Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"pak tua" itu datang berkunjung

Kunjungan presiden tanzania, julius kambarage nyerere ke indonesia. 40% devisa tanzania datang dari indonesia. hubungan kedua negara cukup erat.

17 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA jarang memperoleh tamu negara dari Afrika. Pekan lalu Kepala Negara Tanzania datang berkunjung. Julius Kambarage Nyerere, 59 tahun, menjabat mwoalimu (presiden) Tanzania selama hampir 20 tahun. Dalam pemilu Oktober tahun lalu, dia terpilih kembali untuk ke-5 kalinya. Waktu itu ia menang mutlak dan mendapat dukungan 93 persen dari 7 juta orang yang berhak memilih. Nyerere dan rombongan yang jumlahnya 34 orang, daung dan pergi dengan pesawat komersial Garuda. Mereka memang tampak sederhana. Dan itu secara terbuka terungkap dalam berbagai pernyataan mereka. "Kalau saja kami mampu, kami sudah membuka kantor kedutaan di Jakarta," kata Nyerere dalam konperensi pers sebelum mengakhiri kunjungan lima harinya, 12 Oktober lalu. Dibaptis ketika usianya 20 tahun, Kambarage (narna roh nenek moyangnya yang konon tinggal di hujan) Nyerere dikenal sebagai pemimpin yang jujur dan sederhana. Ia menolak dipanggil Yang Mulia atau doktor (untuk sejarah dan ekonomi pada universitas Eidinburgh). Staf dekatnya bahkan biasa memanggilnya Mzee alias Pak Tua. "Mata saya terbuka-dan tentu saja kunjungan saya ini akan saya bicarakan lebih lanjut," ujar Nyerere. Cukup banyak yang dilihat dalam kunjungannya kali ini. Pabrik pupuk Sriwijaya, pemukiman transmigrasi di Batumarta, Sumatera Selatan dan pabrik pesawat terbang Nurtanio di Bandung. "Negara dari ekonomi "Selatan" sebaiknya saling membantu dalam hal-hal kerjasama ekonomi, teknik dan penelitian," harapnya, dalam pidato jamuan makan malam di Istana Negara. Hubungan Indonesia - Tanzania cukup lumayan dibanding dengan banyik negara Afrika lainnya. Indonesia mengimpor cengkih Zanzibar sebanyak 6 ribu ton sejak 1975. Produksi cengkih Tanzania ada 8 ribu ton. Ini berarti, Indonesia telah mengisi 40% dari kas devisa Tanzania setiap tahunnya. Selain itu sejak 1977 Indonesia telah mengeluarkan sebanyak Rp 160 juta untuk bantuan teknik. Delapan orang Administrator Pelabuhan dan Nakoda Indonesia menjadi instruktur di sana. Sebaliknya, ada 12 pemuda Tanzania yang kini sedang dilatih di AIP Akademi Ilmu Pelayaran) Jakarta dan Ujungpandang. Sejak tahun lalu, beberapa tenaga ahli dari Departemen Pekerjaan Umum melakukan studi kelayakan di Tanzania untuk perencanaan ibukota baru, Dodoma. Tanzania juga telah "membeli" ide Indonesia tentang perumahan rakyat. Karenanya Presiden Nyerere menaruh banyak perhatian ketika meninjau rumah-susun Perumnas yang ada di Tanah Abang. "Pertanyaan beliau begitu detail," kata Menteri Muda Urusan Perumahan Cosmas Batubara, "dan beliau mendalami betul masalah ini." Tambah Cosmas lagi "Cuma model perumahan rakyat mereka lebih besar.", Yaitu rumah yang mempunyai 5 kamar tidur di atas tanah 300 mÿFD (sedangkan Indonesia untuk rumah tipe D.20 dan D.36, luas tanahnya cuma 80 mÿFD). Kunjungan Nyerere diakhiri tanpa suatu komunike bersama. Menurut Nyerere "hubungan persahabatan tidak perlu terganggu oleh adanya perbedaan prinsip atau posisi yang dianut masing-masing negara," ujarnya. Yang dimaksud rupanya perbedaan pandangan tentang masalah Timor Timur. Tanzania pada pemungutan suara di PBB, mengambil sikap absuin. "Biar bagaimanapun saya turut bertanggungjawab akan res lusi OAU (Organisasi Persatuan Negara-negara Afrika) yaitu mengakui perbatasan negara seperti yang diwariskan oleh pemerinuh kolonial sebelumnya," kata kepala negara itu. Sanat Tidak Adil Nyerere berpendapat "bantuan" terutama dari negeri kaya ke negeri miskin -- adalah "hal yang memalukan." Namun kenyataannya Tanzania sangat tergantung pada bantuan luar negeri. Pada 1967 negeri itu mulai menasionalisasi semua bank asing dan beberapa bidang industri (sedikit emas dan sedikit tembaga). Dari penduduk yang jumlahnya sekitar 18 juu orang, cuma 20% yang melek huruf. Dan 90% tenaga kerja ada di bidang perkebunan dan pertanian yang hidupnya tergantung dari berhasil tidaknya panen. "Pertaniannya ini tergantung sekali akan cuaca alarnnya," kau Duta Besar RI untuk Tanzania, Mohammad Sabur. Musim kering yang panjang berarti kelaparan di seantero negeri. Hasil ekspor Tanzania berkisar œ 23 5 juta dan 60% dari jumlah tersebut didapat dari produksi pertaniannya (sisal, kapas, kopi, teh dan tembakau). Ini membuat negeri ini tergantung sekali pada situasi pasaran dunia yang sangat labil. Celakanya lagi, 58% dari hasil devisa harus dibelanjakan kembali untuk membeli bahan bakar. Karena itu, Tanzania yang juga menjabat ketua dari Negaranegara Garis Depan (yang berpengaruh besar terhadap kebijaksanaan OAU) menyalahkan sistem perdagangan internasional dewasa ini. "Sangat tidak adil! Karena dunia perdagangan sekarang adalah pengalihan hasil negara-negara miskin ke negara-negara kaya yang semakin kaya," kata Nyerere dengan nada keras. Namun negara yang tidak kaya ini tak segan-segan mengeluarkan uang untuk tujuan politis. Misalnya untuk "membantu" menumbangkan rezim Idi Amin di Uganda tahun lalu, konon Tanzania telah menghabiskan biaya sebesar œ 555 juta. Atau sekitar Rp 666 milyar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus