Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
CINA akhirnya mengetuk palu setelah menaikkan tarif atas barang-barang AS menjadi 125 persen, Jumat, 11 April 2025. Dalam perang tarif melawan AS, Cina menyatakan tidak akan menaikkan pungutan lebih tinggi lagi, Axios melaporkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ini artinya perang kenaikan tarif telah dihentikan Cina, apa pun keputusan Donald Trump kemudian. Langkah saling balas yang telah terjadi beberapa hari terakhir ini memperpanjang perang dagang yang berdampak pada barang-barang senilai ratusan miliar dolar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pungutan baru dari Cina ini mulai berlaku pada 12 April atas sekitar $144 miliar ekspor AS, terutama produk-produk pertanian seperti kedelai. Ini dilakukan Cina untuk menyamai tarif AS, yang dianggap pemerintahan Xi Jinping sebagai “lelucon”.
AS sekarang secara efektif mengenakan tarif 145 persen untuk barang-barang Cina – tarif timbal balik 125 persen ditambah tarif 20 persen sebelumnya dalam perselisihan mengenai aliran fentanil.
Kementerian Keuangan Cina dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Bloomberg, mengatakan, "Mengingat bahwa barang-barang Amerika tidak lagi dapat dipasarkan di China di bawah tingkat tarif saat ini, jika AS lebih lanjut menaikkan tarif ekspor, Cina akan mengabaikan langkah-langkah tersebut.”
Sebelum pengumuman tarif baru oleh Cina, Trump tiba-tiba menangguhkan jeda 90 hari pada tarif terhadap puluhan negara yang telah membuat pasar saham anjlok. Ia sedang memfokuskan perang tarifnya dengan Cina.
Apa yang Sebenarnya Dikatakan Trump?
Dalam sebuah acara di Gedung Putih untuk merayakan Joey Logano, Juara NASCAR Cup Series, Trump mengklaim bahwa metodenya dalam menetapkan dan menyesuaikan tarif didasarkan pada "lebih banyak naluri daripada yang lainnya".
Trump mengakui bahwa beberapa investor telah “mual” dengan gejolak yang dipicu tarifnya. "Saya pikir orang-orang sedikit keluar dari jalur, mereka mulai gelisah, Anda tahu." Namun, ia menekankan pandangan positif terhadap pasar keuangan.
Ia juga membanggakan negara-negara yang kini mengantre untuk berbisnis dengan pemerintahannya setelah dikenakan kenaikan tarif. "Ada banyak negara lain, seperti yang Anda tahu - lebih dari 75 negara - dan mereka semua ingin bergabung." Ia juga memperkirakan AS akan menuai keuntungan sebelum akhir tahun ini.
Trump mengungkapkan bahwa pemberian jeda selama 90 hari hanya dilakukan kepada negara-negara yang tidak membalas. Karena, kata Trump, seperti dikutip Al Jazeera, “Jika Anda membalas, kami akan menggandakannya. Dan itulah yang saya lakukan dengan Cina, karena mereka memang membalas."
Ia begitu yakin upaya tarif hukumannya terhadap China akan mendorong Beijing ke meja perundingan. "Kesepakatan dapat dibuat dengan mereka semua. Kesepakatan akan dibuat dengan Cina. Kesepakatan akan dibuat dengan mereka semua. Dan itu akan menjadi kesepakatan yang adil. Saya hanya ingin yang adil," kata Trump.
Keyakinan Trump atas taktiknya menarik Cina ke meja perundingan didukung oleh fakta bahwa AS juga memiliki defisit perdagangan yang sangat besar dengan Cina. Negara-negara surplus perdagangan tidak memiliki "amunisi" dalam perang dagang; mereka memiliki "segalanya untuk kalah".
Menurut The Week, pasar ekspor AS "tidak tergantikan", jadi Xi telah menempatkan nasib ekonomi Cina yang gagal di tangan Trump. Trump "memegang semua kartu tertinggi". Satu-satunya jalan keluar bagi Xi adalah membuat Trump mundur.
George Magnus dari China Centre Universitas Oxford mengatakan, "Sifat sepihak dari hubungan perdagangan berarti dampak tarif akan jauh lebih besar bagi Cina. Namun, sulit atau tidak, ekonomi Cina senilai $20 triliun "seharusnya dapat menyerapnya", terutama jika Beijing "mengambil tindakan perbaikan" untuk mengurangi dampaknya pada perusahaan-perusahaan ekspor dan pekerjaan.
Bagaimana AS Mendapat Keuntungan dari Perang Tarif Ini?
Trump telah lama menyatakan bahwa tarif dapat mengurangi defisit perdagangan Amerika dan membawa manufaktur asing kembali ke AS. Ia juga mengatakan bahwa tarif-tarif tersebut akan membuka jalan bagi pemotongan pajak di masa depan.
Pada 1979, hampir 20 juta warga Amerika bekerja dalam bidang manufaktur. Kini, jumlahnya mendekati 12.5 juta. AS, pasca-Perang Dunia II, adalah produsen kendaraan bermotor, pesawat dan baja paling terkemuka. Namun, persaingan asing dan peningkatan produktivitas telah menyusutkan pangsa relatif pekerjaan manufaktur di AS. Vincent Vicard, kepala perdagangan internasional di lembaga pemikir ekonomi CEPII mengatakan, “Meskipun sulit untuk mengatakan dengan tepat apa yang diinginkan Trump, bagian dari rencana tarif ini adalah tentang meningkatkan pendapatan untuk pemotongan pajak penghasilan dan meningkatkan industri."
Ia menunjukkan bahwa "beberapa industri, seperti mobil dan baja, dapat memperoleh keuntungan dari persaingan luar negeri yang lebih rendah.”
Namun, mereka juga akan menghadapi harga yang lebih tinggi untuk barang setengah jadi [yang digunakan dalam proses manufaktur mereka sendiri]. Vicard mengatakan bahwa mungkin akan ada "investasi di beberapa industri dalam jangka panjang... lebih dari lima tahun. Tetapi dampak tarif terhadap konsumen dalam waktu dekat adalah harga yang lebih tinggi."
Apakah Perang Tarif akan Merugikan AS?
Sementara Trump berharap rezim tarifnya akan mengikis surplus perdagangan China, Beijing diuntungkan oleh keunggulan kompetitif yang telah mengakar. Koresponden The Times untuk wilayah Cina mengatakan pasti ada “kegelisahan” di Beijing. Namun, menurutnya, Xi percaya bahwa Cina akan "berada di posisi terbaik untuk menjadi yang terbaik" karena memiliki "satu keuntungan jangka panjang" atas Barat. Beberapa poin persentase yang hilang dari PDB, yang akan menjadi "bencana politik di Barat", hanya akan mengembalikan China ke "posisi beberapa tahun yang lalu".
Ryan Hass dari Brookings Institution menulis di X, “Siapa pun yang menasihati Trump bahwa Xi akan memohon pengampunan sedang melakukan malpraktik."
Menurut Brian Coulton, kepala ekonom di lembaga pemeringkat Fitch Ratings, dominasi industri China tidak akan mudah digeser. "Dalam beberapa dekade terakhir, Cina telah membangun jaringan logistik dan infrastruktur yang luar biasa [di sekitar sektor-sektor manufaktur utamanya]," katanya. "Mereka sangat produktif."
Biaya tenaga kerja di Cina jauh lebih murah dibanding Amerika Serikat sehingga AS akan kesulitan menjual barang semurah Cina.
Coulton mengatakan kepada Al Jazeera bahwa perusahaan-perusahaan "elektronik dan digital" AS secara khusus terpapar pada putaran tarif Cina terbaru Trump. "Apple, misalnya, berisiko tinggi."
Dia mengatakan "ini adalah industri yang mengimpor barang setengah jadi dari Cina. Jadi, pertanyaannya adalah apakah mereka akan menyerap biaya yang lebih tinggi melalui margin keuntungan yang lebih rendah atau meneruskannya ke konsumen."
Bagi Coulton, hal ini kemungkinan merupakan kombinasi dari keduanya. "Itu berarti tekanan pada aktivitas bisnis dan biaya rumah tangga yang lebih tinggi." Ia memperkirakan inflasi AS akan naik menjadi di atas 4 persen tahun ini, dari 2,8 persen saat ini, dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) akan melambat.
Selama perang dagang pertama Trump dengan Cina pada 2018, Dewan Bisnis AS-Tiongkok memperkirakan 245.000 pekerjaan di AS hilang. Karena cakupan tarif saat ini lebih besar, wajar jika diasumsikan bahwa lebih banyak lagi pekerjaan yang akan hilang. "Tarif Trump sangat dramatis... mereka akan menjadi kejutan bagi ekonomi AS," kata Coulton.
Pilihan Editor: Tarif Impor Trump Bikin Geger, UNIDO Beri Solusi Ini