Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia dikenal sebagai negara yang mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Hubungan Indonesia dengan Palestina memang memiliki akar sejarah yang kuat. Bahkan Presiden Sukarno pernah menyatakan 'Selama Kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah Bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel,"
Dukungan sekeras itu bukan tanpa alasan. Seperti diketahui, dalam upaya perjuangan kemerdakaan, Indonesia membutuhkan dukungan internasional dari bangsa-bangsa di dunia, dan dukungan kepada kemerdekaan Indonesia pertama kali muncul dari bangsa-bangsa di Timur Tengah.
Mesir tercatat sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Tak hanya itu, tokoh-tokoh yang berasal dari Palestina juga mendukung dan ikut mengkampanyekan kemerdekaan Indonesia. Mereka adalah Syekh Muhammad Ammin Alhusaini dan Muhammad Ali Taher.
Dilansir dari buku Mata Air Keteladanan, karya Yudi Latif, Syekh Muhammad Ammin sebagai mufti Palestina dan Muhammad Ali Taher mendukung kemerdekaan Indonesia. Ali Taher bahkan menyumbangkan uangnya di Bank Arabia untuk membantu perjuangan Indonesia. "Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia," kata Ali Taher.
Profil Muhammad Ali Taher
Dilansir dari Palquest.org, Muhammad Ali Taher lahir di kota Nablus, Palestina pada 1896. Dia merupakan seorang pahlawan Palestina dan salah satu tokoh penting gerakan nasionalis Arab.
Pada 1912, ia pindah ke Mesir dan sempat dipenjara karena aktivitas nasionalisnya. Pada 1914, dia menuliskan artikel berjudul “Zionis di Palestina” ketika dirinya menjadi koresponden di surat kabar Fata al-‘Arab. Dari sini Ali Taher terus menerbitkan artikel yang mencakup situasi di Palestina di bawah pendudukan Inggris.
Dilansir dari eltaher.org, Eltaher mendirikan Kantor Informasi Palestina Arab dan Komite Palestina di Mesir pada 1921. Komite Palestina di Mesir terdiri dari orang Palestina, Mesir, dan Arab lainnya, termasuk penulis, ulama agama, penyair, jurnalis, pengacara, dan intelektual lainnya. Komite ini menjaga masyarakat di Mesir dan dunia Arab dan Islam tetap menyadari aktivitas berbagai gerakan pembebasan nasional dengan menerbitkan pernyataan, panggilan, keluhan, dan komentar tentang peristiwa-peristiwa saat itu di negara-negara ini.
Ali Taher kemudian mendapatkan lisensi untuk membuat sebuah surat kabar mingguan. Ia menamai surat kabat itu “Ashoura” di Kairo, Mesir ntuk meningkatkan jangkauan tulisannya dan memperluas dampaknya dalam konteks perjuangan nasionalis. Surat kabar ini fokus pada isu-isu politik terkait dengan wilayah Levant dan negara-negara Maghreb atau Afrika Utara. Edisi pertama diterbitkan pada 22 Oktober 1924.
"Ashoura" dengan cepat menjadi suara pergerakan nasionalis Arab di Mashreq dan negara-negara Maghreb, serta merangkul negara-negara Muslim lain seperti India dan Indonesia.
Setahun setelah menerbitkan surat kabar, Ali Taher kembali ke Palestina untuk melihat pertumbuhan permukiman Zionis yang dibantu Inggris. Dari situ, ia kemudian semakin gencar mengkritik Inggris dan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyetujui rencana pemisahan Palestina pada tanggal 29 November 1947. Ia menganggap Inggris bertanggung jawab atas kekejaman yang terjadi di sana.
Setelah pecahnya Perang Dunia II pada 1939 dan dinyatakan keadaan darurat di Mesir, Eltaher membubarkan Komite Palestina dan Biro Informasi Palestina Arab serta menghentikan semua aktivitas politik. Namun, pihak berwenang Inggris terus mengejar dia. Ia ditangkap pada 21 September 1941 dan ditahan di penjara bagi orang asing di Kairo. Namun, ia berhasil kabur. Ali Taher kemudian pergi ke Damaskus sampai Lebanon. DI Beirut, Lebanon, ia menetap pada 1957. Di tempat itu pula, Ali Taher meninggal pada 22 Agustus 1974.
Pilihan Editor: 5 Negara Komunis yang Dukung Palestina dari Penjajahan Israel
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini