Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sorak Di Irak, Cemas Di Cina

Betapapun orang tahu, janji kampanye tak selalu diwujudkan, kini sejumlah negara mulai mengantisipasi kebijaksanaan clinton. ada yang menunggu dengan berdebar, sepeti palestina, ada yang gelisah, seperti petani australia.

14 November 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SADDAM Hussein menembakkan pistolnya ke udara di sebuah perayaan terbuka di daerah barat Irak. Lalu tepuk tangan massa yang berkumpul di Lapangan Armadiya itu, sebelum mereka bergerak membentuk pawai panjang. Inilah cara Irak merayakan kekalahan George Bush. Kata Saddam dalam pidatonya, menurut surat kabar Mesir, sebelum ia menembakkan pistolnya: "Jatuhnya Bush sudah ditakdirkan ketika ia memerintahkan pasukan Barat menyerang Baghdad." Keesokan harinya, perayaan ini diulang di Kota Mosul, seki tar 400 km di utara Baghdad. Sebuah patung Bush dibakar di acara ini ketika pesawat patroli AS terbang rendah di atas pesta terbuka itu. Kekalahan Irak dalam Perang Teluk yang lalu melawan persekutuan Barat dan Arab, yang dipimpin oleh Amerika, rupanya benar-benar tak bisa dilupakan oleh Saddam. Adakah Saddam berpihak pada Clinton? "Kami sadar bahwa politikus Amerika tak mungkin berpihak pada kami, baik Bush maupun Clinton," tulis harian resmi Al-Tharwa. "Tapi rakyat Irak bergembira karena tiran Bush telah jatuh, tanpa mempedulikan kebijaksanaan apa yang akan diambil penggantinya," lanjut corong Baghdad itu. Irak memang mempunyai sikap khusus pada George Bush dan Amerika Serikat. Tapi pada umumnya dunia memang tak bertepuk tangan untuk kemenangan Partai Demokrat. "Jika pemilihan presiden Amerika dilakukan di Polandia, Bush pasti menang," bunyi kepala berita harian Zycle Warzawy di Warsawa. Masih di Eropa, di Jerman, kata redaktur jurnal politik Archiv, "Semua institusi politik yang ada mendukung Bush. "Kemenangan Clinton disambut "antara apatis dan kecewa," kata Daoud Muttab, wartawan Palestina di Yerusalem. Di Timur Tengah, selain Irak, Iran, Libya, dan juga Israel, umumnya orang berharap Bush tetap duduk di Gedung Putih. Dua tahun belakangan ini, bersama menteri luar negerinya, James Baker, Bush membuka jalan perubahan di kawasan itu. Ini terutama karena terobosan Baker untuk mempertemukan dua pihak yang bermusuhan telak: Israel dan Palestina, serta beberapa negara Arab. Konperensi Damai Timur Tengahlah, yang diadakan pertama kali di Madrid, Spanyol, dan pekan depan akan memasuki putaran ke tujuh di Washington, bisa mempertemukan delegasi Israel di meja perundingan dengan delegasi Palestina. Padahal, sebelum itu terjadi, Amerika dikenal dekat dengan Yahudi, dan karena itu selalu berpihak pada Israel. George Bush, meski belum jelas benar apakah ia putar haluan, mampu menekan Israel untuk duduk berunding. Kini, cuaca terancam berubah. Clinton dan pasangannya, Al Gore, dikenal dekat dengan Yahudi. Dalam kampanye mereka, hal itu sangat tercerminkan. Ada usul dari Clinton memindahkan kedutaan AS di Tel Aviv ke Yerusalem Timur. Padahal, kota yang oleh Israel dicaplok dan disatukan dengan Yerusalem (Barat) untuk dijadikan ibu kota Israel, mayoritas penghuninya adalah keturunan Arab. Kota ini pun termasuk diperjuangkan oleh delegasi Palestina, untuk ikut dibicarakan dalam Konperensi Damai, tapi sejauh ini masih ditolak Israel. "Kami kini sedang berdebar-debar sambil berusaha mempererat hubungan dengan penguasa baru Amerika, "kata Feisal Hus seini, anggota delegasi Palestina yang berasal dari Tepi Barat itu. Mungkin Feisal mencoba menyembunyikan kekhawatirannya. Ia melihat, usul Clinton memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem Timur cuma konsumsi masa kampanye. Lebih mencoba untuk optimistis adalah Hanan Ashrawi. Ia tak yakin bahwa begitu mudah politik dasar Amerika berubah karena Partai Demokrat yang berkuasa. Tapi cobalah dilihat sisi yang berlawanan. Israel sangat menyambut gembira kemenangan Clinton. Ini bukan hanya datang dari kelompok garis keras yang diwakili Partai Likud, tapi juga oleh Partai Buruh. Yitzhak Rabin, yang disebut-sebut sebagai tokoh moderat itu, berharap agar Clinton akan lebih melindungi hak-hak Israel dari ancaman negara-negara Arab. Ia pun berharap, hubungan Israel-AS menghangat kembali. Apalagi Yitzhak Shamir, pemimpin Likud yang kalah dalam pemilu Israel yang lalu. "Saya memuji syukur Bush tak terpilih lagi," katanya, seperti dikutip koran Kairo El Hayat. Ia tentu tak bisa melupakan bagaimana Bush membekukan kredit US$ 10 milyar, karena Shamir nekat membangun permukiman buat imigran Yahudi di wilayah pendudukan. Mesir dan Suriah rupanya besikap seperti Hanan Ashrawi. Janji atau usul Clinton yang bisa ditafsirkan akan mengancam Konperensi Damai Timur Tengah dianggap cuma konsumsi kampanye. Bush dan Clinton, terutama oleh Suriah, dianggap tak berbeda. Sebab, "selama ini Bush pun tak miring pada Arab," kata Menteri Luar Negeri Suriah di radio BBC, London. Di Asia Pasifik, kemenangan Clinton umumnya juga disambut dengan hati-hati. Pihak RRC, misalnya, tentu mencatat pernyataan Clinton bahwa AS sebaiknya bersikap lebih keras terhadap RRC, yang neraca perdagangannya dengan AS surplus US$ 15 milyar itu. Clinton tampaknya tak akan bersikap seperti Bush, yang memveto keputusan Kongres untuk mencabut fasilitas keringanan bea masuk yang dinikmati RRC sebagai negara berkembang. "Ini akan mempersulit transformasi eko nomi RRC ke ekonomi pasar," kata Zhang Wei Guo, seorang pembangkang politik Cina di Shanghai. Bila sampai terjadi "perang dingin" Cina-AS, itu bisa merepotkan kawasan Asia Pasifik. Soalnya, Jepang dan Cina sedang mengawali terjalinnya hubungan baik. "Kawasan ini ber harap Washington akan memelihara hubungan kerjanya dengan RRC dan tak memulai perang dingin dengan Beijing," kata Tommy Koh, bekas duta besar Singapura di Washington. Jepang dan RRC tampaknya memang akan tersorot perhatian Clinton. Soalnya, tokoh Partai Demokrat itu sudah menyatakan, "Akan memfokuskan diri ke masalah ekonomi setajam fokus sinar laser." Padahal, 66% dari ketekoran perdagangan AS berasal dari Negeri Sakura. Lalu, lebih dari separuh si sanya berasal dari RRC. "Bila pemulihan keadaan ekonomi dan keuangan AS tak berhasil, dapat muncul suara-suara keras me ngenai Jepang," kata Rokuro Ishikawa, ketua kamar dagang Jepang. Suara-suara itu akhirnya akan bermuara ke tekanan untuk melakukan proteksi. Dan "Clinton menunjukkan kemungkinan akan menghidupkan penggunaan pasal Super 301," kata Yutaka Kume, presiden direktur Nissan. Super 301 adalah undang undang perdagangan internasional AS yang memberi hak kepada pemerintah AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap mitra dagang yang dianggap berlaku "curang". Pasal itu kini sedang diacungkan ke Eropa. Gagalnya perundingan perdagangan AS-Eropa, pekan lalu, menyebabkan Bush, yang masih akan berkuasa hingga 20 Januari nanti, memutuskan menggunakan jurus pamungkasnya itu. Gara-gara Eropa bersikeras tak mau memotong subsidinya terhadap minyak biji-bijian, AS memasang tarif 200% atas beberapa produk Eropa seperti anggur putih yang nilai impornya ke AS sekitar US$ 300 juta setahun. Dan keputusan ini ternyata populer. Berbagai editorial media berpengaruh seperti New York Times mendukungnya. Mestinya Eropa tak akan tinggal diam. Kata Komisaris Eropa Frans Andriessen dari Belanda, Eropa harus membalas itu. Meski ada suara lain dari Eropa, datang dari Art de Zeeuws, perunding masalah perdagangan: "Sebelum terjadi perang dagang, masih bisa dirundingkan." Dan ia berharap Clinton cukup bijaksana dalam hal ini. Semua itu mengakibatkan kecemasan para petani Australia. Mereka puya pengalaman bagaimana AS menaikkan subsidi petani gandumnya, hingga bisa mempertahankan harga gandum yang rendah, tapi akibatnya petani Australia banyak yang bangkrut. Kini Perdana Menteri Paul Keating, kata koresponden TEMPO di Australia Dewi Anggraeni, mencoba menenangkan kegelisahan petani Australia itu. Kalau Bush saja bisa akhirnya memanfaatkan Super 301, kecemasan terhadap Clinton, orang Partai Demokrat, memang beralasan. Selain Clinton akan berusaha dalam segala hal agar hubungan ekonomi luar negerinya menguntungkan Amerika, Partai Demokrat gemar mengaitkan akses pasar ke masalah non perdagangan seperti hak asasi manusia atau lingkungan hidup. Dan Super-301 memang menghalalkan pengaitan ini. Dan pengaitan ini tak hanya ditujukan ke negara berkembang. Inggris pun sedang terserang kekhawatiran. Soalnya, Clinton, dalam pidato kampanyenya, juga mendamprat Inggris yang dianggapnya kurang memperhatikan hak asasi manusia di Irlandia Utara. Bahkan Clinton mengusulkan untuk mengirim utusan damai ke kawasan rawan itu. Selain soal Irlandia Utara, London juga mengkhawatirkan mengerasnya sikap AS terhadap Beijing. Inggris khawatir bahwa pencabutan keringanan bea masuk bagi RRC -- seperti diusulkan kongres AS -- akan berdampak buruk bagi perkembangan Hong Kong. Bagaimana tidak. Kebanyakan industri di RRC dimodali oleh para konglomerat Hong Kong. Bila Cina mendapat kesulitan mengekspor ke Amerika, industri itu tentu terancam bangkrut. Yang ikut khawatir terkena dampak buruk adalah Moskow. "Perasaan khalayak ramai yang ada, Clinton akan mengonsen trasikan diri pada masalah domestik katika Rusia sedang ber ada pada masa transisi yang genting," kata Vitaly Portnikov. "Dan itu dapat membahayakan kelanggengan proses demokrasi di sini," tambah komentator harian Nezavisimaya Gazeta itu. Juga ada anggapan, Clinton akan cenderung membela negara yang ingin merdeka, daripada mengutamakan Rusia. Sementara di Moskow kemungkinan ini disambut kecut, di Ukrainia, misalnya, disambut senang. Ini barangkali hukum alam. Kerugian satu pihak menjadi keuntungan pihak lain. Semua itu tampaknya disadari juga di Amerika. Dan Clinton rupanya berusaha meredakan spekulasi-spekulasi itu. "Saya berniat menjamin kesinambungan kepentingan global Amerika," katanya, pekan lalu. "Walaupun pemerintahan berganti, kepentingannya tetap sama." Janji di waktu kampanye memang tak selalu dilaksanakan. Tapi negara yang terdesak, bagaimanapun besarnya, tentu akan mengambil kebijaksanaan yang menguntungkan diri sendiri dahulu. Bambang Harymurti (Jakarta), Seiichi Okawa (Tokyo), Dja'far Bushiri (Kairo), Asbari Nur Patria Krisna (Hilversum)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus