Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menentang pendatang haram

Kaum oposisi partai aksi demokrasi berdemonstrasi menentang pendatang gelap asal indonesia. warga keturunan cina di malaysia, khawatir pemerintah akan memberi status kewarganegaran pada mereka.

17 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Menentang pendatang haram
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DI hari libur, Jumat pagi pekan lalu, sekitar 50 orang berpakaian rapi melakukan unjuk rasa di pelataran parkir pasar Pontian, Johor. Mereka berbaris sambil membentangkan sejumlah poster yang ditulis dalam tiga bahasa: Malaysia, Cina, dan Inggris. Sebagian poster bernada menentang arus pendatang haram dari Indonesia, dan berisi kecaman terhadap pemerintah Malaysia, yang mereka nilai gagal membendung kejahatan para pendatang haram. Aksi unjuk rasa itu dipimpin langsung oleh tokoh oposisi Lim Kit Siang, Sekjen Partai Aksi Demokrasi (DAP). Tapi, aksi itu tak berjalan lama. Sekitar 45 orang polisi antihuru-hara, yang sudah mencium rencana protes itu, dengan cepat menghadang mereka. Petugas keamanan minta pengunjuk rasa itu bubar, karena tak memiliki surat izin demonstrasi dari polisi, dan bisa ditangkap dengan tuduhan "mengadakan perhimpunan secara haram". Para demonstran ternyata memilih ditahan. Demonstrasi ini merupakan aksi DAP keenam dalam bulan "kampanye kesadaran masyarakat" menentng pendatang haram. Mengapa di Johor? Selama ini, Johor dianggap sebagai pintu masuk utama imigran gelap asal Indonesia. Sejumlah kampung nelayan di Pontian, Batu Pahat, dan Muar populer sebagai tempat pendaratan pendatang haram, karena perkampungan nelayan itu dekat dengan pesisir Indonesia. "Unjuk rasa ini bukan untuk mengacaukan masyarakat, melainkan untuk melindungi mereka dari kejahatan yang dilakukan pendatang-pendatang haram," kata Lim Kit Siang. "Kami juga akan mengadakan demonstrasi serupa di tempat-tempat lain." Tahun-tahun belakangan ini, soal tindak kejahatan yang melibat pendatang gelap asal Indonesia memang ramai diperbincangkan masyarakat Malaysia. Lebih-lebih lagi setelah tiga tahanan asal Indonesia, yang dituduh merampok dan membunuh korban, menyandera seorang hakim di penjara Kuantan, 9 Januari silam. Sang hakim dapat diselamatkan petugas keamanan, tapi dua penyandera tewas tertembak dan seorang lagi cedera berat. Sejak itu, setiap tindak kriminal di Malaysia cenderung dikaitkan masyarakat sebagai perbuatan perantau Indonesia. Padahal, menurut data Departemen Dalam Negeri Malaysia, tindak kejahatan yang dilakukan pendatang Indonesia cuma 1,2% dari seluruh kejahatan yang terjadi di negeri itu. Berapa jumlah imigran gelap Indonesia di Malaysia? Menurut perkiraan Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, lebih dari 600.000 orang. Dan sampai saat ini arus pendatang haram dari Indonesia masih terus mengalir. Terakhir, yang jadi gunjingan adalah kasus masuknya pemuda Indonesia di Pontian, empat hari sebelum DAP unjuk rasa, yang dibebaskan oleh seorang hakim pengadilan rendah (magistrate). Hakim yang konon disogok M$ 25.000 (sekitar Rp 16 juta) untuk pembebasan tiga imigran gelap itu ditangkap oleh Badan Anti-Korupsi (ACA) Malaysia. Ia kelihatannya sengaja dijebak ACA setelah mencium praktek kotor abdi hukum itu. Mereka yang selama ini menentang keras imigran gelap Indonesia adalah warga keturunan Cina. Ada semacam kekhawatiran mereka bahwa pemerintah akan memberikan status kewarganegaraan Malaysia kepada para pendatang Indonesia itu, sehingga dapat mengancam eksistensi keturunan Cina. Karena itu, banyak yang menduga, aksi DAP pekan lalu merupakan manuver politik keturunan Cina. Lim Kit Siang, setelah mendekam di kantor polisi Pontian selama beberapa jam, dibebaskan dengan uang jaminan M$ 500. Tapi mereka tetap bakal diajukan ke meja hijau, November depan, dengan tuduhan melanggar Akta Polisi pasal 37 (5), dan dapat dijatuhi hukuman kurungan selama 6 bulan serta denda M$ 500. Lim toh tak perduli. Ia berjanji akan terus melancarkan aksi serupa dengan atau tanpa izin polisi. "Tidak relevan bila DAP harus memohon surat izin untuk mengadakan aksi unjuk perasaan, karena teknikalitas hukum sudah semestinya membuka jalan bagi perjuangan rakyat," katanya. Pemerintah bukan tak menyadari kasus pendatang haram Indonesia ini bakal digunakan pihak oposisi untuk menyerang kebijaksanaan mereka. Tapi di satu pihak mereka membutuhkan tenaga buruh asal Indonesia -- mayoritas imigran gelap yang mau digaji murah (untuk ukuran Malaysia, tentu) -- di perkebunan karet dan kelapa sawit, dan di lain pihak kehadiran para perantau itu dapat menimbulkan keresahan sosial. Usaha pemerintah membendung arus pendatang haram Indonesia dengan memperketat penjagaan dari berbagai unsur pihak keamanan selama ini tak banyak hasilnya. Maka, jangan heran bila aksi protes DAP bakal sering terbaca di berbagai media massa Malaysia. Farida Sendjaja, Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus