DI bawah pimpinan Solidaritas, Polandia dari satu sisi memang lebih baik. Untuk pertama kalinya daging babi dapat diperoleh dalam tempo kurang dari 5 menit. Dari sisi yang lain, tentu tak banyak yang bisa membeli daging babi itu. Soalnya, harganya mencapai 60.000 zloty per kilogram, atau sama dengan harga mobil Fiat di tahun 1970-an. Dari segi lain pula, Perdana Menteri Mazowiecki, tokoh Solidaritas itu, tampaknya pintar membuat kerasan rakyatnya. Soalnya, harga BBM yang meroket dan devaluasi mata uang, menyebabkan sebagian besar sekali rakyat Polandia tak cukup biaya untuk melancong ke luar negeri. Itulah efek sementara -- ya diharapkan itu hanya sementara saja -- upaya pemerintah Warsawa membebaskan perekonomian dari kontrol ketat birokrasi, dan penerapan ekonomi pasar bebas. Risiko memang mesti ditanggung. Resesi dan tingkat bunga yang tinggi membuat banyak perusahaan gulung tikar. Akibatnya, pengangguran meningkat. Banyak orang yang terpaksa menurunkan tingkat hidup, sampai40%. Hanya para buruh tambang yang rada ribut. Toh, mereka pun tak berani melakukan tindakan seperti di masa pemerintahan komunis: mogok. Pemerintah Solidaritas -- yang dulu mendukung, malah mempelopori pemogokan -- punya jurus yang rupanya ampuh: mengancam bakal menutup tambang jika para buruh nekat minta naik gaji dengan mogok. Lajunya inflasi menyebabkan kepercayaan terhadap uang sangat menurun. Suatu hari Lech Walesa mencoba menawar seekor itik ketika ia jalan-jalan di sebuah dusun. Tapi wanita petani yang memilikinya menolak menjual piaraannya. Walesa melipatduakan tawarannya. Tetap ditolak. Lipat tiga kali. Tak juga itik diberikan. Yang dilakukan para petani adalah barter. Pesawat televisi, mesin cuci, diangkut truk dari Soviet ke dusun-dusun untuk ditukar dengan hasil bumi dan ternak, tulis Czeslaw Milosz di The New York Time Magazne Januari lalu. Milosz, sastrawan Polandia pemenang Nobel 1980, sejak 1950 meninggalkan negerinya, dan untuk kedua kalinya di musim gugur tahun lalu ia berkunjung ke kampung halamannya. Di mana-mana di Polandia, cerita Milosz, orang berbicara tentang ekonomi. Tiap hari harga kebutuhan pokok naik. Lalu bagaimana sekitar 38 juta orang Polandia hidup? Sebagian karena kiriman sanak-saudara dari luar negeri. Sebagian lagi sedikit beruntung karena tiap kali gajinya disesuaikan dengan kenaikan harga, berkat perjuangan parlemen. Tapi jenis kedua ini jumlahnya sangat sedikit. Sebagian besar bertahan dengan cara, itu tadi, seperti sudah disebutkan, menurunkan taraf hidup. Yang melakukan cara ketiga termasuk para cendekiawan dan seniman. Soalnya, di zaman pemerintahan komunis, "atas nama kegiatan intelektual dan kebudayaan" mereka mendapat subsidi yang lebih -- meski-pun mereka menentang pemerintah. Dan meski sejak 1981 organisasi seniman -- misalnya Persatuan Penulis Polandia --- dilarang, sisa-sisa subsidi masih bisa ditembus. Tampaknya Warsawa, setelah ekonomi sosialis bangkrut, harus melacak tiap langkah yang menuju ke kemiskinan. Ini menyebabkan beban berat bagi pemerintah. Di mana-mana tampak gedung dengan dinding retak dan kusam, pipa-pipa gas yang bocor, tambalan-tambalan papan, dan tembok-tembok yang disangga. "Inilah kota yang habis mengalami serangan jantung," kata seorang warga Warsawa, ibu kota Polandia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini