SIDANG Parlemen Singapura pada 28 Maret lalu pastilah akan dicatat sebagai sidang bersejarah - meski belum tentu ditulis dengan tinta emas. Satu jam menjelang penutupan sidang, 73 dari 79 kursi anggota diam-diam terisi, seolah para wakil rakyat itu siap menyambut satu berita mahapenting. Maka, ketika Ketua parlemen Dr. Yeoh Ghein Seng melangkah ke mimbar, suasana jadi hening. Sebab, cuma segelintir anggota legislatif yang hadir itu mengetahui bahwa berita yang bakal disampaikan menyangkut pengunduran diri Presiden Devan Nair. Sebagian lainnya begitu terkejut, hingga terhenyak di kursi masing-masing, mendengar berita pengunduran diri kepala negara Singapura itu. Sebenarnya masa jabatan Devan Nair, 65, baru akan berakhir enam bulan lagi. Tapi terus terang dikatakannya, "Saya kini wajib mengundurkan diri." Mengapa? Seperti diakui Nair dalam suratnya kepada PM Lee, ia pencandu alkohol. Sudah lama aib ini ditutupi keluarga Nair rapat-rapat. Sekali waktu, Nyonya Nair hampir saja membocorkan hal itu kepada Lee. Tapi keburu dicegah oleh putranya, Janadas Devan. Cuma, tatkala ia melawat ke Kuching, Serawak, pertengahan Maret lalu, penderitaan itu tak mungkin disembunyikan lagi. Kondisi kesehatan Nair menggawat. "Gejala kelemahan dan keletihan fisik amat kentara, serta ada kaitannya dengan peri laku aneh dan kekacauan mental," kata Lee di depan Parlemen. Dokter pribadi J.A. Tambyah dan Psikiater Teo Seng Hock, yang segera bertolak ke Kuching, menemukan Nair dalam keadaan parah, dan mereka bergegas membawa kepala negara itu pulang. Sesampai di Singapura, Nair langsung dirawat di rumah sakit umum, dan diawasi oleh enam dokter ahli. Berbagai tes menunjukkan bahwa Nair menderita karena ketergantungan yang amat sangat pada alkohol. Kenyataan ini diungkapkan Nair secara jujur dalam suratnya kepada Lee, yang dibacakan di hadapan sidang Parlemen, Kamis pekan lalu. "Sekitar satu tahun lampau saya dipastikan kecanduan alkohol," begitu pengakuan Nair dalam suratnya. "Waktu itulah 'penipuan' terhadap Anda dimulai. Kadangkadang timbul pikiran untuk mengakuinya saja, tapi pikiran itu segera saya buang jauh-jauh. Terakhir saya hampir saja mengungkapkan pengakuan tatkala kita berjumpa dua minggu lalu di kantor saya, sebelum berangkat ke Kuching. Tapi hal itu tidak terjadi, dan saya kehilangan peluang untuk mundur secara terhormat." Kutipan isi surat Nair ini benar-benar mengharukan. Tapi tidak kurang mengesankan adalah sikap yang dipertunjukkan PM Lee Kuan Yew. Dia membeberkan tragedi pribadi Nair - sahabatnya sendiri - di depan khalayak. Untuk apa? Lee tentu punya alasan tertentu, meski dia tampak sangat tertekan tatkala membacakan isi surat Nair. Semula suaranya datar, kemudian seperti tercekik. Kenyataan yang pahit, memang. Tapi Lee rupanya lebih suka membagi kepahitan itu dengan rakyat Singapura ketimbang menyimpannya sendiri. Kendati fungsi presiden Singapura terbatas pada kegiatan upacara saja, sebagai pemimpin bangsa sudah seharusnya ia memberi teladan. Dalam hal ini, Nair justru mengecewakan, suatu cacat yang tidak lepas dari eksistensi Lee sebagai pemimpin pemerintahan. Keterangan Lee tentang penyakit Nair tidak diragukan kebenarannya. Namun, keterangan itu bisa pula ditafsirkan sebagai upaya cuci tangan. "Ketika saya mencalonkan Nair sebagai presiden 3 1/2 tahun lalu, yang saya ingat adalah jasa-jasanya yang besar pada Singapura," tutur PM Singapura itu di depan Parlemen. "Saya tidak tahu dia kecanduan alkohol. Di berbagai pertemuan, saya melihat dia minum, tapi tidak pernah mabuk atau kehilangan kontrol .... Semua anggota kabinet juga tidak tahu-menahu rahasia Nair. Yang mengerti cuma keluarga dan beberapa rekan lama. Dan mereka tidak menceritakan kelemahan ini kepada saya," kata Lee menyesalkan. Tapi ia, dengan suara bergetar, tak lupa menyatakan harapan semoga Nair segera terbe6as dari ketergantungan pada alkohol. Untuk itu, ia akan dirawat di luar negeri. Pada umumnya rakyat Singapura merasa terguncang, tapi ada kesan bahwa mereka bisa cepat memaafkan. Setidaknya ada rasa simpati, dan angkatan muda justru melihat segi-segi positif dari pribadi Nair. Dia dihormati terutama karena memperjuangkan tingkat hidup lebih baik bagi kaum pekerja dan keluarga mereka. Isma Sawitri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini