DUA ribu tentara masih tampak berjaga-jaga di sekitar Istana Malacanang, di tengah raungan sirene yang menggema setiap 30 menit. Tak ketinggalan Gedung Kongres yang dinyatakan dalam kondisi "Siaga III", Jumat pekan lalu. Pemandangan serupa juga terlihat di tempat-tempat strategis lainnya. Malah, menurut kantor berita Philippine Information Ageny (PIA), 8 tank Scorpion dan 8 truk besar beroda 10 tampak beriringan keluar dari perut Kapal USS Tripoli, di lepas pantai San Antonio, Zambales, Pampanga. Kendaraan lapis baja milik AS itu sedang menuju stasiun telekomunikasi angkatan laut AS di Barangay San Miguel, San Antonio. Manuver yang jarang terlihat sejak PD II itu disusul dengan meningkatnya latihan militer yang dilakukan serombongan personel AS berseragam militer di Clark Base. Pesawat jet tempur AS tak ketinggalan terlihat berlatih di udara, sambil melepaskan tembakan senjata otomatis secara sporadis. Kegiatan militer itu langsung dihubungkan dengan langkah pengamanan oleh pemerintah Filipina, yang mensinyalir adanya lima kelompok berkomplot, siap menggulingkan pemerintah yang sah. Persekutuan taktis, demikian nama komplotan itu, terdiri dari: kelompok Kolonel Gregorio Honasan, kelompok Mayor Reynaldo Cabauatan, kelompok persaudaraan "Guardians" dari kalangan militer, kelompok anggota KBL, bekas partai Marcos yang bekerja sama dengan kelompok Enrile dan Salvador Laurel, dan kelompok orang-orang pro-Marcos seperti Ali Dimaporo dan Eduardo Cojuangco. Yang disebut terakhir ini adalah orang kepercayaan Marcos yang kebetulan adalah saudara sepupu Presiden Corazon Aquino. "Gringo" Honasan membantah keterlibatannya dalam komplotan itu, tapi Cory tidak mau ambil risiko. Pemerintah lantas menutup stasiun radio swasta DZME, radio DWBC, serta sebuah stasiun lagi, karena menyiarkan berita propaganda kelompok pemberontak militer. Tapi stasiun televisi GMA-7, yang menyiarkan wawancara khusus dengan Honasan, hanya diperingatkan "agar lebih hati-hati". Sensor keras Cory yang tak terduga itu dilakukan mengingat "situasi saat ini belum normal," ujar sekretaris pers kepresidenan, Teodoro Benigno. Sebab, ujarnya "masih terdapat kekhawatiran akan adanya kudeta lagi." Kekhawatiran itu tampaknya sudah merambat ke tingkat atas. Kastaf AB Jenderal Fidel Ramos dan Direktur Keamanan Nasional Emanuel Soriano mengadakan pertemuan khusus dengan 18 senator -- termasuk Ketua Senat Jovito Salonga -- untuk membahas keadaan politik Filipina dewasa ini. Dalam pembicaraan di Malacanang, Jumat pekan lalu, Ramos memperingatkan akan adanya usaha kudeta yang tengah digalang kelompok sayap kanan. Untuk itu, "sebuah tindakan darurat akan dilakukan pemerintah, jika Kolonel Gregorio Honasan benar-benar melakukan makar menggulingkan pemerintah Filipina." Toh pada saat-saat gawat itu, Cory sempat menunjuk Raul Manglapus, 68 tahun, sebagai menteri luar negeri, menggantikan Salvador Laurel. Manglapus pernah menjadi wakil menlu semasa pemerintahan Presiden Carlos Garcia, tapi kemudian 15 tahun mengasingkan diri ke AS, karena sikapnya yang konsekuen anti-Marcos. Penunjukannya sebagai menlu dianggap satu dari usaha Cory untuk memperkuat pemerintahannya yang kini terancam dari kiri dan kanan. Bahwa suasana cukup genting terbukti dari adanya rembukan antara anggota kabinet dan sebuah "Komite Krisis" yang berlangsung Kamis pekan lalu, di Camp Aguinaldo. "Mengumumkan negara dalam keadaan genting tanpa memberlakukan UU Darurat sesungguhnya tak apa-apa," ujar Menteri Pertahanan Rafael Ileto. Meski sikap pemerintahan Cory ini dikemukakan secara hati-hati, tak urung mengundang protes Senator Juan Ponce Enrile. Bekas menhan ini menuduh isu kudeta memang sengaja ditiupkan pemerintah. "Mereka mengondisikan jalan pikiran rakyat bahwa negara benar-benar krisis, sehingga ada alasan agar UU Darurat diberlakukan kembali," ujarnya. Pemerintah AS mengancam akan memberhentikan bantuannya jika Corazon Aquino terguling dari kursi kepresidenan. "Tak ada pilihan lain lagi," ujar Gaston Sigur Asisten Urusan Asia Menlu AS. Sementara itu, dua bintang kudeta -- "Gringo" Honasan dan Reynaldo Cabauatan -- menikmati benar kegalauan yang kini menimpa Istana Malacanang. Serangkaian wawancara khusus dengan Honasan hampir mewarnai setiap halaman surat kabar Manila, berdampingan dengan tawaran uang 250 ribu peso untuk menangkapnya. Diberitakan juga bahwa dia kini tinggal di Chambers Hall -- ruangan VIP di Clark Base, yang pernah digunakan Marcos sesaat sebelum hengkang ke Hawaii, 1986 bersama beberapa perwira pemberontak lainnya, yang tampak berkeliaran secara bebas di dalam pangkalan tentara AS di utara Pulau Luzon itu. Sedangkan rekannya, Cabauatan -- seolah mengejek pemerintahan Cory -- mengadakan konperensi pers lebih dari satu jam, dengan sekitar dua ribu wartawan, di kawasan Makati, Manila. Tiga hari sebelumnya bekas perwira intel Marcos ini juga mengadakan acara yang sama di dalam kawasan Clark Base dan mendapat sambutan hangat dari buruh kasar Filipina yang bekerja di sana. Mengetahui dua pemberontak dibiarkan bebas malang melintang, rakyat kian tak percaya akan kemampuan angkatan bersenjata (AFP). Cory akhirnya mengimbangi propaganda "kaum pemberontak" itu lewat wawancara khusus dengan rakyat Filipina melalui Radio Veritas, setiap minggu. "Marilah kita berdoa. Saya tahu Saudara takut menghadapi situasi akhir-akhir ini," katanya di gereja Santo Domingo, Ahad laiu. Keesokan dia sudah disongsong ribuan petani dan buruh yang berdemonstrasi menuntut kenaikan upah minimum 10 peso/hari. Didi Pramadi (Jakarta) dan Bayu Pratama (Manila)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini