Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sang Macan Belum Menyerah

India menuduh Pakistan mendalangi kerusuhan di Kashmir. tapi, dua organisasi radikal macan-macan Allah & front pembebasan nasional Jammu & Kahsmir ingin merdeka. Timbul ketegangan India-Pakistan.

3 Februari 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG Muslim Kashmir dikenal malu-malu, sibuk berjuang melawan kemiskinan. Dan tak banyak menuntut, mereka menerima nasib itu tanpa protes. Karena itulah separatisme di Jammu-Kashmir, wilayah timur dan selatan Kashmir yang masuk India, selalu dianggap pemerintah New Delhi sebagai gerakan minoritas yang tak akan laku di negara bagian berpenduduk sekitar 8,5 juta itu. Tapi, itu mitos lama. Sejak dua bulan terakhir ini, separatisme -- baik yang menginginkan kemerdekaan penuh dari India maupun yang ingin bergabung dengan Pakistan -- makin populer dan ma-kin galak. Pasalnya, munculnya berbagai organisasi Islam fundamentalis atau nasionalisme yang sempit. "Tak ada yang ditakutkan kalau kita telah mengesampingkan ketakutan akan kematian. Aku tak takut lagi untuk mengorbankan nyawa demi kemerdekaan Kashmir," kata seorang pemuda berusia dua puluhan kepada seorang wartawan asing. Maka, para pengamat Asia Selatan berpendapat, kedamaian sejak akhir pekan lalu di wilayah itu semu belaka. Bisa saja sewaktu-waktu pasukan para India, yang masuk wilayah ini dua pekan lalu dan berhasil menguasai keadaan, diserang kaum separatis yang ingin merdeka. Dan kemudian kerusuhan meledak lagi. Setidaknya, dua organisasi radikal di Jammu-Kashmir, tampaknya, tak mudah dibekuk. Itulah yang menyebut diri "Macan-macan Allah", dikepalai oleh Noor Khan, yang mengangkat dirinya sebagai "Marsekal Udara". Khan mengaku sebagai pengikut Gulbudin Hekmatyar, salah satu pemimpin faksi gerilya Afghanistan terkemuka. Cara Khan berjuang bisa macam-macam. Salah satu contoh, dua pekan silam, ia masuk ke bar di Hotel Centaur dan Broadway, dua hotel paling besar di Srinagar, ibu kota negara bagian Jammu-Kashmir. Pengikut-pengikutnya segera beraksi: memecahkan botol-botol minuman keras dan merusakkan perabotan. Polisi tak berdaya. Sejak itu, semua toko minuman keras di Srinagar tutup dan mengganti usahanya dengan menjual elektronik atau tekstil. Yang juga diporak-perandakan adalah toko-toko video. Sasaran selanjutnya, gedung-gedung bioskop. Tapi, sebelum serangan dilakukan, sudah banyak gedung bioskop yang diubah menjadi toko atau gudang. Sikap para Macan Allah terhadap orang India juga sangat ekstrem. "Wahai orang-orang India, lebih baik kalian membereskan seluruh hartamu dan mundur dengan terhormat," kata "Marsekal" Khan dalam wawancara dengan sebuah koran lokal. Sepak terjang Macan-macan Allah itu telah menyebabkan kelompok ekstrem lain, Front Pembebasan Nasional Jammu & Kashmir (JKNLF), terasa moderat. JKNLF tetap mempertahankan sifat organisasinya yang sekular. Sebulan yang silam, ketika pemerintah federal memberlakukan jam malam dan pembatasan kegiatan politik, ia membagi-bagikan bahan makanan dan pakaian kepada penduduk miskin Srinagar, baik yang Muslim maupun yang Hindu. Padahal, boleh dikata, JKNLF-lah yang menjadi biang keladi kekacauan di Kashmir. Pemimpinnya, Amanullah Khan, tinggal di Rawalpindi, Pakistan, dan para pengikutnya, termasuk 300 pejuang terlatih dan bersenjata lengkap, bermarkas di wilayah Kashmir maupun di seberang perbatasan. Memang, JKNLF memperjuangkan wilayah ini masuk Pakistan. Front Pembebasan inilah yang, beberapa waktu lalu, menculik puteri Menteri Dalam Negeri India. Korban dilepaskan setelah terjadi tukar-menukar dengan pelepasan lima orang militan Kashmir dari penjara. Posisi pemerintah India di Kashmir makin terjepit. Bukan cuma sebagian besar rakyat Kashmir saja yang menentangnya, tapi juga sebagian dari administrasi lokal. Kelompok yang, baru-baru ini, ikut menentang pemerintah India adalah pasukan polisi negara bagian. Ketika pasukan para dan polisi (federal) India datang, dua pekan lalu, polisi Kashmir mogok. Mereka memprotes tentara India yang memukuli orang-orang Kashmir. Akhirnya, mereka tak cuma mogok, tapi ikut melawan pasukan India. Sudah sejak 1947, ketika Kerajaan Inggris India terpecah menjadi dua, wilayah Jammu dan Kashmir menjadi sengketa kedua negara. India merebut wilayah itu ketika terjadi pemberontakan suku Pathan. Hari Singh, maharaja Kashmir, minta pertolongan India. Ketika itulah India memasukkan wilayah tersebut di bawah kedaulatannya. Pakistan memprotes dan menuntut agar diadakan plebisit. India menolaknya. Pakistan yakin, karena mayoritas penduduknya Islam, apabila ada plebisit, rakyat Kashmir akan memilih berada dalam lingkungan Pakistan. India dan Pakistan sudah dua kali berperang untuk memperebutkan negara bagian itu. Pada akhir 1950-an, Cina turut terjun ke dalam konflik Kashmir. Ia melakukan gerakan-gerakan militer di wilayah Aksai Chin dan Ladakh, yang terletak di sebelah Timur Kashmir. Sejak meletusnya perang perbatasan India-Cina pada 1962, RRC menduduki Aksai Chin dan Ladakh, dan sekarang kedua wilayah itu masih menjadi sengketa antara New Delhi dan Beijing. Melihat keadaan yang makin tegang di Kashmir belakangan ini, nampaknya, Pakistan tak tinggal diam. Setidaknya, belum lama ini, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri di Islamabad mengeluarkan pernyataan yang tak mengenakkan India. Katanya, "Ketakpuasan rakyat Kashmir dan penolakan abadi pemerintah India -- untuk memberi kesempatan kepada mereka buat menentukan nasibnya sendiri -- telah muncul ke permukaan secara eksplisit." Bisa dimengerti bila dengan cepat muncul tanggapan dari India. Komentar pihak Pakistan merupakan "tindakan turut campur dalam urusan dalam negeri India," kata juru bicara Departemen Luar Negeri India. Sebegitu jauh, Perdana Menteri Benazir Bhutto sendiri tak banyak mengeluarkan pernyataan politik. Ia, beberapa hari sebelum melahirkan anak keduanya, hanya menyatakan sangat prihatin dengan perkembangan di Kashmir. Tapi, golongan oposisi, terutama Aliansi Demokrasi Islam, dengan bersemangat mengobarkan sentimen anti-India. Mereka menyebut-nyebut bahwa keributan yang sekarang terjadi di Kashmir sebagai permulaan dari sebuah revolusi Islam. Sambil, tentu saja, kaum oposisi Pakistan ini mengkritik habis pemerintahan Benazir. Kata mereka, pemerintah tak memperhatikan nasib rakyat Kashmir. Memang, pihak India mencurigai tangan-tangan Pakistan di balik kekalutan Kashmir. Menurut pengamat politik India terkemuka, Samuel Baid, separatisme di Kashmir telah disulut oleh dua peristiwa internasional. Pertama, mundurnya pasukan Soviet dari Afghanistan, dan kedua, perkembangan terakhir di Azerbaijan. Kedua hal itulah, kata Baid, "Yang telah memberi inspirasi kepada kaum muslim Kashmir bahwa atas nama Islam, mereka akan berhasil mengusir penjajah yang jauh lebih kuat". Sementara itu, selain mengirimkan pasukan para dan polisi ke Kashmir, India menjalankan upaya diplomatik di kalangan negara-negara Islam yang menuduh Pakistan sedang mengobar-ngobarkan militansi Islam di Kashmir. Apa pun nanti hasilnya, sebelum damai menaungi Kashmir, rakyat Kashmir-lah -- yang 40 tahun belakangan ini tak mengecap ketenteraman -- yang terus menderita. A. Dahana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus