Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Syair 'Tidak' untuk Mubarak

Ribuan orang menentang Muhammad Husni Said Mubarak mencalonkan diri lagi untuk kelima kalinya sebagai presiden. Mereka siap menjegalnya dalam pemilu.

20 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NEGARAKU, engkau tertekan politik dan ekonomi. Engkau butuh revolusi, negaraku!" Penggalan syair lagu kebangsaan Mesir ini sejatinya begini: "Negaraku, engkau memiliki rasa sayang dan hatiku." Syair yang dipelesetkan oleh ribuan pengunjuk rasa ini sengaja dilantunkan untuk mengiringi aksi diam di depan Pengadilan Tinggi Kairo, Mesir, pekan lalu. Sebuah aksi protes terhadap rencana Muhammad Husni Said Mubarak mencalonkan diri sebagai presiden untuk kelima kali.

Dalam aksi itu, sebagian pengunjuk rasa tampak menempelkan stiker kuning bertuliskan "Cukup!". Stiker menutup rapat mulut mereka. Berbagai spanduk dan poster juga digelar di sepanjang halaman pengadilan. Antara lain berbunyi "Tak ada tempat lagi (untuk Mubarak?Red)". Sementara itu, ratusan polisi berseragam antihuru-hara mengapit rapat massa. Truk, mobil water canon, maupun tank telah disiapkan di sana. Namun, selama empat jam berlangsung, aksi berakhir damai.

Veteran kelompok oposisi, Kamal Khalil, saat berorasi mengatakan siap melawan pencalonan Mubarak dan menentang permainan anaknya, Gamal Mubarak, meloloskan sang ayah. "Saya akan mempertahankan ide dan prinsip, meski harus ditangkap dan diimpit ribuan tank," kata pria berusia 55 tahun ini, seperti dikutip Associated Press. Khalil adalah salah satu korban kezaliman rezim pemimpin bekas tentara Angkatan Udara Mesir itu. Sudah 15 kali ia berlangganan masuk penjara sejak 1968.

Gerakan Mesir untuk Perubahan, sebuah organisasi partai politik dan intelektual, menjadi promotor unjuk rasa itu. Atas nama kelompok Islam, nasionalis, paham kiri, dan liberal, protes ini menuntut perubahan konstitusional agar pemilihan presiden 2005 tidak hanya didominasi satu kandidat. Aktivis Islam, Magdi Ahmed Hussein, menyebut aksi ini bernilai sejarah lebih besar ketimbang jumlah partisipasi massanya. Aksi ini, kata dia, pintu gerbang menuju fase baru.

Penulis novel Nawal Saadawi juga bungah saat melihat ribuan pria dan wanita turun ke jalan menolak warisan kepemimpinan dan berlabuhnya "kapal diktator" Mubarak. Ibarat batu yang dilempar ke air, kata dia, telah menyemburatkan simpati massa. Perempuan 73 tahun ini bahkan mengaku akan menjadi kandidat presiden. "Saya ingin mencalonkan diri melalui debat perubahan konstitusi," kata sang novelis, yang juga ikut turun ke jalan.

Aksi ini merupakan kelanjutan petisi yang ditandatangani lebih dari 650 orang?kelompok Islam, komunis, dan pengacara?pada Oktober lalu. Mereka meminta amendemen konstitusi Mesir agar presiden hanya diberi batas terbanyak dua kali memimpin. Sehingga Mubarak, lelaki gaek kelahiran Mesir 24 Mei 1928, seharusnya tak dapat mencalonkan diri lagi.

Nabil Zaki, editor Al-Ahali, koran sayap kiri partai oposisi Tagammu, justru melihat rencana suksesi Mubarak kian gencar. Poster raksasa Gamal, anak Mubarak, dengan tokoh-tokoh Mesir, terpampang di jalanan Kairo. Hal ini menjadi sinyal yang me-yakinkan masyarakat bahwa Gamal sedang me-rancang suksesi sang ayah. Parlemen, yang didominasi Partai Nasional Demokratik (NDP) pendukung Mubarak, selama ini juga hanya mencalonkan kandidat tunggal.

Inilah aksi terbesar pertama memprotes Mubarak sejak bertahan memimpin Mesir selama 23 tahun. Mubarak menjadi presiden sejak menggantikan Anwar Al Sadat, yang dibunuh kaum Islam militan pada 6 Oktober 1981. Sejak itu rezim Mubarak sudah turun-temurun melekat kental dengan Mesir. Sesuai dengan aturan, masa jabatan rezim Mubarak berakhir Oktober tahun depan. Meski tak ada sinyal Mubarak berhenti, massa siap menghadang hingga Pemilu 2005 nanti.

Eduardus Karel Dewanto (BBC, AP, Aljazeera, Middle East)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus