RUDBAR, 280 km di barat laut Teheran, Kamis dini hari. Pada jam setengah satu malam (sekitar pukul 4 pagi WIB), kota pegunungan itu bergoyang. "Saya terbangun. Saya meloncat dari tempat tidur, lalu berlutut. Tiba-tiba daun pintu kamar jatuh menimpa saya," tutur Zeynab Babayi, perempuan yang kehilangan ibu dan ayahnya, Juga anak-anaknya, dalam bencana ini. Ahad kemarin, tiga hari setelah gempa, Zeynab masih belum berani tidur di rumah. Ia tidur di tenda di pinggir jalan. Rudbar, di Provinsi Gilan di pantai Laut Kaspia, daerah yang termasuk subur di Iran, memang paling parah menderita akibat gempa berkekuatan antara 7,3 dar 7,6 pada skala Richter. Guncangannya masih membuat kota berpenduduk 100.000 orang ini seperti terbungkam. Hanya terdengar deru kendaraan membawa bahar makanan, tenda, dan kebutuhan bagi para korban. Sekali-sekali diseling rintih tangis dan ratapan mereka yang selamat, yang berkumpul di tenda di tempat terbuka. "Oh, seluruh keluargaku ditelan bumi," teriak Tahir Bahiri mencoba membagi deritanya pada mereka yang lewat. Di kuburan, banyak gundukan tanah baru. "Isi tiap kuburan itu tiga atau empat jenazah sekaligus," kata seorang penduduk yang selamat dan bergabung dengan regu penyelamat, yang antara lain terdiri dari dokter-dokter dari Prancis. Suhu udara yang 330 C membuat mayat-mayat mesti segera dikuburkan. Di Manjil, sekitar 50 km di selatan Rudbar, keadaannya tak jauh berbeda. Seorang guru sekolah dasar, Raj Behnia namanya, sedikit emosional ketika ditanya berapa kira-kira yang tewas di kota 50.000 warga ini. "Kami semua sedang nyenyak tidur ketika gempa datang, itu sebabnya banyak anak-anak yang tewas," kata guru yang berdiri di tengah puing rumahnya itu. Jumlah korban memang belum bisa dipastikan. Soalnya, 12 jam setelah gempa Kamis dini hari itu, bumi di dua provinsi di barat laut itu, Gilan dan Zanjan, kembali bergerak-gerak. Kali ini dengan guncangan 5,3 pada skala Richter Regu penolong banyak yang terlambat mencapai desa-desa terpencil karena jalan-jalan di provinsi berpegunungan itu ditimbuni longsoran tanah dan batu. "Seandainya kalian lebih cepat datang, menantuku bisa selamat," kata seorang tua yang diselamatkan oleh regu penolong yang terlambat datang ke sebuah desa. "Sejam yang lalu aku masih bicara dengan dia di bawah reruntuhan," katanya lebih lanjut. Dari udara diperkirakan lebih dari 100 desa di Provinsi Zanjan musnah. Desa Kurdmolki tampaknya belum disentuh regu penolong. Beberapa orang yang selamat cuma terbengong-bengong di samping puing rumahnya. Beberapa orang mencoba mengais-ngais reruntuhan rumahnya sambil tersedu-sedu. Mereka tak tahu harus berbuat apa. "Sehari-semalam saya belum minum," sedan Kolbar Chegane, 20 tahun, yang bersama empat anaknya terkubur puing rumahnya, tapi untung selamat "Ujian Ilahi" sedang menimpa Iran. Itulah kira-kira kata Ali Khamenei, pemimpin spiritual Iran, tentang gempa itu. Mula-mula Teheran menganggap ringan gempa itu. Gilan dan Zanjan memang terletak di daerah rawan gempa, dan selama ini sering digoyang. Tapi setelah Presi den Rafsanjani meninjau dua provinsi itu dengan helikopter, segera tersiar bahwa gempa kali ini termasuk bencana alam yang banyak makan korban. Daerah yang digoyang gempa "bagaikan sebuah negeri kecil yang harus dibangun kembali mulai dari nol," katanya. Menurut para ahli seismologi, pusat gempa berada di sekitar 200 km di barat laut Teheran. Bila dugaan itu benar, pusat itu berada di antara Kota Manjil dan Rudbar. Tapi analisa lain menyebutkan pusat itu berada di pantai Laut Kaspia persis di utara Rudbar. Melihat bahwa Rudbar dan Manjil di- beritakan paling menderita, analisa pertama tampaknya lebih mendekati kenyataan. Guncangan gempa dirasakan sampai ke Kota Qazvin, sekitar 150 km di tenggara Rudbar. Dari sini para ahli menduga radius gempa setidaknya 150 km. Yang jelas, 114 desa di Provinsi Zanjan, provinsi di batas selatan Gilan, dinyatakan musnah. Diduga ini karena desa-desa itu berada di dekat bibir ngarai. Maka, ketika gempa cukup kuat, rumah-rumah yang terbuat dari batu bata, biasanya berbentuk kotak tanpa jendela, ventilasi ada di atap, segera runtuh masuk jurang. Lalu di sejumlah desa di sekitar Rudbar dikabarkan rata dengan tanah, dan hanya satu-dua penduduk selamat. Di sepanjang pantai Kaspia di Provinsi Gilan, ladang padi dan kebun teh tertimbun tanah dan batu dari pegunungan di selatan. Suatu usaha penyelamatan besar-besaran sekarang ini sedang dijalankan. Helikopter dan pesawat-pesawat berperut lebar seperti Hercules C-130 terbang ke kota-kota yang dapat dicapainya untuk mengangkuti korban. Rumah-rumah sakit di kota-kota yang tak terkena bencana berusaha meringankan kerja rumah-rumah sakit daerah bahaya yany penuh dengan korban yang luka. Berita televisi yang dimonitor di Siprus memperlihatkan bukit-bukit yang penuh dengan sisa-sisa bangunan yang tadinya merupakan desa. Dalam siaran TV itu terlihat anak-anak yang berlarian ke sana-kemari, tapi tak kelihatan orang dewasa. Terlihat juga barisan tentara dan orang-orang muda yang dengan susah payah berusaha memindahkan puing-puing bangunan besar untuk melihat adakah manusia yang masih hidup. Anjing-anjing pelacak pun dikerahkan. Traktor dan derek menderu-deru mengangkati potongan-potongan besar beton dan besi cor. Di Rudbar, seorang lelaki yang mujur dan selamat dari maut bercerita di muka kamera televisi mengenai pengalamannya yang sangat mengerikan. Katanya, sebuah batu sebesar gedung menggelinding melindas rumahnya dan membunuh empat dari enam anaknya. Dan celaka. Pada Ahad kemarin, seperti belum puas dengan getaran di Kamis pekan lalu, dalam 24 jam terjadi 60 getaran di dua provinsi Gilan dan Zanjan. Maka, diduga jumlah korban lebih dari 70.000 orang meninggal, lebih dari 200.000 cede- ra, di negeri berpenduduk sekitar 50 juta orang ini. Dan setengah juta orang kehilangan rumahnya. Sekurang-kurangnya 3.000 ton bantuan berupa makanan, selimut, dan obat-obatan telah diterbangkan ke daerah bencana. Kapal-kapal terbang dan helikopter telah melakukan tak kurang dari 50 misi pertolongan. Tapi, itu semua nampaknya masih jauh dari memadai. Rafsanjani segera mengatakan, bencana yang menimpa Iran sa- ngat hebat sehingga ia harus meminta bantuan dari luar. Per- nyataan ini bertentangan dengan kabar yang mengatakan bahwa Iran menolak bantuan tenaga medis dan regu penolong dari luar negeri, dan mereka yang telanjur datang cuma diberi visa 24 jam. Iran cuma membutuhkan bantuan material. Sebuah pesawat dari Mesir yang siap terbang diminta menunggu isyarat dari Teheran. Semua itu tidak benar, kata juru bicara Departemen Luar Negeri Iran, Morteza Samadi. "Iran membutuhkan semuanya termasuk regu penolong, peralatan berat makanan, dan obat-obatan," katanya. Asal, "sesuai dengan syariat Islam," -- maksudnya barang-barang itu halal. Dan negeri para mullah ini membuka pintu bagi semua negara kecuali dari Israel dan Afrika Selatan. Dengan segera banyak yang mengulurkan tangan untuk menolong Iran. Di Timur Tengah uluran tangan pertama datang justru dari musuh-musuh Iran seperti Irak, Arab Saudi, dan Kuwait. Presiden Irak Saddam Hussein, musuh Iran dalam perang Iran- Irak 8 tahun, mengirimkan ucapan ikut berduka-cita. Pun si "Setan Besar" Amerika bergabung dengan negara-negara lain membantu negara yang pernah menyandera warga AS itu. Jepang telah menyiapkan bantuan sebesar US$ 1 juta melalui Palang Merah Internasional, di samping menjanjikan untuk segera menerbangkan obat-obatan dan makanan seharga lebih dari US$ 500.000. Negeri gempa ini pun bersedia pula meng- irim regu penyelamat yang sudah berpengalaman. Demikian juga PBB, Inggris, negara-negara Eropa lainnya, dan organisasi-organisasi Kristen dan Katolik di negara-negara itu. (Sampai awal pekan ini Salman Rushdie, novelis yang dikecam Khomeini, belum terdengar komentarnya). Sikap Iran yang membuka diri terhadap dunia luar itu cukup menggembirakan dan merupakan sesuatu yang baru. Banyak pihak mulai berharap hubungan Iran dengan sejumlah negara yang selama ini tegang -- misalnya dengan Amerika dan Inggris -- bisa membaik. Keterbukaan kedua pihak bisa membuka ke arah dialog. Dan khusus dengan AS dan Inggris, diharapkan Iran membantu pembebasan sandera-sandera warga negara kedua negeri yang masih ditahan oleh kelompok-kelompok pro-Iran di Libanon. Young Men's Christian Association, badan kema- nusiaan di Inggris yang diketuai oleh Terry Waite -- salah seorang sandera yang ditahan di Libanon -- Senin pekan ini menyerukan pengumpulan dana untuk Iran. Sejumlah analisa mengatakan, Iran masih akan memerlukan banyak bantuan guna memulihkan wilayah yang terkena gempa. "Gempa ini kehendak Tuhan, agar Iran berbaik-baik dengan musuh-musuhnya," kata Mohammad Ibrahim, ulama di Rudbar. Siapa tahu bencana yang menimpa Iran akan menjadi rahmat tersembunyi: terciptanya perdamaian di Timur Tengah -- dengan atau tanpa Israel. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini