LAMPU jalan padam. Ada larangan menghidupkan lampu yang memberi
cahaya terang keluar rumah. Namun penduduk Baghdad rupanya tak
peduli dengan suasana perang. Kehidupan malam sama sekali tidak
berhenti di ibukota Irak itu. Rumah makan tetap penuh. Bis juga
tetap jalan. Hanya kendaraan pribadi yang jarang terlihat,
karena bensin mulai sulit diperoleh.
Wartawan TEMPO Zulkifly Lubis melaporkan suasana itu. Pekan lalu
ia memasuki Irak melalui Kuwait. Karena semua penerbangan sipil
dari Kuwait dibatalkan, ia menempuh jalan darat ke Basra, suatu
kota di sebelah barat Shattal-Arab, jalur perairan yang menjadi
pangkal sengketa Irak dengan Iran (lihat Suez Paman Saddam).
Basra yang jaraknya hanya 21 km dari jalur perairan itu sering
kali -- hampir tiap jam -- membunyikan sirene, tanda bahaya
serangan udara dari Iran sebelah timur Shatt-al-Arab. Kota itu
memang jadi salah satu sasaran penembakan pesawat jet Iran. Tapi
di situ pun penduduk sudah begitu terbiasa dengan sirene hingga
mereka tetap saja berjalan. Dan pasar di kota itu tidak jadi
sepi karenanya. Banyak berkeliaran tentara yang membawa senjata
AK buatan Uni Soviet.
Dari Basra ke Baghdad, sekitar 600 m jalan darat, lalu lintas
kendaraan tampak seperti biasa. Suasana perang baru terasa
ketika seseorang mencari kendaraan umum -- cukup sulit dan
mahal. Sial, kami harus bayar taksi 100 dinar (Rp 200.000),
"keluh wartawan Jepang sesampainya di Baghdad dari Basra.
(Wartawan TEMPO yang berhemat menumpang bis saja untuk
perjalanan sejauh itu).
Para wartawan asing, yang banyak julmlahnya, menginap di Al
Mansour Melia Hotel, Baghdad, hampir terkendali. Mereka
sewaktu-waktu menerima komunike resmi tentang jalannya
pertempuran.
Sabtu pagi, sirene kembali mengaung, yang disertai gencarnya
suara tembakan meriam penangkis udara. Sekitar 50 wartawan asing
sudah hendak berangkat ke Mehran, wilayah Iran yang baru saja
diduduki pasukan Irak. Mereka segera berlompatan dari bis dan
mengacungkan kamera masing-masing ke langit. Tiada lagi yang
berlindung seperti hari-hari pertama. Sebagian wartawan itu
mengacungkan alat perekam -- rupanya merekam suara meriam. Itu
hanya 15 menit. Tak ada komunike militer tentang kedatangan
pesawat Iran tadi.
SERANGAN udara yang paling mengagetkan Baghdad ialah terhadap
reaktor nuklir dekat ibukota itu. Sedikitnya tiga F-4 Phantom
terbang rendah (30 September) dan melepaskan peluru (missiles)
kendali ke instalasi itu yang dibangun dengan bantuan Prancis.
Penyerang itu "kami yakin pesawat Israel," ujar Menteri
Pertahanan Irak, Adnan Khairullah, pada pers. PM Israel
Menachem Begin segera membantahnya pemberitaan itu
dibesar-besarkan oleh pers Prancis. Harian Le Monde, misalnya
membayangkan bahwa Angkatan Udara Israel telah menggunakan
peperangan di Teluk Persia untuk memukul pusat atom Irak, yang
dianggap berbahaya sekali bagi keamanan Israel.
Menurut sumber militer Barat yang dikutip pers Israel, reaktor
Isis dan Osirak dekat Baghdad itu direncanakan akan akan
menyediakan bom atom Arab pertama bagi Irak tahun 1985. Tapi
jadwal itu kini disangsikan karena semua 74 teknisi Perancis
yang bekerja di sana telah diungsikan keesokan harinya ke
Perancis. Sedang kerusakan yang timbul, walaupun sedikit,
mungkin berakibat menunda pekerjaan riset nuklir itu agak lama.
Perjalanan bis wartawan ke Mehran memakan waktu 10 jam pp dengan
singgah di kota itu 20 menit saja. Mehran jatuh ke tangan Irak
tiga hari setelah invasinya 22 September. Tak kelihatan
bekas-bekas serangan militer di kota itu. Pcnducluknya mengungsi
sebelum kedatangan tentara Irak. Toko-toko mereka tinggalkan
begitu saja, tapi tak ada kesan habis dirampok.
Pukulan pasukan Irak mengagetkan lawannya pada minggu pertama.
Qasr-e-Shirin yang di sebelah utara Mehran juga direbutnya.
Dezful, Ahwaz Khorramshahr dan Abadan terkepung. Tapi Iran
ternyata tidak mundur begitu saja.
Memasuki minggu kedua peperangan ini, Iran malah menunjukkan
perlawanan sengit (lihat Bentrokan dan Kemacetan Alat-alat
Besar). Hingga Irak -- atas anjuran Dewan Keamanan PBB
--menawarkan gencatan senjata, yang akan berlaku mulai 5
Oktober.
Dengan pasukan Irak berada di wilayahnya ratusan kilometer
persegi, Iran secara galak menolak usul gencatan senjata itu.
Kebetulan Iran tidak mau membiarkan Irak untuk menguasai
Shatt-al Arab.
Memang awal pekan ini kedua pihak cenderung melanjutkan
peperangan. Ekspor minyak dari Irak-lran sejumlah 3,5 juta
barrel sehari praktis terhenti.
Sebelum konflik itu sebagian besar ekspor minyak Irak
berlangsung dari Pelabuhan Al Faw, terminal utamanya di lepas
pantai. Al Faw kini dikabarkan remuk, sama halnya dengan
instalasi minyak Irak di Basra, sebagai akibat serangan balasan
Iran. Sedang jaringan pipa minyaknya yang melintasi Suriah,
Lebanon dan Turki juga rusak.
Iran terpukul sekali oleh kebakaran kilang minyaknya di Abadan
--terbesar di dunia. Walaupun terminal ekspor minyak Iran di
pulau Kharg masih utuh tak mungkin bersisa lagi produksinya
untuk dijual ke luar negeri. Kebutuhan dalam negerinya
sendiripun terancam, seperti terbukti adanya pencatuan bahan
bakar di Teheran sekarang.
Pasaran minyak dunia mulai agak guncang, walaupun suplainya
belum secara dirasakan berkurang. Arab Saudi berjanji
meningkatkan produksinya yang kini 9,5 juta barrel per hari
dengan 700.000 barrel lagi, guna mengatasi kekurangan yang
ditimbulkan oleh konflik Iran-lrak.
Kekhawatiran dunia lagi ialah kalau Selat Hormu tertutup.
Sekitar 40% minyak keperluan kelompok negara non-komunis keluar
dari Teluk Persia melintasi selat itu. Iran pekan lalu
menyatakan armadanya tidak akan mengganggu lalu lintas tanker
di situ. Namun Washington -- yang seolah belum yakin --
perlu mengingatkan kembali, seperti diucapkan Menteri
Pertahanan Harold Brown: Amerika Serikat akan menggunakan
kekuatan angkatan laut untuk menjaga Selat Hormuz tetap terbuka.
AS menyatakan sikapnya akan netral dalam konflik Irak-Iran, tapi
mengambil langkah seperlunya agar peperangan itu tidak meluas ke
negara Teluk lainnya. Antara lain, AS mengirim empat pesawat
(AWACS) radar ke Arab Saudi. Sembari terbang, pesawat itu
secara elektronis bisa melihat sekitar 250 mil ke segala
jurusan. Akan diketahuinya bila ada pesawat musuh mendekat
bagian barat Teluk itu, malah bisa pula membantu AU Saudi
mengatur penghadangannya.
Radar terbang ini tampak sekilas bertujuan mencegah serangan
Iran, yang tidak begitu bersahabat dengan Arab Saudi. Tapi siapa
tahu, matanya juga memperhatikan gerak-gerik Soviet yang
ditakuti akan tergoda melakukan intervensi ke Teluk Persia,
sesudah Afghanistan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini