Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Penjara

Anwar sadat menemukan kekuatan batin dan kemampuan setelah 18 bulan di penjara. ia seorang yang berani mengambil risiko, mempertaruhkan politik dan nasibnya. ia mati dibunuh di panggung terbuka.

17 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENJARA mengajarkan banyak kepada para pejuang. Selama 18 bulan Anwar Sadat dikurung dalam Sel 54 di Penjara Pusat Kota Kairo. Umurnya waktu itu baru 30 tahun, dan sesuatu yang penting agaknya terjadi. Seperti kemudian dikisahkannya dalam otobiografinya, In Search of Identity, dalam sel itu ia mengalami "kelahiran kembali", sebagai sufi dan fellah--sebagai mistikus dan sekaiigus petani. Kita tak tahu manakah yang lazimnya dikisahkan dalam otobiografi seseorang, terutama seorang yang punya selera dramatik seperti Sadat: adakah yang dikisahkannya kenyataan, ataukah hanya keinginan. Kita cuma tahu bahwa ketika ia berangkat ke Jerussalem, menawarkan damai kepada Israel--musuh tanah airnya selama 30 tahun dan musuh bangsanya selama lebih dari itu-ia kembali teringat akan Sel 54. Ia merasakan kembali "kekuatan batin" yang diperolehnya di dalam penjara itu: suatu "kekuatan, atau katakanlah kemampuan, untuk perubahan". "Renunganku, tentang hidup dan kodrat manusia dalam tempat yang tersisih itu, telah mengajarkan kepadaku, bahwa orang yang tak dapat mengubah jaringan pikirannya sendiri, tak akan pernah mampu mengubah realitas, dan karena itu tak akan pernah membuat kemajuan apa pun . . . " Bagi sebagian bangsa Arab, terutama orang Palestina yang terusir dan tak bertanah air, perubahan Anwar Sadat adalah perubahan dari seorang kawan menjadi seorang pengkhianat. Tapi bagaimana pun juga sukar untuk dibantah, bahwa orang ini adalah seorang pemberani. Ia, untuk memakai klasifikasi Sidney Hook dalam The Hero in History, bukan cuma seorang eventful man. Ia juga seorang event-making man. Sadat tak cuma kebetulan berbuat pada saat yang tepat. Dia tak sekedar terperosok ke dalam kebesaran bagaikan seorang yang terperosok pada seunggun harta karun yang sanggup menyelamatkan sebuah kota. Sadat telah membantu terciptanya jalan-jalan sejarah. Dengan saraf yang tegang. Sejarah itu mungkin kelak lebih menyedihkan jadinya, tapi mungkin pula lebih memberi harapan atau hanya mengulang kisah lama. Kita belum bisa menilainya sekarang. Yang bisa kita lihat ialah bahwa ada seorang yang berani mengambil risiko, mempertaruhkan nasib politik dan nasib dirinya--di tengah oposisi yang ia tahu pasti--untuk melakukan apa yang ia anggap terbaik. Dilihat dari risiko yang ia ambil, (dan kemudian terbukti ketika ia dibunuh di panggung terbuka, ia benar tatkala ia berkata, "Aku telah memberikan kepada Israel segala-galanya." Pada saat ia mengatakan demikian, sebenarnya ia menuntut. Ia dengan kekuatan dirinya menemui hidup sebagai proses yang selalu terlibat dalam kelangkaan yang menggelisahkan: kelangkaan perdamaian, kelangkaan ketenteraman, kelangkaan benda pemenuh kebutuhan -- bahkan juga kelangkaan alternatif untuk mengatasi pelbagai kelangkaan itu. Karena itulah Sadat memberi, dan mengharap balas sebagaimana layaknya, karena hasil akhir tak pernah bisa mutlak. Ia mencoba. Bahaya dari percobaan itu bukanlah hanya kegagalan. Bahaya dari percobaan itu juga apa yang disangka sebagai sukses -- terutama bagi seorang seperti Anwar Sadat, yang kadang bertindak seakan tanpa berpikir panjang, dan merasa punya kekuatan batin dari Sel 54. Sukses seorang pembuat jalan sejarah bisa membikin seseorang besar, tapi seperti konon kata sebuah pepatah kuno Tiongkok: "Orang besar adalah nasib malang masyarakatnya." Nasib malang, bila ia punya kecenderungan untuk menjadi lebih besar dari seperlunya Nasib malang, bila ia menjangkau ke tiap sudut. Nasib malang, bila ia tak sabar dan menghimpun juru-juru paksa. Dan nasib malang, bila ia lupa bahwa dia tak bisa hidup 1000 tahun lagi. Sadat tewas sebelum ia menjadi nasib malang itu. Lalu di jalan-jalan Beirut dan Tripoli orang-orang menembakkan bedil ke langit penuh gembira. Di Kairo orang menangis. Apa pun reaksi mereka satu hal cenderung dilupakan: Tuhan telah memberi Sadat sebuah istirahat yang tepat. Kali ini selamanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus