GEMPURAN pasukan lapis baja, dan artileri berat Irak menemui
titik henti di seluruh sektor terdepan medan pertempuran. Di
seputar kota Khorramshahr, Abadan, Ahwaz, dan Dezful (dalam
wilayah Iran), waktu itu tidak tampak lagi gerak maju pasukan
Irak Kota strategis Dezful -- yang menghubungkan Pelabuhan
Khorramshahr dan pengilangan minyak Abadan, serta Kota Ahwaz --
belum juga berhasil direbut para penyerbu.
Bahkan pasukan komando dan artileri berat Iran mulai memukul
mundur kedudukan Irak. Gejala ini menunjukkan Irak mulai
kehilangan momentum, demikian seorang analis militer NATO,
setelah tujuh hari Irak melancarkan serangan pendadakan (dimulai
22 September).
Peristiwa tersebut tentu saja agak mengherankan. Irak yang
mengambil inisiatif menyerang -- mengerahkan satu divisi pasukan
lapis baja dan dua divisi pasukan infanteri bermotor --
sesungguhnya lebih baik posisinya ketimbang Iran. Juga moral 200
ribu tentara reguler, dan 250 ribu tentara cadangannya jauh
lebih tinggi.
Apalagi pasukan lapis baja Irak memiliki 2.850 tank -- di
antaranya 50 tank T 72 (buatan Soviet), dan 100 AMX 30 (Prancis)
mutakhir -- dalam kondisi siap tempur. Baik dalam soal
perlengkapan militer, maupun kesiapan moral dan fisik personal,
Irak seharusnya mampu menggulung secepatnya kota-kota strategis
di provinsi kaya minyak Khuzestan.
Tapi kenapa gerak maju pasukan terhenti? Terhambatnya gerak maju
pasukan Irak, kata pengamat militer, disebabkan tidak
terpeliharanya kelangsungan suplai amunisi, bahan bakar, dan air
ke garis depan. Seharusnya Irak mengerahkan lagi dua divisi
pasukan lapis baja, begitu ujung terdepan pasukan mengepung
bota-kota Iran. Tapi sampai pekan ini, juga tidak tampak
tanda-tanda Irak akan menurunkan empat divisi pasukan infanteri
pegunungan -- yang ditempatkan berjaga di Timur Laut untuk
mencegah pemberontakan suku Kurdi.
Ujung terdepan pasukan lapis baja dan artileri berat Irak kini
mengambil posisi bertahan di sepanjang garis 300 km, membentuk
tapal kuda -- dengan bagian lengkung menjorok di wilayah Iran.
Mereka juga banyak mendirikan bunker beton pertahanan. Pasukan
lapis baja Irak, setelah dipukul roket anti tank dan pesawat F 4
Phantom Iran, tampak sulit masuk lebih jauh ke Khorramshahr.
Dikota ini, pasukan komando dan pengawal revolusi Iran,
bertempur dari rumah ke rumah. Dalam tiga hari hampir 200
tentara Irak berhasil dilukai. "Sulit sekali menguasai
Khorramshahr. Kami harus melawan musuh yang sangat fanatik, dan
kelewat berani, " kata seorang kolonel Irak di bunker
pertahanannya.
Sekalipun demikian, posisi Irak -- setelah merobek pertahanan
Iran di Khorramshahr -- tetap lebih baik ketimbang lawannya.
Kenapa? Hal ini disebabkan pasukan Irak berhasil memiliki detail
peta Khorramshahr yang memuat letak kawasan militer dan industri
minyak Iran. "Sehingga kami tahu persis di mana kedudukan musuh,
dan posisi kami sekarang," kata kolonel itu.
Yang mengherankan, hampir di seluruh lini pertempuran tak tampak
perlawanan hebat pasukan lapis baja dan artileri Iran.
Perlawanan hanya dilakukan oleh satuan artileri dan infanteri
kecil tak terkoordinasi. Ke mana pasukan lapis baja dan artileri
Iran? Mana pesawat tempur Iran -- bukankah Iran dulu diunggulkan
sebagai pengawal Teluk Persia?
Enam bulan lalu, suatu kelompok perwira Iran tiba di Whitehall,
Inggris, merundingkan pembelian amunisi untuk 875 tank Chieftain
buatan Inggris. Utusan itu juga meminta tambahan banyak
kenderaan Armoured Recovery Vehice (ARV) yang bertugas
memperbaiki dan mengetes mesin tank untuk mendukung gerakan
tank. Karena kekurangan ARV inilah, 60 tank Chieftain Iran
hingga kini masih terbenam di suatu gurun pasir -- dalam
latihan. Jenis tank ini, dan Scorpion (Inggris) sebanyak 250,
memang menjadi tulang punggung pasukan lapis baja Iran.
Tapi Iran ternyata juga sulit melakuka konsolidasi pasukan lapis
baja dan artilerinya.
Soalnya, sebagian besar basis pasukan lapis baja dan artilerinya
berada di perbatasan Afghanistan dan Uni Soviet-berjarak sekitar
1.300 km dari lini pertempuran sekarang. Tank Chieftain (berat
50 ton, dengan meriam 120 mm) tidak bisa dipaksa menempuh jarak
itu, sekalipun daya jelajahnya 450 km. Karena kelemahan pada
mesin, tank ini harus istirahat dan dicek setiap menempuh 100
km. Analis militer NAT0 memperkirakan, kini hanya 1 di antara 3
Chieftain Iran dalam kondisi tempur.
Untuk mengangkut Scorpion dan Chieftain ke lini depan, Iran tak
punya kendaraan pengangkut cukup. Kalau toh tank-tank tersebut
berhasil tiba di medan pertempuran, Iran sulit mendapatkan
operatornya. Karena sejak Khomeini melakukan pembersihan,
diperkirakan 45 ribu perwira profesional Iran melarikan diri.
Dan celakanya perlengkapan mutakhir komunikasi dan persenjataan
Chieftain tak bisa ditangani sembarang orang.
Sebagai satu-satunya cara untuk menghambat gerak maju lapis baja
musuh, Iran mengandalkan pada tank ringan M 60 A-1 buatan AS,
dan artileri howitzer M 109 (kaliber 155 mm). Juga roket anti
tank, dan pesawat Phantom. Tapi hasilnya masih belum tampak
efektif.
Kelangkaan suku cadang dan teknisi juga menimpa angkatan udara
Iran yang memiliki 447 pesawat tempur. Setelah teknisi AS
meninggalkan Iran -- dan kemudian disusul penghentian pengiriman
suku cadang -- hanya 8 di antara 77 pesawat buru sergap F 14
Tomcat yang bisa mengudara.
Pesawat mutakhir buatan Grumman, AS, ini, ketika dibeli 1976
berharga US$ 13,6 juta (Rp 8,5 milyar) sebuah. Ia mampu terbang
melampui dua kali kecepatan suara, dan menembak 24 sasaran
sekaligus. Juga dari jarak 130 km bisa meluncurkan enam peluru
kendali Phoenix -- dan dijagoi mampu merontokkan MiG 25 Foxbat
(Soviet).
Sementara Tomcat masih tersimpan di hanggar beton, Iran
mengandalkan serangan udara ke Irak pada keunggulan pesawat
pengebom F 4 Phantom dan 1 5 Tiger. Juga diperkirakan hanya 82
di antara 194 Phantom, dan 100 di antara 166 Tiger Iran yang
kini dalam kondisi siap tempur. Tanpa suku cadang cukup, dan
teknisi pendukung, "sebagian besar pesawat itu hanya bisa
digunakan untuk beroperasi sekali saja," kata seorang perwira
International Institute of Strategic Studies, London, sebuah
lembaga yang berwibawa dalam menganalisa kekuatan perang
negara-negara di dunia.
Meskipun demikian, Iran tetap unggul di udara. Phantom dan
Tigernya sudah beberapa kali berhasil menggempur kilang minyak
di Kota Mosul dan Kirkuk, serta Baghdad, ibukota Irak. Sebuah
reaktor nuklir dari Pusat Listrik Tenaga Nuklir di luar Baghdad,
yang dibangun Prancis, nyaris kena gempur - meskipun Iran
membantah bahwa pesawatnya menggempur instalasi itu dan
belakangan Irak menuduh Israel yang melakukannya (tapi
dibantah).
Mordechai Gur, bekas Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel
menilai pengeboman instalasi nuklir tadi sebagai kesalahan
besar. Untuk sasaran sepenting itu, katanya, serbuan tidak bisa
dilakukan hanya dengan sejumlah kecil pesawat "Kalau Iran
melancarkan serangan dengan tiga atau empat gelombang,
barangkali sebagian tujuan mereka akan tercapai," lanjutnya.
Lalu di mana pesawat tempur Irak? Negara yang sebagian besar
persenjataannya buatan Soviet ini, memiliki 80 pesawat tempur
MiG 23 Flogger, 115 MiG 21 Fishbed, dan 100 pengebom tempur
Sukhoi. Tidak jelas mengapa prestasi pesawat tersebut di udara
tak terdengar selama dua pekan ini. Mungkin Irak juga mengalami
kesulitan suku cadang -- sebab belakangan ini Irak berpaling ke
Perancis untuk memperoleh persenjataan mutakhir.
Dugaan itu ternyata dikuatkan oleh kesaksian seorang perwira
militer NAT0. Ia melihat banyak pesawat MiG dan Sukhoi, hanya
dibariskan bersama puluhan tank buatan Soviet di beberapa
pangkalan udara militer Irak. "Untuk memusnahkannya anda cukup
sekali terbang rendah di setiap pangkalan itu, sambil
menembakkan meriam dan peluru kendali pesawat," katanya.
Kesulitan Irak itu makin terbukti setelah pekan lalu Wakil
Perdana Menteri Tareq Aziz terbang ke Moskow. Di sana kabarnya,
ia meminta tambahan amunisi dan suku cadang, serta meminta
Soviet mengirimkan sejumlah pesawat buru sergap MiG 25 Foxbat
dan MiG, 27 Flogger D. Tidak jelas apakah Moskow akan memenuhi
permintaannya meskipun antara keduanya terikat perjanjian
pertahanan l5 tahun. Tapi bila permintaan itu diluluskan, siapa
yang akan mengemudikannya? Sebab untuk mengoperasikan pesawat
modern tadi, pilot Irak konon belum banyak yang siap.
Dari Moskow, Aziz kemudian ke Paris. Di sana agaknya, ia
menginginkan Perancis menyelesaikan secepatnya pembuatan 60
pesawat tempur Mirage F-1 pesanan Irak. Di negeri ini jugalah
puluhan pilot Irak telah dilatih untuk mengemudikannya. Selain
menagih Mirage, Aziz juga menginginkan Perancis memenuhi
permintaannya akan sejumlah helikopter anti tank. Jika seluruh
permintaan tersebut dipenuhi, tak mustahil Iran akan kewalahan
menghalau serangan udara Irak.
Sementara ini, untuk melindungi wilayah udara, Irak mengandalkan
pada kemampuan Peluru Kendali Darat ke Udara -- SAM-7 Grail,
dan meriam penangkis serangan udara ZSU. Kedua senjata-anti
pesawat terbang buatan Soviet itu terkenal keampuhannya.
Ketika perang Mesir-Israel 1973, adalah SAM Grail (bisa
dipanggul seorang tentara) yang banyak merontokkan pesawat
tempur Israel di Sinai. Dengan Grail ini pula, Irak mengatakan
berhasil menggugurkan 67 pesawat Iran.
Di laut -- tempat Iran jauh lebih ungul -- tidak terjadi
pertempuran berarti. Hingga pekan ini, Iran diberitakan masih
sepenuhnya mengontrol Pulau Qeshm. Bani Tumb dan Tumb Bozory,
di Selat Hormuz. Untuk mengimbangi serbuan lawan, Iran menarik
sebagian kekuatan lautnya menuju jalan air Shatt-al-Arab. Meriam
kapal ini menghujani tembakan kedudukan Irak di sana.
DENGAN anggaran belanja militer lebih besar, dan peralatan
tempur mutakhir, di atas kertas Iran sesungguhnya mengungguli
Irak. Tapi sejak Ayatullah Khomeini melancarkan pembersihan,
moral tentara merosot tajam -- maklum sebagian besar adalah
pendukung Syah Pahlavi. Banyak tentara reguler melakukan
desersi. Tentara reguler Iran kini diperkirakan tinggal 100 ribu
saja --mereka ini yang bahu membahu dengan pengawal revolusi
melakukan perlawanan.
Duel pasukan lapis baja yang hebat, memang belum terjadi. Tapi
pertempuran Irak-lran sekarang, yang banyak mengandalkan
tembakan artileri, akan menguras banyak amunisi. Ketika
bertempur melawan Mesir, misalnya, Israel harus mengimpor 25
ribu ton amunisi setiap hari dari AS lewat jembatan udara.
Jadi sampai kapan pertempuran itu akan Eerlangsung? Ini
nampaknya tergantung pada kebijaksanaan Nashington dan Moskow.
Dengan menghamhat pengiriman amunisi dan suku cadang, kedua
negeri besar itu bisa menentukan sejauh mana pertempuran tadi
berlangsung. Tapi hingga Senin pekan ini, tidak terdengar
keduanya mau campur dalam perang sementara Iran dilaporkan
memperoleh bantuan suku cadang dari Turki dan Pakistan.
Meskipun, seperti biasa, Iran menuduh AS -- kali ini dengan
tuduhan berkomplot dengan Irak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini