Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Suara Panser vs Suara Pasar

Kelompok George Soros tampil sebagai lawan tangguh Bush dalam kampanye. Inilah medan tempat berbagai mesin perang akan bertarung melawan mesin-mesin pasar.

8 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari Iowa, kekalahan itu akan dimulai. Hasil putaran pertama pemilihan Presiden Amerika Serikat dua pekan lalu mengecewakan Partai Republik. Calon mereka, Dirk Gephardt's, kalah telak. Maka, kaum Republiken (pengikut Partai Republik) berdebar menantikan nasib Bush yang akan menjajal New Hampshire dalam kampanye 1 Februari. John Kerry, calon terkuat sekarang dari Partai Demokrat, telah menang dalam pemilihan awal di negara bagian ini pada Rabu lalu. Alhasil, jika Bush cuma disambut dingin-dingin New Hampshire, bisa kian malu saja para pendukung Partai Republik.

Kampanye kepresidenan memang tak selalu mudah bagi Bush. Dulu, ia hampir terjegal oleh Al Gore, bekas wakil presiden di zaman Bill Clinton. Kini? Yang lebih mengkhawatirkan tim suksesnya adalah munculnya satu lagi musuh kuat: kelompok George Soros. Januari tahun lalu, Soros menerbitkan buku The Bubble of American Supremacy berikut komentar-komentar yang menohok pemerintah Bush.

Soros mengecam keras kebijakan luar negeri Bush dan akibat perang melawan terorisme yang digelar Amerika dan sekutunya saat ini. Ia menyebut kebijakan Bush sebagai politik supremasi. Artinya, dalam hubungannya dengan bangsa-bangsa berdaulat lain di muka bumi, AS selalu mendahulukan kekuatan ekonomi dan militernya. Hasilnya, menurut Soros, Amerika akan terlibat terus-menerus dalam aneka perang. "Melawan Bush," kata Soros," adalah fokus hidupku." Saat mendengar Bush berkata "Ikut kami atau menjadi musuh kami", Soros mengaku teringat pada Nazi.

Buku Soros belum seberapa menakutkan para Republiken. Yang lebih mencemaskan adalah ajakan terbukanya untuk menghentikan Bush. Lewat lembaga Open Society dan berbagai organisasi lain, ia sudah mendonasikan sekitar US$ 5 miliar (setara sekitar Rp 40 triliun) untuk menumbangkan rezim yang menurut dia anti-demokrasi di Asia, Afrika, dan bekas Uni Soviet. Ini debut pertamanya melawan calon presiden Amerika Serikat—negara yang memberinya kewarganegaraan setelah mengungsi dari Hongaria. Soros juga punya target yang sama di Zimbabwe, Libya, Myanmar, dan Turkmenistan.

Investor berusia 74 tahun itu mendapat kekayaannya dari lantai bursa di seluruh dunia. Lolos dari kekejaman Nazi dan Uni Soviet di Hongaria, ia bermigrasi ke Amerika Serikat. Ia lantas mendirikan yayasan nirlaba Open Society di berbagai negara untuk mendukung masyarakat yang transparan dan demokratis.

Sumbangan terbesarnya, US$ 10 juta, jatuh ke America Coming Together (ACT), sebuah organisasi liberal. Dia juga memberi lembaga analisis milik Clinton, The Centre for American Progress, senilai US$ 3 juta untuk melawan kelompok neo-konservatif di Washington. Dan US$ 2,5 juta ia alirkan ke Moveon.org, sebuah lembaga lobi yang ia dirikan untuk membela Clinton dari serangan Partai Republik pada masa pemerintahannya. Ditotal- total, Soros telah menyerahkan uang pribadinya senilai US$ 15,5 juta.

Soros lumayan pintar memainkan uangnya karena ia mendekati kelompok yang dalam perpolitikan Amerika terkenal dengan sebutan "organisasi-organisasi 527". Kelompok ini boleh menerima dana dalam jumlah tak terbatas, asalkan kegiatan mereka tak berhubungan langsung dengan partai politik atau kandidat presiden tertentu. Moveon.org juga sudah mengadakan lomba kampanye televisi anti-Bush yang diikuti sekitar seribu pelamar. "Mereka bisa membahayakan posisi kami," kata Scott Reed, seorang Republiken. Menurut dia, bila Demokrat menang, Soros akan mendapatkan bisnis di Irak.

Meski ini debut pertamanya memakai uang dalam perpolitikan Amerika, Soros sudah menuai julukan anti-Semit, anti-Amerika, dan kelas rendahan. Dia banyak diserang oleh surat kabar di Israel seperti Jerussalem Post. Kelompok politik sayap kanan di Amerika juga gerah melihat sepak terjangnya. Menurut mereka, Soros semestinya membantu kepentingan Yahudi. Karena Bush telah "berjasa" menyerang beberapa negara Arab yang menjadi musuh Israel, tentunya Presiden Amerika yang dijuluki "Sauron"—tokoh perusak hutan dalam film Lord of the Rings—oleh Greenpeace itu harus dibela. Gerai Internet GOPUSA milik Republiken juga menulis senada: Setan Hidup dalam Diri Soros.

Tapi, Bush pun tak kurang pendukung dari kalangan konglomerat. Yang paling menonjol adalah keluarga maha-konglomerat media, Rupert Murdoch. Menurut dokumen dari Federal Election Commission pada November lalu, Murdoch memberi kontribusi maksimum US$ 2.000 (jumlah ini adalah batas maksimum yang diizinkan Undang-Undang Dana Kampanye Calon Presiden) dalam kampanye Bush-Cheney Juni lalu. Tapi, seperti konglomerat Amerika lainnya, keluarga Murdoch juga memecah kolektenya kepada kandidat Partai Demokrat.

Jumlah dana kampanye yang sekarang ada di seluruh rekening di Amerika, menurut data The Center for Public Integrity, adalah US$ 32 juta—belum termasuk dana Soros di ACT. Juru bicara kampanye Bush, Scott Stanzel, mengatakan kelompok anti-Bush bisa saja mengumpulkan hingga US$ 400 juta. Sekadar bandingan, Bush saat ini "hanya" punya US$ 170 juta.

Orang-orang Bush pun segera menyebarkan surat elektronik melalui komputer. Isinya, menuduh kelompok independen menerima uang dari luar negeri—tindakan terlarang menurut Undang-Undang Dana Kampanye di Amerika. "Untuk melawan para konglomerat liberal dan banjir dana dari luar negeri, kami membutuhkan bantuan Anda," begitulah antara lain bunyi e-mail itu.

Wes Boyd, pendiri Moveon.org, kontan membalas surat elektronik tersebut. Katanya, mereka tak pernah menerima dana dari luar negeri. Dan tak ada pula permintaan dari para donatur untuk mengegolkan kandidat tertentu. Tapi Bush tentu tak berpangku tangan saja. Irak saja disikatnya, apalagi cuma lawan kampanye. Lalu, siapa sekutu utamanya untuk bertahan di Gedung Putih? Siapa lagi kalau bukan para pengusaha yang diuntungkan oleh kebijakan politik dan ekonominya.

Bush menyebut mereka dengan julukan Asosiasi CEO (chief executive officer). Orang-orang Bush pun tak kalah pintar. Senjata mereka melawan Soros adalah para pengusaha Amerika. Pasar ditarungkan dengan pasar, begitulah taktiknya. Tujuh asosiasi pengusaha sudah menjadi target Bush, kendati hasilnya belum jelas.

Thomas Kuhn, Presiden Edison Electric Institute, adalah pemain utamanya. Kuhn, lulusan Yale tahun 1968, adalah teman sekelas Bush. Dia menyumbang US$ 100 ribu dalam kampanye Bush-Cheney sebagai ekspresi dukungan pribadi. Pemain utama lainnya adalah Presiden Asosiasi Agen Bir Amerika, David Rehr.

Secara terus terang ia mengakui mendukung kampanye Bush dan tak berkeberatan menjadi anggota Asosiasi CEO untuk Bush. Tak cuma menyumbang duit besar, ia juga memajang wajah Bush di layar besar ketika ia bicara dalam pertemuan tahunan asosiasinya di Texas. Pertarungan di medan kampanye telah dimulai. Dan Bush bakal mencari-cari sandaran pada kaum Republiken sejati macam Davin Rehr dan kawan-kawan.

I G.G. Maha Adi (Washington Post, CNN.Com, Atlantic Monthly)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus