Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Spanyol , Mariano Rajoy mengultimatum pemerintah Catalonia untuk membatalkan kemerdekaannya dalam tempo 8 hari terhitung sejak Rabu, 11 Oktober 2017. Jika ultimatum itu tidak dipenuhi, maka status otonomi khusus Catalonia akan dicabut dan wilayah itu akan diperintah langsung oleh Madrid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kabinet telah sepakat pagi ini untuk secara resmi meminta Barcelona untuk membenarkan apakah telah menyatakan independensi Catalonia, terlepas dari kebingungan yang disengaja yang dibuat mengenai pelaksanaannya," kata Rajoy, seperti yang dilansir Reuters pada 11 Oktober 2017.
Baca: Catalonia Batal Merdeka, Pilih Berdialog dengan Spanyol
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rajoy kemudian mengatakan kepada parlemen Spanyol bahwa pemerintah Catalonia memiliki waktu sampai Senin, 16 Oktober 2017 untuk menjawabnya. Dan, jika kemerdekaan telah dideklarasikan, maka diberi 3 hari tambahan untuk membatalkannya, sampai Kamis, 19 Oktober.
Rajoy menambahkan bahwa jika permintaannya tidak diindahkan, maka pemerintah pusat akan menggunakan Pasal 155 Konstitus yang memungkinkan Rajoy memecat pemerintah daerah Catalonia dan menarik status otonomi.
Carles Puigdemont, pemimpin Catalonia secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaan Catalonia pada Selasa, 10 Oktober 2017. Namun ia membatalkan deklarasi kemerdekaan dan memilih berdialog dengan Madrid.
Baca: Raja Spanyol Tuding Pemimpin Catalonia Hama Demokrasi
Referendum kemerdekaan Catalonia yang dilakukan pada 1 Oktober menghasilkan 90 persen warga Catalonia memilih merdeka dari Spanyol. Para pendukung Catalonia merdeka pun kecewa dengan keputusan Puigdemont yang disampaikan dalam pidatonya di luar parlemen.
Adapun Madrid menanggapi dengan marah pidato Puigdemont di parlemen Catalonia yang mengatakan pemerintahannya tidak akan menanggapi ataupun melakukan mediasi atas hasil referendum memerdekakan diri dari Spanyol.
REUTERS | YON DEMA