Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEMANG bukan pertanda politik yang sehat, bahwa dalam kurang dari empat bulan Jepang berganti perdana menteri hingga tiga kali. Pertama akhir Juni lalu, Takeshita mundur digantikan Sosuke Uno. Dua pekan lalu, Uno pun resmi digantikan Toshiki Kaifu. Krisis ini mencerminkan suramnya Partai Demokratik Liberal (PDL), partai berkuasa sejak akhir Perang Dunia II. Skandal suap dan wanita benar-benar meruntuhkan citra PDL. Dipilihnya Kaifu sebagai nakoda PDL kini diharapkan "orang yang tak begitu dikenal" itu mampu menegakkan kembali wibawa PDL. Diharapkan kabinetnya antara lain mencerminkan susunan menteri yang bersih, dan mengemukakan generasi muda. Pekan lalu terbukti harapan itu jauh panggang dari api. Lima orang, termasuk Kaifu, dalam kabinet baru ternyata pernah menerima uang dari Recruit Co., perusahaan yang dituduh rajin menyuap orang-orang pemerintahan. Dan selain Kaifu, 58 tahun, serta beberapa menteri, rata-rata personel kabinet baru di atas 62 tahun. Harapan satu-satunya adanya dua wanita dalam kabinet ini. Yakni sebagai Menteri Negara Perencanaan Ekonomi, dan Menteri Urusan Lingkungan Hidup. Inilah pertama kalinya sejarah kabinet Jepang menyertakan dua wanita sekaligus. Mudah ditebak, Kaifu agaknya ingin membonceng suasana: Jepang lagi demam kebangkitan wanita dalam politik. Dulu pernah ada juga tiga menteri wanita, tapi tak lebih dari seorang dalam satu kabinet. Sumiko Takahara, 56 tahun, Menteri Perencanaan Ekonomi, tampaknya dibebani tugas merebut suara para ibu rumah tangga. Takahara, lulusan Fakultas Perdagangan Universitas Hitotsubashi, pernah menjadi wartawan majalah Economist. Ibu seorang putri ini memang terkenal sebagai pengamat ekonomi dapur alias ekonomi mikro. Salah satu bukunya berjudul Istri yang Menyukseskan Suami. Dari Takahara-lah PDL berharap kebijaksanaan menaikkan pajak konsumsi yang membuat Uno jatuh - bisa dijelaskan kepada para ibu rumah tangga. ?'Pajak konsumsi tak terhindarkan untuk menaikkan kesejahteraan orang jompo yang akan semakin besar jumlahnya di masa datang," katanya kepada wartawan. Tapi pagi-pagi Takahara sudah harus ketemu lawan. Manae Kubota, 64 tahun, dari Biro Wanita Partai Sosialis Jepang (PSJ), sudah membaca jurus bekas wartawan ekonomi itu. "Ada maksud pemerintah Kaifu menyuruh menteri perencanaan ekonominya untuk berpropaganda soal pajak konsumsi," katanya. Bisa diduga, kampanya kenaikan pajak kabinet Kaifu bakal berbenturan dengan kampanye PSJ, menjelang pemilihan majelis rendah, tahun depan - pemilihan yang kini pun sudah dicemaskan oleh PDL akan dimenangkan oleh PSJ. Menteri wanita yang lain adalah Mayumi Moriyama, 61 tahun, sebagai Menteri Urusan Lingkungan Hidup. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Tokyo ini dikenal sebagai feminis. Ia populer dengan anjurannya bahwa karyawan wanita tak boleh kalah dari karyawan pria. Ia mengajak kaumnya untuk juga "minum minuman keras, main golf, dan main mayung." Itulah cara Kaifu mencoba menarik suara kaum hawa. Malangnya, strategi itu tak mudah menggelinding, setidaknya untuk sementara, dan mungkin karena mudah dibaca lawan. Menurut hasil pengumpulan pendapat Fuji TV, salah satu stasiun TV swasta utama di Tokyo, angka popularitas pemerintah Kaifu kurang dari 40%. Meski angka itu sedikit lebih tinggi daripada pemerintah Uno, masih rendah ketimbang pemerintah sebelumnya. Ada yang meramalkan inilah kabinet PDL terakhir. Jadi, siapakah yang menang? Bisa dijawab singkat: kaum wanita. Soalnya, kemenangan PDL maupun PSJ sama-sama tergantung para ibu rumah tangga. Sayonara, Otoko no hito - selamat tinggal, pria. Seiichi Okawa (Tokyo) & FS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo