Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Terbebas Setelah 148 Hari

Presiden Duterte menyatakan Marawi terbebas dari teroris. Tugas berikutnya membangun kembali kota yang hancur lebur itu.

22 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESAN pendek dari keluarga Isnilon Totoni Hapilon di Basilan, Filipina selatan, itu tiba di ruang redaksi The Philippine Star di Manila, Senin pekan lalu. "Wafat neh Sir. Sure ne teed," begitu isi pesan pendek sepupu Hapilon dalam dialek Yakan tersebut. Pesan itu menyatakan keluarga sudah memastikan bahwa Isnilon tewas di Kota Marawi.

Hapilon, pemimpin teroris dari kelompok Abu Sayyaf, diberitakan tewas bersama Omarkhayam Maute, pentolan kelompok Maute, dalam sebuah baku tembak dengan tentara Filipina, Senin pagi. Panglima Militer Filipina Jenderal Eduardo Ano membenarkan kabar itu. "Mereka kini tanpa pemimpin dan tidak lagi terorganisasi," katanya. Dia menambahkan, perang melawan milisi Maute dan Abu Sayyaf belum sepenuhnya berakhir karena, "Masih ada pertempuran kecil."

Keesokan harinya, Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte menyambangi Marawi. Ini kunjungan ketujuh Duterte sejak konflik meletus di ibu kota Provinsi Lanao del Sur di Mindanao sejak 23 Mei lalu. "Saya mengumumkan bahwa Kota Marawi telah terbebas dari pengaruh teroris," ujar Duterte, yang disambut tempik-sorak tentara.

Bagi Filipina, kematian Hapilon sangat penting. Pria 51 tahun asal Basilan yang disebut sebagai "emir" Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Asia Tenggara itu telah memicu perang kota terbesar dalam sejarah Filipina. Pertempuran melawan Maute dan Abu Sayyaf membuat Marawi hancur, menewaskan sedikitnya 847 milisi, 163 tentara, dan 47 warga sipil. Perang juga memaksa lebih dari 359 ribu penduduk mengungsi.

Tewasnya Hapilon itu didahului oleh sebuah serangan pasukan khusus kompi kedelapan Scout Ranger pada hari ke-148 perang di kota tersebut. Berselimut gelap, pasukan Ranger menyerbu setelah berhasil mendeteksi mereka dengan perangkat yang dikendalikan dari jarak jauh. Bersama para pengikutnya, Hapilon dan Omar saat itu tengah bergerak dari satu gedung ke gedung lain ketika timah panas menghujani mereka. Setelah empat jam, baku tembak yang dimulai pada pukul 02.00 itu pun berakhir.

Seusai kontak senjata itu, tentara mendapati lebih dari selusin pria bersenjata terkapar tak bernyawa. Dua di antaranya dikenali sebagai Hapilon dan Omar. "Maute tewas dengan luka tembak di kepala, sementara Hapilon tertembus peluru di dadanya," kata seorang tentara. Pejabat militer lainnya, seperti dikutip Manila Times, mengatakan bahwa keduanya tumbang satu demi satu oleh penembak jitu yang menggunakan senapan jarak jauh serta dilengkapi perangkat penglihatan malam.

Seusai tewasnya dua pentolan itu, suara baku tembak masih terdengar di beberapa titik di Marawi. Juru bicara militer Filipina, Mayor Jenderal Restituto Padilla, mengatakan ada sekitar 30 milisi, termasuk kombatan asing, yang tersisa. "Sedikitnya ada 20 warga sipil menjadi sandera," ujarnya. Padilla menyatakan tentara telah mengepung para milisi di area seluas tak lebih dari dua hektare itu.

Di antara puluhan milisi yang tersisa itu terdapat nama Mahmud Ahmad. Bekas dosen di Departemen Studi Islam di Universiti Malaysia, Kuala Lumpur, itu masuk daftar kombatan asing yang bertempur di Marawi. Ia juga disebut sebagai donatur kelompok Hapilon dan Maute. Namun, pada Rabu pekan lalu, Mahmud dikabarkan terbunuh dan jasadnya dikubur. "Akan kami cari mayatnya (untuk memastikan)," kata Jenderal Ano.

Matinya Hapilon masih menyisakan tugas lanjutan bagi pemerintah di Manila, yaitu membersihkan kota berpenduduk mayoritas muslim itu dari jejak teroris. Membangun kembali kota yang nyaris rata dengan tanah akibat serangan udara, serangan artileri, dan perang kota yang sengit itu juga tidak mudah. "Warga Maranao mohon bersabar," kata Kolonel Romeo Brawner, Kepala Satuan Tugas Ranao Militer Filipina, merujuk pada kelompok etnis terbesar yang menghuni Marawi itu.

Mahardika Satria Hadi (phil Star, The Straits Times, Gma News)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus