Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tidak ada jalan tengah

Lhasa, tibet, diguncang aksi demonstrasi. cina menindak keras gelombang kerusuhan tersebut dengan memberlakukan jam malam dan menambah pasukannya. wartawan asing dipulangkan, turis dilarang masuk.

17 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Tidak ada jalan tengah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
"PULUHAN orang telah gugur dalam perjuangan kemerdekaan dan mengusir penjajahan," demikian bisa dibaca pada banyak poster di Kota Lhasa dewasa ini. Tentara Cina -- alat dari penjajahan itu masih sibuk menghadapi gelombang protes dan demonstrasi yang mengguncang Tibet sejak 1 Oktober lalu. Komando militer Cina menetapkan jam malam dari pukul 22.00 sampai 6.00 pagi, di samping memberlakukan sensor ketat dalam upaya mencegah berbagai spekulasi. Jumlah korban yang jatuh menurut keterangan pemerintah, hanya 6 orang Tibet dan 19 polisi. Tapi laporan wartawan dan para saksi mata menyebutkan tak kurang dari 19 orang Tibet telah menemui ajalnya. Selasa pekan lalu, sehari sebelum peringatan genap 37 tahun pendudukan Cina atas Tibet, polisi telah pula menahan 60 orang Tibet, sebagian besar pendeta Budha. Sekalipun begitu, aksi demonstrasi meluas ke Xigate, kota kedua terbesar sesudah Lhasa. Kendati hanya bersenjatakan batu dan pentungan banyak juga yang maju dengan tangan kosong -- demonstran berani melawan petugas yang bersenjata lengkap. Menurut kantor berita resmi Cina Xinhua, ada "golongan perusuh" yang berhasil merebut senjata, lalu menembakkannya kepada polisi dan orang sipil. Tapi saksi mata yang kebanyakan turis Barat mengatakan, yang mereka lihat justru pasukan keamanan -- bersenjata AK-tanpa ragu menembak langsung ke arah kerumunan orang. Tampaknya, pemerintah RRC akan menindak keras aksi-aksi protes di Tibet. Pendatang asing yang baru tiba dari negeri di atap dunia itu melihat pasukan Cina diberangkatkan dengan beberapa pesawat terbang untuk membantu 300.000 tentara dan polisi Cina yang sudah ada di sana. Sikap keras Beijing juga terlihat dari pengumuman yang memerintahkan agar semua wartawan asing angkat kaki dari daerah bergolak itu. Juga ada larangan bagi orang asing untuk masuk ke Tibet. Banyak turis yang kecewa karena tiket pesawat terbang ke Lhasa dinyatakan telah terjual habis. Tanpa menunggu lama, pemerintah Cina pun resmi menuduh Dalai Lama sebagai biang keladi kerusuhan, disokong oleh "subversi asing". Tak pelak lagi unsur-unsur asing yang dimaksud adalah Amerika dan India. Beberapa hari sebelum keributan meletus, Dalai Lama -- pemimpin negara dan agama Tibet -- berkunjung ke Amerika atas undangan Kongres. Di hadapan para anggota Kongres Amerika, ia berpidato, mengimbau dukungan dunia atas perjuangan rakyat Tibet mengenyahkan pendudukan Cina (seruan yang sama diulang juga dalam sidang Majelis Umum PBB pekan lalu). Mendengar ini Cina tak dapat menahan marah. Sudah jauh-jauh hari RRC memprotes kunjungan Dalai Lama, malah kedubes RRC di Washington menuntut, kalau Dalai Lama diundang juga, ia dilarang mengucapkan pidato atau pernyataan politik. Karena tak digubris. Cina balik membalas dengan mengeksekusi dua tahanan politik di muka umum di Lhasa. Pelaksanaan hukuman mati itulah yang menjadi penggerak timbulnya kerusuhan. Akan sikap Cina terhadap India sudah jelas. Perang perbatasan antara kedua negara di permulaan tahun 1960-an erat kaitannya dengan ketidakpuasan India terhadap Cina yang secara kejam menumpas pemberontakan Tibet (1959). RRC sebaliknya kecewa karena India menerima Dalai Lama bersama ratusan ribu pengikutnya. India memang menerima Dalai Lama, dengan syarat ia tak melakukan kegiatan politik. Tapi, sejak berada di India, Dalai Lama selalu menyerukan perlawanan terhadap "kolonialisme" Cina, sementara New Delhi mentoleransi kegiatan Dalai Lama itu. Yang sekarang terjadi di Tibet benar-benar merupakan tamparan terhadap citra RRC di dunia internasional. Apalagi kerusuhan meletus di hari yang sangat bersejarah, yakni tanggal 1 Oktober -- ulang tahun RRC. Lagi pula, Cina selama ini menggambarkan adanya keselarasan dan hidup berdampingan secara damai antara mayoritas Cina yang berkebangsaan Han dan suku-suku minoritas yang hanya berjumlah 7% itu. Propagandanya selalu menggambarkan kelompok minoritas -- termasuk Tibet -- yang berbahagia tak kurang suatu apa dalam lingkungan RRC. Dalam seni lukis dan skets misalnya mereka digambarkan dengan wajah ceria, mengenakan pakaian warna-warni sedang menyongsong hari depan indah, perwujudan "sosialisme Cina". Untuk memperbaiki kesan buruk ini, harian China Daily yang berbahasa Inggris memuat artikel tentang kemajuan yang dicapai Tibet selama di bawah RRC. "Kalau Cina tak ada di sana, Tibet masih merupakan wilayah terbelakang," kata artikel tersebut. "Rakyatnya masih menjadi budak kaum tuan tanah dan pemimpin agama ... yang menyiksa mereka dengan memotong hidung, mencongkel mata, mencabut hati mereka, atau melemparkan mereka ke lubang-lubang penuh kalajengking .... Kerusuhan berdarah di Tibet bisa digunakan oleh faksi konservatif untuk menyerang kebijaksanaan Deng Xiao-ping. Mereka bisa mempertanyakan kembali liberalisasi politik, ekonomi, dan kebijaksanaan pintu terbuka. Khusus untuk Tibet, kelonggaran yang dilimpahkan bekas Sekjen PKC Hu Yao-bang telah menyebabkan wilayah itu sangat terbuka untuk turis asing, terutama Barat. Kaum konservatif akan menuduh apa yang terjadi di Tibet merupakan akibat pengaruh luar, dan penyebabnya tak lain dari kebijaksanaan pintu terbuka. Apalai kalau diperhitungkan dampak peristiwa Tibet di mata internasional, jauh lebih buruk dari gelombang demonstrasi mahasiswa, awal tahun ini. Semua itu tentu saja tak menguntungkan Deng dalam menghadapi Kongres PKC, 25 Oktober nanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus