Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sri Lanka Berlakukan Keadaan Darurat Menjelang Pilpres

Sri Lanka akan menggelar pemilihan presiden. Pemerintah sementara mengumumkan keadaan darurat menjelang pilpres.

18 Juli 2022 | 12.33 WIB

Demonstran berkumpul di luar kantor Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, di tengah krisis ekonomi negara itu, di Kolombo, Sri Lanka, Rabu, 13 Juli 2022. REUTERS/Adnan Abidi
Perbesar
Demonstran berkumpul di luar kantor Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, di tengah krisis ekonomi negara itu, di Kolombo, Sri Lanka, Rabu, 13 Juli 2022. REUTERS/Adnan Abidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penjabat Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe pada Minggu malam mengeluarkan perintah untuk keadaan darurat menjelang pemilihan presiden. Keadaan darurat diterapkan untuk mencegah mencegah kerusuhan menjelang pemungutan suara di parlemen akhir pekan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak April lalu, Sri Lanka telah memberlakukan keadaan darurat beberapa kali ketika protes publik mengguncang negara itu. Krisis ekonomi berkepanjangan membuat kebutuhuan pokok termasuk energi sulit didapat sehingga membuat rakyat marah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Bijaksana untuk dilakukan demi kepentingan keamanan umum, perlindungan ketertiban umum dan pemeliharaan persediaan dan layanan yang penting bagi kehidupan masyarakat,” demikian bunyi pemberitahuan itu dilansir dari Reuters, Senin, 18 Juli 2022.

Wickremesinghe telah mengumumkan keadaan darurat pekan lalu, setelah presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari negara itu untuk menghindari pemberontakan rakyat terhadap pemerintahnya. Namun keadaan darurat saat itu belum diberitahukan atau diumumkan secara resmi. 

Pada Minggu malam, Wickremesinghe, yang dilantik sebagai penjabat presiden pada 15 Juli 2022, mengumumkan keadaan darurat baru. Peraturan darurat sebelumnya telah digunakan untuk mengerahkan militer yang menangkap dan menahan orang, menggeledah properti pribadi dan meredam protes publik.

Senin pagi, Kolombo yang merupakan ibu kota Sri Lanka, relatif tenang dengan lalu lintas dan pejalan kaki di jalanan. Bhavani Fonseka, peneliti senior di Pusat Alternatif Kebijakan, menyatakan keadaan darurat menjadi respons default pemerintah. "Ini terbukti tidak efektif di masa lalu," kata Fonseka.

Gotabaya Rajapaksa melarikan diri ke Maladewa dan kemudian Singapura minggu lalu setelah ratusan ribu pengunjuk rasa anti-pemerintah turun ke jalan-jalan di Kolombo. Pengunjuk rasa menduduki kediaman dan kantor resmi Rajapaksa.

Wickremesinghe, yang enam kali perdana menteri, dianggap sebagai sekutu Rajapaksa. Ia adalah salah satu kandidat presiden namun pengunjuk rasa ingin dia juga turun dari jabatannya.

Sajith Premadasa, pemimpin partai oposisi utama Samagi Jana Balawegaya (SJB), adalah kandidat utama lainnya. Premadasa bersaing dengan Dullas Alahapperuma, seorang anggota parlemen senior partai berkuasa yang menjabat sebagai menteri media massa dan juru bicara kabinet.

Baca: Gotabaya Rajapaksa Sebut Krisis di Sri Lanka Terjadi Sebelum Pemerintahannya

REUTERS 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus