Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tragedi bagi penentang arus

Presiden mesir anwar sadat tewas tertembak. letnan khaled al istanbauly, anggota islam fundamentalis, diduga sebagai pembunuhnya. dunia arab masih mengucilkan mesir.

17 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah panas terik matahari, iringan kereta berkuda yang membawa jenasah Presiden Anwar Sadat melangkah dengan pelan. Tak ada suara kesedihan, meskipun rasa duka rakyat Mesir sudah tak terbendung lagi. Dan di ujung iringan pengantar jenasah, serombongan wakil rakyat dari Kairo berbaris dengan khidrnat. Mereka hanya membawa spanduk yang bertuliskan "Orang yang mati bagi perdamaian akan selalu dikenang." Sadat tertembak di saat menyaksikan parade militer yang merayakan kejadian 6 Oktober, kemenangan Mesir dalam perang (1973) melawan Israel. Hari Selasa itu, Sadat diberondong oleh enam orang bersenjata yang ikut dalam parade. Ia tentu saja tidak menduga ketika sebuah truk tiba-tiba berhenti sekitar 10 meter dari panggung kehormatan. Pada waktu yang sama enam pesawat jet Angkatan Udara Mesir sedang melayang-layang di udara memamerkan kemampuannya. Banyak di antara yang hadir juga uk menduga peristiwa itu akan terjadi. Mereka umumnya lagi asyik melihat ke arah pesawat jet yang melakukan aerobatik. Sementara berbagai pesawat itu menyemprotkan asap berwarna merah, biru, putih dan kuning, suara tembakan terdengar dan yang menduga itu bagian dari upacara. Tapi setelah melihat para tamu lintang pukang berlarian, terutama yang dekat dengan bagian panggung kehormatan, orang baru sadar pembunuhan sedang berlangsung. Sadat yang duduk diapit oleh Wakil Presiden Husni Mubarak dan Menteri Pertahanan, Jenderal Abdel Halim Abu Ghazala, tak sempat diselamatkan. Ia tewas setibanya di rumah sakit militer Al Maadi, di selatan Kairo. Sedang Mubarak dan Abu Ghaala hanya terluka di bagian tangan. Di samping itu sekretaris pribadi Presiden Sadat, awi Abdel Hafiz, dan juru potret keprcsidenan, Mohamad Rashwan, juga tewas. Dan yang terluka ada 29 orang, termasuk diplomat asing. Di Amerika Serikat, berita pertama mengenai tewasnya Presiden Sadat berasal dari Libya, hanya satu jam setelah penembakan terjadi. Perwakilan tv ABC di London menerima telepon dari seseorang yang mengaku kepala Dinas Rahasia Libya. Pesan teleponnya "Sadat sudah habis, revolusi sudah mulai di Mesir." Berita serupa ini tentu saja mengejutkan rakyat Amerika. Sebelumnya, melalui tv, mereka mendengar bahwa Sadat hanya terluka. Suasana emosional melanda Washington hari itu. Dan orang yane paling banyak bicara di tv adalah bekas Menlu Henry Kissinger. Sasaran serangannya tentu saja Pemimpin Libya Muammar Qaddafi. "Kalau Qaddafi dibereskan dua tahun yang lalu, atau tahun ini, pasti Sadat masih hidup," kata Kissinger . SUARA yang sama juga dikemukakan bekas Presiden Jimmy Carter. Sembari menyebut _ Qaddafi 'binatang tak bermo ral', Carter menyatakan bahwa perdamaian tak akan pernah tercapai selagi Qaddafi dibiarkan merajalela. Ia rupanya begitu yakin bahwa Qaddafi mendalangi pembunuhan Sadat, meskipun pihak keamanan Mesir menyatakan bahwa pembunuhan itu tak ada kaitannya dengan siapa pun di luar negeri. Namun kepergian Sadat sangat menyedihkan rakyat Amerika. Di berbagai kota diselenggarakan upacara berkabung bersama antara umat beragama (Islam, Kristen dan Yahudi). Hal ini betul-betul berbeda dengan apa yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah. Di Beirut, ratusan orang kelompok sayap kiri berpawai sambil menembakkan peluru ke udara. Mereka meneriakkan kemenangan atas terbunuhnya Sadat. Komentar koran As-Safir yang terbit di Beirut dalam tajuknya "Ini adalah harapan kita bahwa jatuhnya Sadat akan berarti hancurnya sebuah rezim. Dan itu juga akan berarti hancurnya perdamaian dengan Zionis yang diprakarsainya secara pribadi." Sementara itu PM Libanon, Shafiq Al Wazzan, menyatakan "adalah Camp David yang membunuh Sadat." Dari Suriah pernyataan keras juga terdengar.Koran Ticbrin menyebut kematian Sadat sebagai sesuatu yang tak bisa dihindari bagi berakhirnya pernjanjian Camp David. Sejak kunjungan Presiden Sadat ke Jerusalem, November 1977, Mesir dikucilkan dari pergaulan negara Arab. (Lihat Kejutan Anak Petani). Namun Sadat yang dikenal sebagai 'pahlawan di masa perang dan damai' tak surut walau selangkah. Bahkan ketika Israel mengumumkan perluasan ibukotanya sampai meliputi kota tua Jerusalem, Sadat hanya marah sebentar. Dan ia menghentikan perundingan Mesir-Israel selama beberapa bulan. Ia juga tak peduli dengan sebutan 'pengkhianat' yang selalu dituduhkan pemimpin negara Arab--yang menolak perjanjian Camp David--kepadanya. Kesungguhan Sadat menciptakan perdamaian di Timur Tengah tak diragukan. Di Israel, kelompok ultranasionalis mendesak pemerintahnya agar membaulkan perjanjian Camp David setelah kematian Sadat. Mereka juga mendesak agar dibatalkan penyerahan Semenanjung Sinai--menurut rencana selesai 26 April 1982--kepada Mesir. Para pemukim di bagian utara Semenanjung Sinai bahkan bertekad untuk tetap bertahan. Semula ada rencana Pemerintah Israel memindahkan mereka sebelum sisa wilayah itu dikembalikan kepada Mesir. "Saya percaya tak akan ada evakuasi dari Sinai," kata Uri Elitzur, sekretaris gerakan yang menolak keluar dari Sinai. "Situasi sangat tak stabil." Ella Weizman, wakil organisasi itu di Sidot, Sinai Utara, sempat mempertanvakan: "Bagaimana Israel bisa bersandar pada perjanjian itu bila kita tidaktahu siapa yang akan berkuasa di Mesir dari hari ke hari." Kesangsian serupa ini berkembang. Rafael Eitan, Kepala Staf AB Israel, bahkan sebelum kematian Sadat, mengatakan bahwa perjanjian perdamaian ini akan hancur bila pemerintahan Sadat jatuh. Soalnya, kata Eitan, perjanjian itu dibuat bukan dengan dukungan rakyat Mesir tapi melulu karena dorongan Sadat. Namun pemerintah Israel mencoba meyakinkan Mesir bahwa dengan kematian Presiden Sadat tidak akan terganggu proses perdamaian yang sedang berjalan. PM Menachem Begin dalam pesannya kepada Wakil Presiden Husni Mubarak merasa perlu mengulangi kata-kata yang pernah diucapkan Sadat. "Tidak akan ada perang lagi. Mari kita adakan perdamaian untuk selama-lamanya. Ini adalah tujuan suci yang harus kita isi." Menunjukkan kesungguhan Israel, Begin--dengan segala risiko--memberanikan diri hadir dalam upacara pemakaman Sadat. Sebagai penganut agama Yahudi yang taat, Begin tak diperbolehkan menggunakan kendaraan pada hari Sabath. Maka kehadirannva menambah beban urusan bagi pemerintah Mesir. Ia terpaksa diberi tempat tinggal khusus yang tak jauh dari tempat pemakaman. Soalnya Begin pernah kena serangan jantung. Jalan kaki terlalu auh akan membahayakan kesehatannya. Para tamu negara yang menghadiri pemakaman itu umumnya datang dengan iringan mobil dari tempat mereka menginap. Begin berjalan kaki dari suatu tempat yang dirahasiakan dan berjarak hampir 1 km ke tempat pemakaman. Kesungguhan iri juga ditampilkan Amerika Serikat. "Suatu kekejaman ang luar biasa dan tragis bahwakekerasan serupa itu harus mengenai seseorang yang merupakan simbol dari suatu komitmen perdamaian," kata Presiden Ronald Reagan ketika mendengar kematian Sadat. Reagan dan Wakil Presiden George Bush tak bisa menghadiri pemakaman Sadat karena alasan keamanan, tapi AS mengirimkan utusan yang tergolong besar. Bersama Menlu Alexander Haig dan Menteri Pertahanan Caspar Weirberger, ikut juga tiga orang bekas presiden. Yaitu Richard Nixon, Gerald Ford dan Jimmy Carter. Memang AS sangat berkepentingan. Sebagai sponsor Camp David, AS tentu saja tak menginginkan perjanjian itu akan berakhir hanya karena tewasnya Sadat. Husni Mubarak, calon tunggal sebagai pengganti Sadat, telah memberikan jaminan bahwa ia akan meneruskan 'apa yang menjadi impian Sadat'. (Lihat Penganti dan Penerus). Ini berarti akan terjamin pula bantuan AS. Sejak tahun 1979, Mesir setiap tahunnya mendapat bantuan ekonomi dari AS sebesar US$ 1 milyar, termasuk untuk keperluan bahan makanan dan persenjataan. Namun situasi dalam negeri Mesir belakangan ini tidak stabil. Terutama sejak Presiden Sadat menangkapi 1.500 orang tokoh oposisi, dari kalangan Koptik dan Islam fundamentalis. Bahkan setelah kematian Sadat aksi perlawanan kelompok Islam fundamentalis semakin mengeras. Beberapa jam setelah Sadat dimakamkan, sekelompok orang bersenjata menyerang rumah Menteri Dalam negeri, Nabawi Ismail. Sementara itu di kota Asyut, kelompok Islam fundamentalis pekan lalu menyerang beberapa pos polisi. Tak kurang 54 orang anggota kepolisian yang tewas, menurut sumber di Kairo. Yang jelas aksi kekerasan meningkat di berbagai tempat. Anggota Islam fundamentalis, yaitu Letnan Khaled Al Istanbauly, diduga membunuh Anwar Sadat, tokoh penentang arus itu. Almarhum presiden itu ternyata tetap terkucil dari saudaranya bangsa Arab. Tak seorang pun pemimpin negara Arab yang menghadiri pemakamannya. Ia dimakamkan dekat tugu pahlawan tak dikenal di Madina-Nasser. Sesuai dengan tradisi, istrinya tak dibolehkan mendekati tempat Sadat akan dikubur. Dari kejauhan Jihan Sadat hanya bisa menatap dimasukkannya peti jenasah itu ke liang lahat. Ia tertegun, dan kemudian menangis tersedu-sedu. Dan letusan meriam sebanyak 21 kali mengiringi kepcrgian Sadat untuk selama-lamanya. Jihan dan anak-anaknya adalah orang yang paling berduka hari itu. Meskipun secara diam-diam banyak orang menundukkan kepala bagi perginya seorang 'pahlawan perdamaian'.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus