Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ternyata Perang Berlanjut Terus

Perang Irak-Iran terus berkobar, dikhawatirkan akan meluas ke negara-negara teluk Persia. Israel dicurigai menyerang instalasi nuklir irak. ekspor minyak ke-2 negara praktis terhenti. as bersikap netral.

11 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAMPU jalan padam. Ada larangan menghidupkan lampu yang memberi cahaya terang keluar rumah. Namun penduduk Baghdad rupanya tak peduli dengan suasana perang. Kehidupan malam sama sekali tidak berhenti di ibukota Irak itu. Rumah makan tetap penuh. Bis juga tetap jalan. Hanya kendaraan pribadi yang jarang terlihat, karena bensin mulai sulit diperoleh. Wartawan TEMPO Zulkifly Lubis melaporkan suasana itu. Pekan lalu ia memasuki Irak melalui Kuwait. Karena semua penerbangan sipil dari Kuwait dibatalkan, ia menempuh jalan darat ke Basra, suatu kota di sebelah barat Shattal-Arab, jalur perairan yang menjadi pangkal sengketa Irak dengan Iran (lihat Suez Paman Saddam). Basra yang jaraknya hanya 21 km dari jalur perairan itu sering kali -- hampir tiap jam -- membunyikan sirene, tanda bahaya serangan udara dari Iran sebelah timur Shatt-al-Arab. Kota itu memang jadi salah satu sasaran penembakan pesawat jet Iran. Tapi di situ pun penduduk sudah begitu terbiasa dengan sirene hingga mereka tetap saja berjalan. Dan pasar di kota itu tidak jadi sepi karenanya. Banyak berkeliaran tentara yang membawa senjata AK buatan Uni Soviet. Dari Basra ke Baghdad, sekitar 600 m jalan darat, lalu lintas kendaraan tampak seperti biasa. Suasana perang baru terasa ketika seseorang mencari kendaraan umum -- cukup sulit dan mahal. Sial, kami harus bayar taksi 100 dinar (Rp 200.000), "keluh wartawan Jepang sesampainya di Baghdad dari Basra. (Wartawan TEMPO yang berhemat menumpang bis saja untuk perjalanan sejauh itu). Para wartawan asing, yang banyak julmlahnya, menginap di Al Mansour Melia Hotel, Baghdad, hampir terkendali. Mereka sewaktu-waktu menerima komunike resmi tentang jalannya pertempuran. Sabtu pagi, sirene kembali mengaung, yang disertai gencarnya suara tembakan meriam penangkis udara. Sekitar 50 wartawan asing sudah hendak berangkat ke Mehran, wilayah Iran yang baru saja diduduki pasukan Irak. Mereka segera berlompatan dari bis dan mengacungkan kamera masing-masing ke langit. Tiada lagi yang berlindung seperti hari-hari pertama. Sebagian wartawan itu mengacungkan alat perekam -- rupanya merekam suara meriam. Itu hanya 15 menit. Tak ada komunike militer tentang kedatangan pesawat Iran tadi. SERANGAN udara yang paling mengagetkan Baghdad ialah terhadap reaktor nuklir dekat ibukota itu. Sedikitnya tiga F-4 Phantom terbang rendah (30 September) dan melepaskan peluru (missiles) kendali ke instalasi itu yang dibangun dengan bantuan Prancis. Penyerang itu "kami yakin pesawat Israel," ujar Menteri Pertahanan Irak, Adnan Khairullah, pada pers. PM Israel Menachem Begin segera membantahnya pemberitaan itu dibesar-besarkan oleh pers Prancis. Harian Le Monde, misalnya membayangkan bahwa Angkatan Udara Israel telah menggunakan peperangan di Teluk Persia untuk memukul pusat atom Irak, yang dianggap berbahaya sekali bagi keamanan Israel. Menurut sumber militer Barat yang dikutip pers Israel, reaktor Isis dan Osirak dekat Baghdad itu direncanakan akan akan menyediakan bom atom Arab pertama bagi Irak tahun 1985. Tapi jadwal itu kini disangsikan karena semua 74 teknisi Perancis yang bekerja di sana telah diungsikan keesokan harinya ke Perancis. Sedang kerusakan yang timbul, walaupun sedikit, mungkin berakibat menunda pekerjaan riset nuklir itu agak lama. Perjalanan bis wartawan ke Mehran memakan waktu 10 jam pp dengan singgah di kota itu 20 menit saja. Mehran jatuh ke tangan Irak tiga hari setelah invasinya 22 September. Tak kelihatan bekas-bekas serangan militer di kota itu. Pcnducluknya mengungsi sebelum kedatangan tentara Irak. Toko-toko mereka tinggalkan begitu saja, tapi tak ada kesan habis dirampok. Pukulan pasukan Irak mengagetkan lawannya pada minggu pertama. Qasr-e-Shirin yang di sebelah utara Mehran juga direbutnya. Dezful, Ahwaz Khorramshahr dan Abadan terkepung. Tapi Iran ternyata tidak mundur begitu saja. Memasuki minggu kedua peperangan ini, Iran malah menunjukkan perlawanan sengit (lihat Bentrokan dan Kemacetan Alat-alat Besar). Hingga Irak -- atas anjuran Dewan Keamanan PBB --menawarkan gencatan senjata, yang akan berlaku mulai 5 Oktober. Dengan pasukan Irak berada di wilayahnya ratusan kilometer persegi, Iran secara galak menolak usul gencatan senjata itu. Kebetulan Iran tidak mau membiarkan Irak untuk menguasai Shatt-al Arab. Memang awal pekan ini kedua pihak cenderung melanjutkan peperangan. Ekspor minyak dari Irak-lran sejumlah 3,5 juta barrel sehari praktis terhenti. Sebelum konflik itu sebagian besar ekspor minyak Irak berlangsung dari Pelabuhan Al Faw, terminal utamanya di lepas pantai. Al Faw kini dikabarkan remuk, sama halnya dengan instalasi minyak Irak di Basra, sebagai akibat serangan balasan Iran. Sedang jaringan pipa minyaknya yang melintasi Suriah, Lebanon dan Turki juga rusak. Iran terpukul sekali oleh kebakaran kilang minyaknya di Abadan --terbesar di dunia. Walaupun terminal ekspor minyak Iran di pulau Kharg masih utuh tak mungkin bersisa lagi produksinya untuk dijual ke luar negeri. Kebutuhan dalam negerinya sendiripun terancam, seperti terbukti adanya pencatuan bahan bakar di Teheran sekarang. Pasaran minyak dunia mulai agak guncang, walaupun suplainya belum secara dirasakan berkurang. Arab Saudi berjanji meningkatkan produksinya yang kini 9,5 juta barrel per hari dengan 700.000 barrel lagi, guna mengatasi kekurangan yang ditimbulkan oleh konflik Iran-lrak. Kekhawatiran dunia lagi ialah kalau Selat Hormu tertutup. Sekitar 40% minyak keperluan kelompok negara non-komunis keluar dari Teluk Persia melintasi selat itu. Iran pekan lalu menyatakan armadanya tidak akan mengganggu lalu lintas tanker di situ. Namun Washington -- yang seolah belum yakin -- perlu mengingatkan kembali, seperti diucapkan Menteri Pertahanan Harold Brown: Amerika Serikat akan menggunakan kekuatan angkatan laut untuk menjaga Selat Hormuz tetap terbuka. AS menyatakan sikapnya akan netral dalam konflik Irak-Iran, tapi mengambil langkah seperlunya agar peperangan itu tidak meluas ke negara Teluk lainnya. Antara lain, AS mengirim empat pesawat (AWACS) radar ke Arab Saudi. Sembari terbang, pesawat itu secara elektronis bisa melihat sekitar 250 mil ke segala jurusan. Akan diketahuinya bila ada pesawat musuh mendekat bagian barat Teluk itu, malah bisa pula membantu AU Saudi mengatur penghadangannya. Radar terbang ini tampak sekilas bertujuan mencegah serangan Iran, yang tidak begitu bersahabat dengan Arab Saudi. Tapi siapa tahu, matanya juga memperhatikan gerak-gerik Soviet yang ditakuti akan tergoda melakukan intervensi ke Teluk Persia, sesudah Afghanistan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus