Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Warga Benghazi ketakutan setelah putra Qadhafi mengancam akan merebut kota dalam 48 jam. Semangat revolusi mulai meredup.

21 Maret 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dentuman suara artileri antiserangan udara dan kilatan cahaya yang membelah langit Benghazi semalaman baru reda menjelang fajar. Kota ini perlahan terbangun pada Rabu pagi pekan lalu. Sebagian warga berharap situasi akan berubah. Tapi percuma. Toko-toko tetap tertutup rapat, jalanan ditutup, dan sebagian warga masih enggan ke luar rumah.

Tak seorang pun tahu mengapa tembakan senjata berat mendadak berhenti pagi itu. Rumor beredar menyapu setiap sudut kota hingga gang-gang paling kumuh di Benghazi. Kolonel Muammar Qadhafi diisukan tewas di tangan pilotnya sendiri yang bunuh diri menabrakkan pesawat ke kompleks istana diktator. Kabar ini nyatanya salah besar—meski para pemimpin demonstran mengklaim berhasil memukul mundur tentara rezim hingga seratus kilometer.

Mungkin ini adalah luapan ketakutan warga Benghazi, benteng utama revolusi di Libya. Benghazi harus berjuang sampai titik darah penghabisan, menjaga semangat revolusi tetap berkobar, sementara serangan balik dari kubu Qadhafi terus mengancam dari hari ke hari.

Kota ini bergeliat perlahan pada pagi hari. Tapi penduduk masih hati-hati. Tidak satu pun warga berani muncul di jalanan. Mereka masih menderita trauma akibat kejadian di Ajdabiya, kota terdekat dari Benghazi yang sudah dikuasai tentara Qadhafi. Para pejuang revolusioner di sana berusaha bangkit setelah kekalahan fatal beberapa hari sebelumnya.

Banyak orang Benghazi sulit percaya para pejuang revolusioner bakal menang. Sebagian yang lain memperhatikan bentrokan senjata semakin mendekati kota mereka.

Apakah Qadhafi akan segera menyerang Benghazi? ”Tentu tidak,” kata beberapa orang. Qadhafi tidak punya cukup tentara. Tapi kerumunan yang lain berspekulasi Qadhafi akan mengepung kota di dataran tinggi ini. Masih ada kelompok lain yang mengelu-elukan kelompok prorevolusi yang mengklaim berhasil menenggelamkan dua kapal Qadhafi memakai pesawat MiG yang dibajak dari hanggar.

Najib Barrsi berusaha menghilangkan keraguan bahwa pemberontak akan kalah telak. ”Ini hanya taktik militer, jadi tidak perlu khawatir,” kata dia soal mundurnya sejumlah anggota pasukan pemberontak. Tapi Mahmoud Refadi tidak begitu yakin. ”Jika ada pasukan Qadhafi di Ajdabiya, itu tidak menguntungkan kita. Mengapa kita biarkan? Mengapa mereka begitu dekat?” ujarnya.

Takut dan khawatir semakin menyeruak menembus pintu-pintu rumah di Benghazi saat putra Qadhafi, Saiful Islam, memberikan ultimatum: Benghazi akan jatuh dalam 48 jam. Rasanya tidak mungkin, tapi pernyataan Saiful itu menunjukkan siapa yang memegang kendali sekarang.

Para pemimpin kelompok anti-Qadhafi pun semakin jarang muncul di depan publik. Banyak yang telah bersembunyi selama berhari-hari. Iman Bugaisghis, dosen kedokteran gigi yang menjadi juru bicara para pejuang, tidak mau mengakui pemberontak terancam kalah. Dia menegaskan akan tetap tinggal di Benghazi, meskipun nyawanya harus dikorbankan. Namun beberapa warga Benghazi telah mundur ke kota-kota dekat perbatasan Mesir.

Bagaimanapun, masih ada setitik harapan bagi mereka. Pasukan anti-Qadhafi masih menguasai kota-kota sepanjang ratusan kilometer di pantai timur Libya, termasuk Tobruk. Mungkin akan sulit bagi tentara Qadhafi untuk merebut Benghazi.

Tapi, setelah baku tembak pada Rabu malam, esok paginya pertahanan di Benghazi jauh berkurang. Hanya ada sebuah artileri antiserangan udara, yang dipasang di pinggir laut, dekat gedung pengadilan yang menjadi markas dewan revolusioner.

Banyak orang di Benghazi kini bertanya-tanya dan khawatir terhadap hal yang sama. Banyak pendukung Qadhafi bersembunyi saat gelombang pemberontakan membesar. Kini kaum loyalis Qadhafi ini mulai berani ke luar rumah dan satu per satu membuat kekacauan.

Kekhawatiran ini diperkuat beberapa insiden, termasuk ditembaknya kaki seorang jurnalis Spanyol oleh loyalis Qadhafi. Sejumlah pembunuhan terhadap penentang Qadhafi juga meneror warga Benghazi. Sepertinya suasana hati warga Benghazi telah berubah jadi muram. Udara Benghazi kini penuh teror dan ketakutan.

Bendera nasional era kemerdekaan, yang berkibar di atas gedung-gedung Benghazi selama aksi demonstrasi, kini tidak lagi terlihat. Penjual bendera yang beberapa pekan lalu berjajar di sepanjang pantai telah menghilang, kecuali satu orang yang berjualan dari mobilnya.

Sebagian besar pemilik toko tidak punya cukup nyali untuk mengubah cat pintu toko mereka dengan warna hijau: warna wajib revolusi Qadhafi. Pintu-pintu toko kini penuh grafiti. Energi revolusi seolah menguap pergi. Poster-poster di pinggir jalan kini menyindir gerakan revolusi: ”Obama, malulah Anda”.

Ninin Damayanti (Guardian, Telegraph)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus