SUHU yang meluncur ke titik beku tidak merupakan penghalang bagi 10.000 warga Kota Jenewa melancarkan unjuk perasaan, Sabtu lalu. Bergerak tertib, mereka menampilkan pendapat dan gagasan secara khas. Terlihat aneka kostum, tak ketinggalan pula topeng-topeng Sang Maut. Ada spanduk mengejek, "Wodka-Cola, keduanya menjijikkan.", Ada yang serius "Reagan-Gorbachev, Dunia Bukan Milikmu." Juga spanduk ini, "Soviet Tinggalkan Afghanistan" dan "AS keluar saja dari Amerika Tengah." Tanpa pilih bulu, AS dan US dikecam keras oleh demonstran. Mereka mewakili suara 50 organisasi damai antinuklir, termasuk organisasi wanita dan aliran keagamaan semacam Hare Krishna. Ke dalamnya tercakup berbagai bangsa, baik dari dunia maju maupun dunia berkembang. Singkatnya, aksi protes itu berusaha mengkonfrontasikan suara hati nurani dengan suara nuklir dari Washington dan Moskow. Tentu saja berbagai spanduk itu tidak sempat disaksikan Presiden Ronald Reagan, yang tiba di bandar udara Cointrin, Jenewa, Sabtu malam, beberapa jam sesudah aksi protes berlangsung. Mengenakan mantel hitam dengan scarf cashmere putih, Reagan turun dari tangga pesawat didampingi Nancy, istrinya, yang juga mengenakan busana serba hitam. Mereka disambut presiden Swiss, Kurt Fugler. Datang dua hari lebih awal dari jadwal pertemuan puncak (19-20 November 1985), dalam pidato singkat, ia menyatakan harapan agar prakarsa yang dirintis AS dan US itu bisa merupakan "langkah baru" ke arah perdamaian dunia. Reagan datang dengan tiga soal pokok: pengendalian senjata nuklir, hak-hak asasi, dan konflik regional. Desas-desus bahwa Washington tidak terlalu matang mempersiapkan agenda perundingan dengan sendirinya terbantah oleh keterangan Reagan ini. Sementara itu, Gorbachev tampak kurang memberi tekanan pada soal pengendalian nuklir. Ia lebih memusatkan sasaran pada SDI (Strategic Defensive Initiative), yang populer dengan sebutan program Perang Bintang. Tiba di Jenewa, Ahad lalu, pemimpin muda dari Moskow itu melontarkan kata-kata bersayap. "Masalah utama dalam pertemuan puncak ini ialah apa yang dapat dilakukan untuk mencegah perlombaan senjata dan penyebarluasannya ke arena yang sama sekali baru," katanya. Sudah bisa ditebak, ke mana arah Gorbachev. Ia bersikeras agar SDI dihapus. Sikapnya kaku, bahkan keras, ciri yang diperlukan untuk mencetak citra kuat dalam pandangan rakyat dan para pemimpin Kremlin. Dugaan pers Barat, yang meramalkan Gorbachev akan tampil luwes dan terbuka, rupanya meleset. Menlu AS George Shultz, yang diutus ke Moskow untuk melakukan perundingan pendahuluan dengan Gorbachev, telah membuktikan sendiri bahwa pemimpin Soviet itu bukanlah orang yang enak diajak bertukar pikiran. Seperti para pendahulunya, Gorbachev melihat AS sebagai negara dengan industri militer kompleks yang mendiktekan kepentingan para kapitalis dan kekuatan-kekuatan sayap kanan. Dalam hal ini, Gorbachev persis seperti Reagan yang pernah sangat ekstrem dan dulu menuduh Soviet sebagai "kerajaan iblis". Reagan juga pernah bergurau akan memberi nasihat kebapakan kepada Gorbachev, yang 20 tahun lebih muda. Ketika akan berangkat ke Jenewa, pekan lalu, presiden AS itu bertekad pula akan meluruskan pandangan Gorbachev yang salah tentang Amerika. Kali ini kedengarannya Reagan tidak bergurau. Tapi mungkinkah ? Menurut para pengamat, delegasi Moskow datang ke Jenewa dengan sasaran maksimal. Soalnya, hasil yang diperjuangkan di sini ikut menentukan kemantapan posisi kelompok Gorbachev, berpengaruh pada perbaikan tata ekonomi Soviet, yang menurut kaca mata Barat sudah bobrok, serta bisa memutih hitamkan rencana ekonomi lima tahun mendatang. Satu hal yang sangat ingin disukseskan Gorbachev ialah pengurangan persenjataan. Dengan ini, dana militer Soviet bisa ditekan untuk dialihkan ke bidang ekonomi. Namun, pengurangan senjata 50%, yang juga disetujui Reagan, tidak akan ada artinya kalau SDI akan dipertahankan terus oleh AS. Dan Gorbachev tidak sedikit pun terbujuk oleh keterangan Reagan, yang mengatakan bahwa hasil penelitian SDI bisa saja dibagi Amerika dengan negara-negara lain. Jika dikaji lagi, jelas bahwa pengurangan senjata bagi Gorbachev berarti penyelamatan bidang ekonomi. Sebaliknya bagi Reagan, yang ingin digondol-nya dari Jenewa adalah citra seorang pencinta dan pemrakarsa perdamaian. Bahwa peluang ke arah tercapainya suatu persetujuan pasti sangat kecil, tapi kedua pihak, dengan alasan masing-masing, tampak berusaha menyukseskan pertemuan puncak Jenewa dengan segala cara. AS menandaskan optimismenya bahwa KTT ke-11 antara kedua negara adidaya itu akan bisa dilanjutkan dalam berbagai pertemuan terbatas, sedangkan Moskow berusaha membuktikan bahwa sebuah negara tirai besi juga bisa menghargai hak-hak asasi manusia. Terakhir, sumber resmi Soviet malah menyatakan bahwa tentara Rusia, kelak, akan ditarik mundur dari Afghanistan. Isma Sawitri Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini