KEBANGGAAN umat Budha Sri Lanka, yang selama 2.300 tahun dengan cermat memelihara ajaran Budha Theravada, kini terusik. Awalnya adalah bantuan dari Budha Jepang untuk Budha Sri Lanka. Dengan kata lain inilah bantuan yen dari Mahayana kepada Theravada. Mula-mula tak menjadi soal justru membuktikan bahwa umat Budha dari bermacam aliran ternyata bisa saling bekerja sama. Pendeta Budha Theravad hidup selibat menjauhi (bahkan dilarang minum) minuman keras, dan tak makan makanan padat setelah tengah hari, serta menolak hidup semua kemewahan hidup. Sementara Budha Mahayana di Jepang mengizinkan pendetanya menikah, dan menjalani hidup yang lebih kurang tak berbeda dengan yang bukan pendeta. Tiba-tiba muncullah pernyataan dari seorang pendeta Budha Sri Lanka yang berpengaruh, yakni Pelpola Vipassi. Katanya, karena banyak pendeta Budha Sri Lanka yang hidup di Jepang memeluk Mahayana, apa salahnya aliran itu dibolehkan masuk ke Sri Lanka. Pernyataan ini, menurut majalah Far Eastern Economic Review, bikin geger. Seorang pemimpin pendeta Budha, Labugama Lakananda namanya sampai menyurati Presiden Sri Lanka Ranasinghe Premadasa. Isi surat, agar aliran Mahayana tak diperbolehkan masuk Sri Lanka. Sebab, katanya bila dirinya (maksudnya Lakananda sendiri) sampai mengizinkan Mahayana masuk, di mata ajaran Theravada ia akan tak ada artinya. Merasa ada salah paham Vipassi menjelaskan bahwa ia tak bermaksud mendirikan kuil Mahayana di Sri Lanka. Semata ia hanya berharap ada kerja sama dan yen masuk Sri Lanka. Dana itu bisa untuk menolong orang miskin, katanya. Segera ada jawaban, "Jangan mencampuradukkan masalah moral dan bisnis," tulis editorial di koran Sunday Island.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini