Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BILL Xia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menembus ”Tembok Besar” Cina. Dia tak hendak meniru sulap David Copperfield. Tembok Besar ini bukanlah tembok yang membentang 8.851 kilometer dari Shanhaiguan di Cina bagian timur hingga Lop Nur di ujung barat. Ini perangkat yang dibuat pemerintah Cina untuk menyaring, menyadap, dan menyensor semua lalu lintas informasi yang keluar-masuk di jaringan Internet Negeri Tirai Bambu.
Resminya bernama Golden Shield, proyek ini dirancang sejak 1998 dan mulai beroperasi pada 2003. Sekarang diperkirakan ada lebih dari 30 ribu ”polisi” Internet yang mengoperasikan dan mengawasi proyek Perisai Emas. Kegiatan program ini menghapus materi pornografi dan informasi politik yang sensitif bagi pemerintah Cina. Umpamanya masalah Tibet, pembantaian Tiananmen 1989, dan kerusuhan di Urumqi, Xinjiang, tahun lalu. Juga menutup akses ke Facebook, Twitter, dan YouTube.
Coba buka situs Baidu.cn, mesin pencari yang paling banyak digunakan di Cina, dan ketik kata ”Tiananmen”. Anda hanya akan menemukan lima alamat situs yang sama sekali tidak memberikan informasi apa pun soal peristiwa kelam itu. ”Pemerintah Cina semakin ketat menyensor Internet,” kata Rebecca MacKinnon, dosen jurnalistik di University of Hong Kong, dua pekan lalu.
Bill, yang kini mendirikan perusahaan teknologi informasi Dynamic Internet Technology Inc. di North Carolina, Amerika Serikat, meninggalkan negerinya pada awal 1990-an. Sebagai pengikut Falun Gong, yang dilarang, Bill tak lagi nyaman tinggal di negeri itu. Sejak itu, sebagai ahli teknologi informasi, dia memfokuskan hidupnya membantu warga Cina mendapatkan akses informasi seluas-luasnya.
Bagi dia, proyek Perisai Emas menjadikan pemerintah Cina tak ubahnya Saudara Besar, seperti dalam novel 1984 karya George Orwell, yang getol mengawasi dan memata-matai rakyatnya. ”Mereka sangat pintar. Kami harus bergerak cepat,” kata Bill. Kemampuan proyek bernilai puluhan triliun ini dalam menyaring informasi memang luar biasa.
Untuk mengelabui saringan dan menembus blokade Perisai Emas, Bill membuat perangkat lunak gratis Freegate yang bisa dipakai pengguna Internet di negerinya. Dengan Freegate, mereka bebas menjelajahi situs-situs yang diblokir Perisai Emas. Tapi dengan cepat Golden Shield menambal lubang-lubang yang dapat ditembus Freegate dan peranti lunak lain.
Tahun lalu, misalnya, pemerintah Cina menutup akses mengunduh AnchorFree, peranti lunak yang bisa menembus Golden Shield. ”Kami sudah lebih dari 20 kali memperbarui Freegate,” kata Bill. Sekarang ada lebih dari 300 ribu pengguna Freegate di Cina.
Freegate bersama UltraSurf buatan UltraReach Internet dan juga TriangleBoy yang dibuat SafeWeb kini terus adu cepat dan kucing-kucingan dengan polisi Internet Perisai Emas. ”Tapi, tanpa ada dukungan, kami tidak mungkin bisa terus selangkah di depan pemerintah Cina,” Bill berkeluh-kesah.
Banyak cara pemerintah Cina mengendalikan informasi di Internet. Mereka tak hanya menyaring informasi, tapi juga memaksa perusahaan-perusahaan teknologi informasi menyensor sendiri informasi yang sensitif di mata pemerintah. Perusahaan penyedia jasa akses Internet, raja Internet lokal seperti Baidu, serta raksasa Internet global seperti Microsoft, Yahoo, dan Google pun dipaksa tunduk.
Jika hendak menembus pasar Internet Cina yang sangat besar, mereka memang tak punya pilihan lain. Menurut data Pusat Informasi Jaringan Internet Cina, hingga akhir 2009, jumlah pengguna Internet di negeri itu sudah menggapai 384 juta orang. Ya, ini angka terbesar di seluruh dunia dan jumlah itu terus melesat. Tahun lalu, jumlah pengguna Internet tumbuh 29 persen dibanding 2008. Google Cina, yang mengoperasikan situs Google.cn sejak Januari 2006, juga dipaksa tunduk pada kebijakan swasensor itu.
Google, yang menduduki posisi kedua mesin pencari Internet di Cina setelah Baidu, merasa kebijakan swasensor tak selaras dengan motonya, ”Don’t be evil”. Google kian gerah tatkala awal Januari kemarin layanan surat elektroniknya, Gmail, diserang para peretas. Para peretas itu mencoba mengintip dan mencuri data di akun Gmail milik beberapa aktivis pembela hak asasi manusia asal Cina. Google menduga serangan itu bersumber dari beberapa alamat di daratan Cina.
Sebagai ”balasan” atas serangan itu, Google mengancam mencabut kesepakatan swasensor. Mereka juga memutuskan menunda penjualan telepon seluler bersistem operasi Android di negeri itu. Perusahaan yang didirikan duo Sergei Brin dan Larry Page itu bahkan berancang-ancang angkat kaki dari daratan Cina. ”Dalam beberapa pekan ini, kami akan berdiskusi dengan pemerintah Cina, apakah memungkinkan bagi kami beroperasi tanpa sensor,” kata David Drummond, Kepala Urusan Hukum Google.
Apabila Google benar-benar menutup kantornya di Cina, mereka akan kehilangan pendapatan US$ 300 juta atau sekitar Rp 2,8 triliun per tahun. Keberanian Google ”melawan” sensor disambut dukungan berbagai pihak. Seorang pengusaha di Cina mengumbar sanjungan atas sikap Google. ”Siapa di dunia ini yang punya otoritas moral melawan Cina? Hanya Google, dan mereka telah menembakkan pelurunya,” kata dia.
Pemerintah Amerika Serikat juga ada di belakang Google. Menteri Luar Negeri Hillary R. Clinton bahkan menantang perusahaan-perusahaan teknologi informasi Amerika melawan segala bentuk sensor Internet di mana pun mereka beroperasi. ”Perusahaan Amerika harus punya sikap. Sikap ini akan menjadi ’merek’ nasional kita,” kata Hillary Clinton. Dia meminta pemerintah Cina segera menginvestigasi serangan terhadap Gmail.
Tapi ”Tembok” Cina tak tergoyahkan. Menurut Jiang Yu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, seperti negara lain, mereka mengatur industri Internet. Soal ancaman Google, dia mengatakan, ”Pemerintah kami menyambut semua perusahaan Internet berbisnis di negeri ini selama mereka menaati hukum Cina.” Direktur Kantor Informasi Negara, Wang Chen, menangkis tudingan bahwa pemerintah Cina berada di balik serangan ke akun Gmail. Pemerintah, kata dia, juga menjadi korban serangan para peretas.
Repotnya, dalam pertempuran melawan sensor, perusahaan Internet Amerika tak satu suara. Pendiri Microsoft, Bill Gates, malah menganggap enteng sensor itu. Menurut dia, sensor pemerintah Cina amat terbatas dan gampang ditembus. Bagi Gates, tunduk pada perintah swasensor hanyalah bagian dari urusan bisnis. ”Anda harus memilih, mau taat atau tidak? Jika tidak, urusan bisnis selesai,” kata orang terkaya di dunia itu. Steve Ballmer, bos Microsoft, menilai sikap Google berlebihan. Bagi dia, sensor bukan soal. ”Jika pemerintah Cina memerintahkan, kami akan menghapus informasi itu di Bing,” ujarnya. Bing adalah mesin pencari Internet saingan Google milik Microsoft.
Sapto Pradityo (New York Times, USA Today, AFP, Xinhua, Chinascope)
Sensor di Negeri Tirai Bambu
14 JUNI 2005 7 SEPTEMBER 2005 25 JANUARI 2006 9 FEBRUARI 2006 APRIL 2007 1 APRIL 2008 16 OKTOBER 2008 9 JUNI 2009 JULI 2009 13 JANUARI 2010
Microsoft setuju menyensor fasilitas blognya di MSN Cina.
Yahoo dituding memasok informasi di balik penahanan wartawan Shi Tao.
Google.cn mulai beroperasi dan menyensor mesin pencarinya.
Reporters Without Borders menuduh Yahoo membantu pemerintah Cina dalam penangkapan aktivis Li Zhi.
MySpace versi Cina beroperasi dan menyensor semua informasi yang berkaitan dengan kemerdekaan Taiwan, Falun Gong, dan Dalai Lama.
Selama Olimpiade Beijing, Cina membuka akses ke Wikipedia, Blogger, dan YouTube. Tapi akses ke ribuan situs lain tetap ditutup.
Pemerintah Cina menerbitkan aturan yang memerintahkan pengguna warung Internet difoto dan menunjukkan identitas.
Cina mewajibkan pembuat komputer memasang peranti lunak sensor Green Dam.
Selama kerusuhan di Urumqi, pemerintah memblokir semua pencarian Internet dengan kata kunci ”Urumqi”.
Google mengancam hengkang dari Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo