Hiruk-pikuk musik rock menggerakkan ribuan orang menari-nari di jalan raya sekitar satu blok dari Gedung Mahkamah Agung (MA) Filipina, Kamis pekan silam. Tentu saja massa yang sebagian besar mengenakan sandal jepit plastik ini adalah pendukung bekas presiden Estrada. Mereka mengusung poster berwarna Estrada sembari membagi-bagikan selebaran yang bertuliskan: "Erap (panggilan akrab Estrada) presiden yang legal", dan "GMA (Gloria Macapagal-Arroyo) pejabat presiden". Sembari meneriakkan yel, mereka berusaha mendekat ke Gedung MA untuk memberikan dukungan kepada pengacara Estrada dalam dengar pendapat tentang petisi yang mereka ajukan ke MA, untuk menggugat keabsahan Gloria Macapagal-Arroyo selaku presiden lewat people power II, 20 Januari lalu.
Sekitar 200 polisi bersenjatakan tongkat dan tameng menahan gerak maju massa pro-Estrada yang umumnya dari kalangan akar rumput. "Apakah Anda menginginkan Erap ke Malacanang?" teriak salah seorang pemimpin demonstrasi. Massa pun menjawab, "Ya! Ya!
Ketegangan muncul ketika massa pro-Estrada melempari barisan polisi antihuru-hara dengan batu, botol plastik, dan benda apa saja. Beberapa di antaranya berupaya memanjat barikade polisi, sedangkan yang lain memukul-mukul tameng polisi. Aksi kekerasan reda dalam beberapa menit, tapi sejumlah pendukung Estrada bersikeras akan berkemah di luar Gedung MA hingga Estrada kembali ke Malacanang.
Suhu politik di Filipina tampaknya mulai naik, seiring dengan dimulainya masa pencalonan anggota Senat yang akan maju ke pemilihan pada 14 Mei mendatang. Kubu Estrada mulai menyusun kekuatan untuk mengembalikan bekas bintang film itu ke Malacanang lewat jalur hukum di MA. Dan yang lebih menarik, Luisa Ejertico Estrada, mantan ibu negara Filipina, mencatatkan namanya sebagai salah satu kandidat senator pada menit-menit terakhir penutupan pendaftaran, Senin malam pekan silam. Loi, panggilan akrab Luisa, bergabung dengan koalisi partai suaminya, Laban ng Demokratikong Pilipino (LDP). Kandidat senator dari LDP, termasuk Gringo Honasan dan Juan Ponce Enrile, dengan semangat menyatukan tangan seolah menyongsong kembalinya keluarga Estrada dalam politik. "Saya tidak tahu apa-apa tentang politik, tapi sungguh menyakitkan melihat suami saya ketika saya tidak membantunya dalam masalah hukum yang merusak dirinya," ujar Loi.
Memang agak mengharukan, kesetiaan Loi terhadap suaminya, Joseph Estrada, yang pernah mengaku secara terbuka memiliki sejumlah gundik. Loi adalah seorang dokter yang aktif dalam kegiatan amal pada saat Estrada masih sebagai presiden. "Jika memperoleh kesempatan berbakti di Senat, dia akan meneruskan kegiatannya untuk masyarakat miskin yang terputus akibat kepergian kami yang menyedihkan dari Malacanang," ujar Jinggoy Estrada, anak lelaki Estrada.
Istana Malacanang kelihatan tidak gusar dengan pencalonan Loi. "Istri Estrada atau siapa saja dari keluarga Estrada masih diterima dalam politik. Inilah demokrasi yang kami miliki," ujar Renato Corona, juru bicara Istana Malacanang, kepada Gita W. Laksmini dari Tempo lewat saluran telepon internasional. Corona yakin, dengan memulihkan kepercayaan pemodal asing dan lokal, perubahan ekonomi yang cepat akan meningkatkan kehidupan ekonomi rakyat, yang otomatis merupakan promosi terbaik bagi kandidat dari kubu Arroyo. Selain itu, kata Corona, pemerintah akan menjelaskan kepada rakyat bahwa orang yang mengidentifikasi diri dengan Estrada tak layak dipilih. Untuk menunjukkan ketidaklayakan kandidat dari kubu Estrada, politisi pendukung Arroyo menggunakan tamsil koboi dan Indian. "Ini adalah pertempuran antara orang yang mengidentifikasi diri dengan sebuah pemerintahan yang dijalankan oleh gerombolan dan orang yang taat pada hukum," ujar Ernesto Herrera, salah seorang kandidat Senat dari kubu Arroyo. Bahkan aktivis kelompok sayap kiri bersumpah akan melakukan kampanye melawan kandidat Senat Estrada. Dalam sebuah aksi yang berlangsung di markas komisi pemilihan, mereka mengusung plakat bertulisan "Kandidat Sampah Erap".
Sikap pendukung Arroyo yang sangat menunjukkan rasa tak suka atas munculnya Loi dalam pencalonan Senat bisa dipahami. Analis politik menduga, kemunculan Loi adalah bagian dari strategi kelompok Estrada untuk mengembalikan Estrada ke panggung politik. Semula Estrada ingin maju langsung dalam pemilihan Senat, tapi penasihat politiknya mencegah karena dengan majunya Estrada ke Senat adalah pengakuan tidak langsung bahwa dia bukan lagi Presiden Filipina. Padahal, tim pengacaranya sekarang sedang bertempur di MA untuk meloloskan petisi bahwa Estrada tidak pernah menyatakan mengundurkan diri selaku presiden dan Arroyo hanyalah pejabat sementara Presiden Filipina.
Untuk itulah Loi, sang istri, terjun ke arena pemilihan. Pada saat perjuangan tim pengacara Estrada gagal di MA, Estrada dengan mudah menggantikan Loi, karena konstitusi Filipina membolehkan partai mengganti kandidat Senat yang mengundurkan diri.
Adakah kans bagi Estrada untuk kembali menjadi Presiden Filipina? Menurut pengamat politik dari Universitas Filipina, Profesor Alex Magno, itu tak lebih hanya banyolan, sebagaimana keinginan Imelda Marcos mencalonkan diri untuk jabatan Wali Kota Manila beberapa waktu lalu. "Riwayat Estrada sudah berakhir. Dia sekarang tidak lagi memiliki pendukung dan kredibilitas. Masyarakat madani telah menolak Estrada, bahkan kroninya pun membuangnya dengan memberi kesaksian yang memberatkan Estrada. Pekan depan boleh jadi Estrada dijebloskan ke penjara," ujar Magno kepada Gita W. Laksmini dari TEMPO.
Pejabat penjara di Kota Quezon memang sudah menyiapkan akomodasi untuk mengantisipasi kemungkinan penangkapan terhadap Estrada. James Labordo, Kepala Penjara Quezon, sudah mendapat perintah untuk menyediakan sel yang akan ditempati Estrada. "Tak ada perlakuan khusus bagi Estrada. Kita akan menerapkan peraturan secara tegas," ujar Labordo. Jaksa pemerintah memang sedang menyiapkan penyidikan kriminal terhadap Estrada tentang kekayaan gelap yang dimiliki sang mantan presiden sebesar US$ 400 juta. Seandainya MA menolak petisi pengacara Estrada yang menuntut kekebalan kepresidenan terhadap Estrada, Estrada bukan akan memperoleh Istana Malacanang nan nyaman itu, melainkan sebuah sel sempit berjeruji besi di penjara Quezon.
Raihul Fadjri (dari berbagai sumber) dan Gita W. Laksmini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini