Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA polisi berjaga di depan gerbang sebuah sekolah di Pakistan. Petugas keamanan sekolah memeriksa dengan teliti satu per satu pengunjung yang datang. Siapa pun yang ingin memasuki halaman sekolah harus menunjukkan identitas lengkap dan tujuan jelas.
"Kami selalu meyakinkan orang tua siswa bahwa penjagaan keamanan sekolah melibatkan polisi. Kami menunjukkan di mana saja polisi berjaga dan mengatakan tak ada yang perlu ditakutkan," ujar Arjun Kashyap, guru di Sekolah Modern Vasant Vihar, kepada The Economic Times, Sabtu dua pekan lalu.
Penjagaan di sekolah-sekolah Pakistan diperketat setelah peristiwa penembakan brutal oleh kelompok militanTehreek-e-Taliban Pakistan pada 16 Desember lalu. Ketika itu tujuh pria bersenjata dan mengenakan rompi bahan peledak menyerbu masuk ke sebuah sekolah milik militer di Peshawar. Akibat berondongan peluru dan ledakan dari pelaku, 149 orang tewas, termasuk 133 siswa dan 9 guru sekolah itu. Peristiwa ini menjadi serangan teroris Taliban Pakistan paling mematikan yang pernah terjadi di Pakistan.
Polisi tak hanya dikerahkan untuk memperketat penjagaan di sekolah-sekolah. Operasi militer di perbatasan juga digencarkan buat melawan kelompok yang dikenal sebagai Taliban Pakistan itu. Perdana Menteri Nawaz Sharif mengatakan Pakistan bersatu untuk meyakinkan bahwa kematian anak-anak di Army Public School and College itu tak akan sia-sia. "Saya merasa, sampai negara ini dibersihkan dari terorisme, perang dan upaya ini tak akan berhenti," kata Nawaz Sharif, seperti dilansir surat kabar Dawn.
Sehari kemudian, pemerintah Pakistan mengumumkan pencabutan moratorium hukuman mati bagi terpidana terorisme. Sesudah pencabutan, enam milisi langsung menjalani hukuman gantung. Lima di antaranya dihukum atas usaha membunuh Presiden Pervez Musharraf pada 2003 dan seorang lainnya terlibat penyerangan ke markas besar tentara pada 2009.
Pemerintah Pakistan juga berencana segera mengeksekusi sekitar 500 orang dalam beberapa pekan mendatang. Dari jumlah ini, 55 orang adalah terpidana mati yang grasinya ditolak presiden dan telah siap menjalani eksekusi.
Pakistan dalam siaga penuh setelah keluarnya pemberitahuan tentang pelaksanaan eksekusi dan operasi intensif tentara memberangus Taliban di wilayah barat laut. Polisi, tentara, dan paramiliter telah diterjunkan ke seluruh negeri, termasuk di semua bandar udara dan penjara.
Namun keputusan pemerintah Pakistan memberlakukan kembali hukuman mati disayangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pakistan dianggap melawan semangat yang tergambar dalam keputusan Sidang Majelis Umum PBB pada 18 Desember lalu: resolusi moratorium internasional tentang hukuman mati. Resolusi ini disahkan dengan rekor 117 negara mendukung dan 37 negara lainnya menolak.
"Pemerintah Pakistan telah mempertahankan moratorium hukuman mati sejak 2008. Kami mendesak pemerintah Pakistan tak menyerah pada sikap balas dendam, setidaknya kepada para terpidana mati atas kejahatan berbeda," ucap juru bicara PBB bidang hak asasi manusia, Rupert Colville.
Menurut catatan Amnesty International, sedikitnya ada 8.000 terpidana mati di Pakistan untuk kasus yang berbeda terancam dieksekusi. Sekitar sepuluh persennya adalah teroris.
Kelihatannya Pakistan akan jalan terus. Dalam operasi militer, pemerintah Pakistan bahkan telah meminta bantuan negara tetangganya, Afganistan, untuk bersatu melawan Taliban tanpa membedakan faksi-faksi dalam kelompok itu. Kepala Staf Angkatan Bersenjata Pakistan Jenderal Raheel Sharif diketahui mengunjungi Afganistan untuk meminta bantuan menangkap pemimpin Taliban Pakistan, Mullah Fazlullah, yang diyakini bersembunyi di Provinsi Kunar, Afganistan.
Sejak pembantaian siswa sekolah, pasukan Pakistan telah membunuh lebih dari 60 milisi di wilayah barat laut dekat perbatasan Afganistan. Sebanyak 32 orang di antaranya pemberontak Taliban Pakistan yang tewas dalam operasi militer di Lembah Tirah, wilayah Khyber Pakhtunkhwa, dan Waziristan Utara pada 19 Desember lalu.
Rosalina (Reuters, IB Times, Dawn, Al Jazeera, The Economic Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo