Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada tahun-tahun terakhirnya sebagai Presiden Irak, Saddam Hussein mengembangkan hobi baru: menulis novel. Sudah empat novel yang ia tulis sejak tahun 2000. Banyak pengamat menilai novel-novel itu buruk. Nyatanya cukup laris. ”Orang penasaran. Mereka ingin tahu betapa ’gilanya’ Saddam,” ujar editor Al Saqi Books, Amin Al-Issa. Para agen rahasia MI6 (Inggris), CIA (Amerika Serikat), dan Mossad (Israel) membacanya untuk mempelajari karakter Saddam. Konon, tokoh pahlawan dalam buku-buku itu melambangkan Saddam sendiri. Buku terakhirnya, Be Gone Demons, rencananya dicetak di Yordania pada Mei lalu, namun dilarang pemerintah setempat.
Berikut intisari novel-novel Saddam:
Zabibah and the King Novel pertama Saddam ini terbit pada tahun 2000. Ini kisah cinta seorang wanita desa yang telah menikah bernama Zabibah dengan rajanya. Cerita dimulai dengan kalimat khas dongeng: ”Pada suatu ketika hiduplah seorang raja yang kuat dan perkasa....” Dalam satu percakapan, Raja bertanya kepada Zabibah, bagaimana seharusnya memperlakukan rakyat. Zabibah menjawab: ”Paduka, rakyat harus dikendalikan.” Suatu malam, dalam perjalanan pulang ke rumah, Zabibah diperkosa sekelompok orang. Dia masih sempat pulang ke istana kekasihnya sebelum meninggal pada 17 Januari—tanggal yang sama dengan serangan pertama AS ke Irak pada Perang Teluk 1991. Ternyata biang pemerkosaan adalah suaminya sendiri, yang tak rela Zabibah jatuh ke pelukan Raja. Raja kemudian berperang membela kekasihnya. Pemerkosa dapat dibunuh.
The Fortified Castle Buku ini bercerita tentang situasi tak menentu di utara Irak yang menyebabkan tertundanya pernikahan sang Pahlawan dengan kecintaannya, seorang gadis Kurdi. Sang Pahlawan harus berperang mempertahankan puri milik keluarganya. Beberapa kali ada usulan agar puri besar itu dibagi menjadi beberapa bagian, namun ibu si Pahlawan menolak. Dia ingin anak-anaknya tetap bersatu. ”Mereka bersama-sama mewarisi puri dan tanahnya. Tapi hanya yang menumpahkan darahnya dan mempertahankan puri ini yang berhak memilikinya,” ujar sang ibu. Kritikus mengatakan cerita ini menuturkan sejarah Partai Baath, partainya Saddam.
Men and the City Dalam otobiografi ini Saddam bertutur tentang dirinya. Dia, misalnya, ternyata amat memuja ibunya. ”Ibu sering memeluk saya sambil bercerita tentang para leluhur,” tulisnya. ”Dia adalah sekolah sekaligus guru. Dia mendongengkan cerita-cerita sambil membelai rambut saya.” Pada usia lima tahun, Saddam jatuh dari keledai. Tangannya patah. Setelah sembuh, dia berlatih menunggang kuda hingga mahir. Pamannya, Khairallah, yang mendorong dia berpolitik. Dari paman ini pula Saddam mendapat senjata apinya yang pertama, satu Smith & Wesson buatan AS, di masa ia masih remaja. Avi Rubin, seorang bekas agen Mossad, mengatakan buku itu adalah ungkapan kemarahan Saddam terhadap peradaban Barat dan Israel. ”Dia berbicara tentang luka masa kecilnya,” kata Rubin.
Be Gone Demons Ketika novel ini hendak dicetak pada Maret 2003, Amerika menyerang Irak dan Saddam bergegas melarikan diri dari Bagdad. Isinya, cerita tentang konspirasi Zionis dan Kristen melawan orang Arab dan muslim. Tentara Arab diceritakan berhasil masuk ke tanah musuh dan merobohkan satu bangunan yang menjadi kebanggaan musuh—tampaknya terinspirasi oleh penyerangan gedung World Trade Center di New York. Cerita dibuka oleh narator yang menasihati tiga orang ”cucu” Abraham: Ezekiel, Youssef, dan Mahmoud. ”Meskipun engkau menguasai semua harta saudaramu, hidupmu akan selalu susah,” sang narator menasihati Ezekiel, yang digambarkan serakah—mewakili Israel. Youssef, yang mewakili Kristen, pada mulanya digambarkan pemurah dan toleran, namun kemudian berubah. Sedangkan Mahmoud menyimbolkan muslim—yang pada akhir cerita keluar sebagai pemenang dan menguasai tanah Zion.
Philipus Parera (Frontpagemag.com/BBC/Radio Liberty/CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo