INDONESIA jarang memperoleh tamu negara dari Afrika. Pekan lalu
Kepala Negara Tanzania datang berkunjung. Julius Kambarage
Nyerere, 59 tahun, menjabat mwoalimu (presiden) Tanzania selama
hampir 20 tahun. Dalam pemilu Oktober tahun lalu, dia terpilih
kembali untuk ke-5 kalinya. Waktu itu ia menang mutlak dan
mendapat dukungan 93 persen dari 7 juta orang yang berhak
memilih.
Nyerere dan rombongan yang jumlahnya 34 orang, daung dan pergi
dengan pesawat komersial Garuda. Mereka memang tampak sederhana.
Dan itu secara terbuka terungkap dalam berbagai pernyataan
mereka. "Kalau saja kami mampu, kami sudah membuka kantor
kedutaan di Jakarta," kata Nyerere dalam konperensi pers sebelum
mengakhiri kunjungan lima harinya, 12 Oktober lalu.
Dibaptis ketika usianya 20 tahun, Kambarage (narna roh nenek
moyangnya yang konon tinggal di hujan) Nyerere dikenal sebagai
pemimpin yang jujur dan sederhana. Ia menolak dipanggil Yang
Mulia atau doktor (untuk sejarah dan ekonomi pada universitas
Eidinburgh). Staf dekatnya bahkan biasa memanggilnya Mzee alias
Pak Tua.
"Mata saya terbuka-dan tentu saja kunjungan saya ini akan saya
bicarakan lebih lanjut," ujar Nyerere. Cukup banyak yang dilihat
dalam kunjungannya kali ini. Pabrik pupuk Sriwijaya, pemukiman
transmigrasi di Batumarta, Sumatera Selatan dan pabrik pesawat
terbang Nurtanio di Bandung. "Negara dari ekonomi "Selatan"
sebaiknya saling membantu dalam hal-hal kerjasama ekonomi,
teknik dan penelitian," harapnya, dalam pidato jamuan makan
malam di Istana Negara.
Hubungan Indonesia - Tanzania cukup lumayan dibanding dengan
banyik negara Afrika lainnya. Indonesia mengimpor cengkih
Zanzibar sebanyak 6 ribu ton sejak 1975. Produksi cengkih
Tanzania ada 8 ribu ton. Ini berarti, Indonesia telah mengisi
40% dari kas devisa Tanzania setiap tahunnya. Selain itu sejak
1977 Indonesia telah mengeluarkan sebanyak Rp 160 juta untuk
bantuan teknik. Delapan orang Administrator Pelabuhan dan Nakoda
Indonesia menjadi instruktur di sana. Sebaliknya, ada 12 pemuda
Tanzania yang kini sedang dilatih di AIP Akademi Ilmu
Pelayaran) Jakarta dan Ujungpandang.
Sejak tahun lalu, beberapa tenaga ahli dari Departemen Pekerjaan
Umum melakukan studi kelayakan di Tanzania untuk perencanaan
ibukota baru, Dodoma. Tanzania juga telah "membeli" ide
Indonesia tentang perumahan rakyat.
Karenanya Presiden Nyerere menaruh banyak perhatian ketika
meninjau rumah-susun Perumnas yang ada di Tanah Abang.
"Pertanyaan beliau begitu detail," kata Menteri Muda Urusan
Perumahan Cosmas Batubara, "dan beliau mendalami betul masalah
ini." Tambah Cosmas lagi "Cuma model perumahan rakyat mereka
lebih besar.", Yaitu rumah yang mempunyai 5 kamar tidur di atas
tanah 300 mÿFD (sedangkan Indonesia untuk rumah tipe D.20 dan
D.36, luas tanahnya cuma 80 mÿFD).
Kunjungan Nyerere diakhiri tanpa suatu komunike bersama. Menurut
Nyerere "hubungan persahabatan tidak perlu terganggu oleh adanya
perbedaan prinsip atau posisi yang dianut masing-masing negara,"
ujarnya. Yang dimaksud rupanya perbedaan pandangan tentang
masalah Timor Timur. Tanzania pada pemungutan suara di PBB,
mengambil sikap absuin. "Biar bagaimanapun saya turut
bertanggungjawab akan res lusi OAU (Organisasi Persatuan
Negara-negara Afrika) yaitu mengakui perbatasan negara seperti
yang diwariskan oleh pemerinuh kolonial sebelumnya," kata kepala
negara itu.
Sanat Tidak Adil
Nyerere berpendapat "bantuan" terutama dari negeri kaya ke
negeri miskin -- adalah "hal yang memalukan." Namun kenyataannya
Tanzania sangat tergantung pada bantuan luar negeri.
Pada 1967 negeri itu mulai menasionalisasi semua bank asing
dan beberapa bidang industri (sedikit emas dan sedikit tembaga).
Dari penduduk yang jumlahnya sekitar 18 juu orang, cuma 20% yang
melek huruf. Dan 90% tenaga kerja ada di bidang perkebunan dan
pertanian yang hidupnya tergantung dari berhasil tidaknya panen.
"Pertaniannya ini tergantung sekali akan cuaca alarnnya," kau
Duta Besar RI untuk Tanzania, Mohammad Sabur. Musim kering yang
panjang berarti kelaparan di seantero negeri.
Hasil ekspor Tanzania berkisar Å“ 23 5 juta dan 60% dari jumlah
tersebut didapat dari produksi pertaniannya (sisal, kapas, kopi,
teh dan tembakau). Ini membuat negeri ini tergantung sekali pada
situasi pasaran dunia yang sangat labil. Celakanya lagi, 58%
dari hasil devisa harus dibelanjakan kembali untuk membeli bahan
bakar. Karena itu, Tanzania yang juga menjabat ketua dari
Negaranegara Garis Depan (yang berpengaruh besar terhadap
kebijaksanaan OAU) menyalahkan sistem perdagangan internasional
dewasa ini. "Sangat tidak adil! Karena dunia perdagangan
sekarang adalah pengalihan hasil negara-negara miskin ke
negara-negara kaya yang semakin kaya," kata Nyerere dengan nada
keras.
Namun negara yang tidak kaya ini tak segan-segan mengeluarkan
uang untuk tujuan politis. Misalnya untuk "membantu"
menumbangkan rezim Idi Amin di Uganda tahun lalu, konon Tanzania
telah menghabiskan biaya sebesar Å“ 555 juta. Atau sekitar Rp 666
milyar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini