Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ulah Pembisik di Gedung Putih

Sebuah dewan yang terdiri atas mantan orang-orang kuat Amerika memberikan masukan ke Pentagon: Arab Saudi musuh yang paling berbahaya.

11 Agustus 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Kissinger tiba-tiba muncul lagi. Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (1973-1977) ini diberitakan menjadi salah seorang anggota Dewan Penasihat Pentagon yang terdiri atas mantan pejabat dan bekas perwira Amerika. Ada Dan Quayle, mantan wakil presiden, James Schlesinger dan Harold Brown, keduanya bekas menteri pertahanan, lalu ada David Jeremiah dan William Owens, bekas pemimpin komando gabungan angkatan bersenjata Amerika. Ketua dewan ini adalah Richard N. Perle, bekas pejabat tinggi Pentagon, yang mengotaki penyerangan terhadap Irak. Boleh jadi, sementara di Indonesia ada ribut-ribut soal pembisik yang membuat Abdurrahman Wahid atau Megawati salah jalan, inilah heboh pembisik ala Amerika. Sebab, rekomendasi yang mereka berikan kontroversial. Dewan ini pada 10 Juli lalu memberikan masukan istimewa buat jajaran elite Pentagon, kemudian harian Washington Post membocorkannya kepada publik. Arab Saudi kini adalah musuh Amerika paling berbahaya, enemy of the state, begitu masukan itu. Ada 24 slide konon ditayangkan untuk mendukung hal itu. Mereka mengusulkan agar Pentagon mencari jalan untuk menghukum Arab Saudi. ”Orang-orang Saudi dari segala lapisan aktif membangun jaringan teror, dari akuntan sampai pegawai, dari ideolog sampai tentaranya,” kata Laurent Murawiec, analisis Rand Corporation dan anggota dewan tersebut, yang sebelumnya menjadi penasihat Menteri Pertahanan Prancis. Seperti dikutip Washington Post, dalam kesempatan itu Henry Kissinger menyatakan tidak setuju. Tapi peraih Nobel Perdamaian 1973 itu kalah arus dengan ”mantan pejabat lain”. Beberapa pengamat setuju bahwa kasus ini menunjukkan semacam paranoia dalam pemerintahan Bush. Timbullah aliansi neokonservatif, yang kecil tapi sangat berpengaruh, dalam lingkaran Bush. Ketika berita Washington Post ini muncul, Menteri Pertahanan Dick Cheney langsung menegaskan bahwa itu tidak mewakili pandangan resmi Gedung Putih. Tapi banyaknya ”sohib” mantan-pejabat di dewan itu membuat orang bisa berpikiran lain. Tajuk rencana Jerusalem Post berjudul Know Your Enemy tampak mendukung analisis dewan penasihat tersebut. Menurut koran itu, dalam tradisi pemerintahan Amerika selalu ada tim penasihat bayangan di luar struktur resmi pemerintahan, yang sering disebut tim B. Contohnya, pada 1976, CIA menyuruh sejarawan Richard Pipe mengetuai tim B yang bertugas menganalisis kekuatan Uni Soviet. Ternyata masukan-masukan tim B ini terbukti lebih akurat dibandingkan dengan informasi lain. Trauma Amerika atas peristiwa 11 September telah menelurkan fobia terhadap Arab. Karena 15 dari 19 pembajak pesawat adalah warga Arab, visa untuk warga Arab dipersulit. Memang banyak hal yang mengobarkan fobia ini. Di Riyadh, Juni lalu, misalnya, bom mobil meledak di dekat rumah seorang bankir Inggris. Dalam acara televisi, Syekh Abdul Rahman, imam Masjidil Haram, Mekah, mengatakan orang Yahudi tak ubahnya monyet dan babi. Dua hal ini meyakinkan banyak kalangan bahwa Al-Qaidah masih mendapat kucuran dana para syekh. Orang-orang kuat anggota dewan penasihat itu memiliki akses di media. Dalam beberapa pekan terakhir, secara blakblakan beberapa majalah Amerika menurunkan laporan utama bernada anti-Arab. Weekly Standard edisi 15 Juli lalu—editor utamanya William Kristol, mantan staf Quayle—menurunkan artikel The Coming Saudi Showdown. Lalu sebuah publikasi American Jewish Committee menurunkan laporan Our Enemies the Saudis. Sementara itu, Joseph Lieberman dari Partai Demokrat asal Connecticut dan Arlen Specter, anggota Partai Republik asal Pennsylvania, menuduh Arab Saudi berada di balik pengeboman sebuah bus di Israel. Yang jelas, berita Wa-shington Post membuat kikuk pejabat AS dan Arab Saudi. Para pejabat Arab segera menunjukkan komitmennya memerangi terorisme. Sudah 100 anggota Al-Qaidah dicokok Juni lalu. ”Ya kalau soal militansi di masyarakat itu kan seperti deja vu, selalu ada yang menentang kebijakan pemerintah,” kata Pangeran Bandar bin Sultan, Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika sejak 1983. Menteri Luar Negeri AS Colin Powell buru-buru menelepon Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud Al-Faisal. Ditegaskannya, Bush tak menganggap Arab musuh potensial. ”Analisis anggota dewan itu hanyalah fantasi. Hubungan Amerika-Arab yang dalam tidak tergoyahkan oleh hal semacam itu,” ujar Al-Faisal dalam sebuah siaran pers Kedutaan Arab Saudi di Washington. Karena faktor minyak, telah 60 tahun hubungan Riyadh-Washington memang harmonis. Tapi tak semesra dulu. Dan itulah yang tak dapat ditutup-tutupi. Seno Joko Suyono (Washington Post, Jerusalem Post, Time, Arab News)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus