang masih berkeliaran. Merekalah, sebagian besar setidaknya, yang dulu melancarkan aksi perlawanan terhadap pasukan Irak. Kelompok inilah yang mengadakan aksi balas dendam terhadap orang Palestina yang mereka tuduh berkolaborasi dengan tentara Irak. Yang jadi masalah, para pemuda itu menetapkan syarat sebelum setuju memenuhi perintah meletakkan senjata. Syarat itu: penguasa Kuwait harus menepati janji menghidupkan kembali parlemen, memulihkan kebebasan, dan menyelenggarakan pemerintahan demokratis. Tuntutan itu menjadi kuat, karena sebenarnya reformasi politik seperti itu diharapkan oleh mayoritas rakyat Kuwait kini. Inilah dampak Perang Teluk paling nyata, setelah rekonstruksi ekonomi, di negara seluas hampir setengah Jawa Barat ini. Faktor inilah yang jadi penghambat pembicaraan antara perdana menteri dan gabungan kelompok oposisi. Hal ini pula yang menyebabkan kabinet baru tak kunjung diumumkan. Pertengahan bulan lalu, kabinet dibubarkan karena terus dikritik tak becus memulihkan prasarana fisik sosial di Kuwait dengan cepat. Kesulitan utama penyusunan kabinet baru, karena para tokoh oposisi menolak bergabung. Padahal, tanpa koalisi dengan oposisi, diramalkan kabinet tak akan berusia panjang. Senin pekan lalu pihak oposisi mengirimkan petisi, langsung pada Amir (kepala negara) Kuwait Syeikh Jabbar Al Ahmad Al Sabah. Petisi yang ditandatangani 96 warga Kuwait terkemuka itu -- termasuk tokoh Ikhwanul Muslimin, kelompok Syiah, Nasionalis Pan Arabisme, kaum cendikiawan, dan keluarga-keluarga pedagang --berisi sejumlah tuntutan. Yakni penetapan tanggal pemilu, penerapan sepenuhnya Konstitusi 1962, pengangkatan pejabat teras dari kalangan rakyat dan bukan cuma dari kalangan keluarga Al Sabah, kebebasan berbicara dan pers, serta sistem pengadilan independen. Sebenarnya, tuntutan pihak oposisi agar diberlakukan sepenuhnya Konstitusi 1962 tidak mengancam kekuasaan keluarga Al Sabah. UUD mengesahkan kekuasaan turun-temurun keluarga ini atas Kuwait. Hanya saja, Front Demokrasi Kuwait kelompok oposisi yang cukup besar dan berpengaruh, sudah menyuarakan "perlunya mempertimbangkan pemilihan perdana menteri dari luar keluarga Al Sabah". Selain kursi perdana menteri, pos-pos kunci -- menteri pertahanan, luar negeri, perminyakan, dalam negeri, lalu gubernur dan duta besar -- biasanya dijatahkan untuk keluarga Al Sabah yang sudah 250 tahun memerintah Kuwait. Adapun pihak oposisi terdiri dari, pertama, para keluarga pedagang -- sebagian lebih kaya daripada keluarga kerajaan. Ada yang menuduh kelompok ini melancarkan oposisi hanya karena ingin bagian kue lebih banyak dari proyek rekonstruksi Kuwait. Bisa jadi, pendapat itu ada benarnya. Salah satu tuntutan pihak oposisi sebelumnya adalah peninjauan kembali kontrak-kontrak pembangunan kembali Kuwait senilai lebih dari US$ 50 milyar. Pihak oposisi khawatir keluarga Al Sabah bakal menjadi mitra lokal proyek-proyek yang sudah ditandatangani, kebanyakan dengan perusahaan Amerika. Kelompok oposisi kedua, nasionalis Arab pengikut Nasser atau Partai Baath. Kelompok ketiga terdiri dari unsur Islam, Suni dan Syiah. Mayoritas penduduk Kuwait penganut Suni, tiga perempatnya keturunan Iran yang memeluk Syiah. Kelompok Suni tergabung dalam Ikhwanul Muslimin. Sebenarnya, jika Amir Kuwait mau berbagi sedikit kekuasaan, Kuwait bisa jadi negara yang patut ditiru tetangga-tetangganya. Konon, di belakang layar, para pejabat Amerika sudah menekan keluarga Al Sabah agar melancarkan reformasi politik. Kabarnya, pihak AS kini yang langsung berperan mengurus pemerintahan sebagian besar wilayah Kuwait. Dalam sejumlah kasus, tentara AS sering campur tangan jika kedapatan warga Kuwait memukuli penduduk asal Palestina. Sampai-sampai sebuah artikel di The Guardian Weekly, London, diambil dari harian Le Monde, Paris, menyindir Amerika: Kuwait kini praktis jadi koloni Paman Sam. Di mana-mana yang tampak bekerja tentara Amerika. Sebenarnya, tak sulit memahami keadaan tersebut, karena dulu pun yang bekerja di kerajaan minyak ini orang asing. Orang-orang Asia dan Afrika itu kini belum kembali, sementara orang-orang Palestina dikejar-kejar oleh kelompok pemuda bersenjata. Tapi memang benar bahwa kunci Kuwait kini dipegang Washington. Keluarga Al Sabah, yang berutang budi, tentu tak punya pilihan lain jika Presiden George Bush -- jadwalkan mengunjungi Kuwait akhir bulan ini -- ikut campur tangan. Inikah risiko menerima bantuan asing? FS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus