Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah Kalah Melawan Israel

Tim Bridengane Indonesia yang melawan Israel di kejuaraan bridengane dunia di brasil dipanggil menpora.Dianggap melanggar kebijaksanaan pemerintah (di larang bertanding dengan israel). Berbagai pihak protes.(nas)

23 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMRAN Zamzami akhirnya muncul di kantor Menteri Pemuda dan Olah Raga. Mengenakan setelan safari abu-abu bercorak cerah, selama sekitar dua jam tokoh bridge Indonesia yang juga pengusaha itu bertemu dengan Menpora Abdul Gafur, Senin pekan ini. Setelah itu, dengan wajah agak tegang, didampingi Sekjen KONI, M.F. Siregar, ia tampak bergegas keluar dari kamar kerja Menteri di lantai tiga Gedung Graha Pemuda, Jakarta. "Tanya saja Pak Siregar. Semuanya saya serahkan beliau sebagai juru bicara kami," kata Wakil Presiden PT Krama Yudha, yang akhir bulan lalu memimpin tim bridge Indonesia yang belakangan ketahuan bertanding melawan Israel di Kejuaraan Bridge Dunia di Sao Paulo, Brasil (TEMPO, 2 November). Tak pelak lagi, adalah karena kasus yang disebut Gafur, sebelum tim ini kembali dari Brasil, "pelanggaran policy pemerintah" itu, Amran, 55, yang sudah hampir 20 tahun menggeluti bridge, dipanggil Menpora. Datang tanpa enam anggota tim bridge Indonesia yang dipimpinnya bertanding di Brasil, ini kunjungan kedua - setelah beberapa hari sebelumnya ia juga melaporkan kasus yang menghebohkan: timnya bertanding dengan Israel kepada Ketua Harian KONI Pusat Dadang Suprayogi. Dan tak kurang pimpinan KONI ini yang kemudian juga memberikan kejutan. Yakni, ketika usai menerima kedatangan tim yang gagal mencapai semifinal kejuaraan itu, ia menyatakan mereka tak bersalah. "Kamilah dan bukan tim bridge yang bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran itu," kata Suprayogi, lantang. Karena itu, ia kemudian menambahkan lagi, "KONI mengambil oper masalah itu dari tangan pimpinan kontingen bridge Indonesia." Ini artinya, kalaupun yang diperbuat tim bridge yang sampai dua kali bertarung dan dua-duanya kalah melawan Israel itu dinyatakan salah, maka yang selayaknya dinyatakan bersalah adalah KONI, organisasi yang ikut merestui keberangkatan tim itu ke Brasil. Pernyataan Suprayogi ini, tak ayal, kontan mendapat reaksi. Antara lain dari Pengurus Pusat Muhammadiyah yang dengan serta merta menyatakan protes atas sikap KONI itu. "Pernyataan Pak Suprayogi atas nama KONI itu membingungkan dan tak menyelesaikan masalah," kata Lukman Harun, Sekjen PP Muhammadiyah, kepada TEMPO. Sebab, ini sebenarnya, menurut dia, bukan sekadar mau sok bertanggung jawab, tapi menyangkut kewibawaan pemerintah. KONI, sebagai induk organisasi setengah pemerintah, katanya, sebaiknya lebih berhati-hati. "Atas nama umat Muhammadiyah dan juga kalau boleh Islam, kami tetap memprotes pelanggaranan oleh tim bridge itu. Bukan semata-mata karena faktor agama. Tapi lebih disebabkan, kami melihat secara terang-terangan dan disiarkan secara luas, ada warga atau golongan yang melanggar policy luar negeri pemerintah," kata Lukman, berapi-api. Ia mengatakan, sebenarnya soal yang dipandang Muhammadiyah serius ini sudah dilaporkan dua minggu lalu kepada Menko Polkam Surono. "Kami hanya mau mengingatkan pemerintah tentang adanya pelanggaran itu. Supaya dicegah, agar tak jadi preseden nantinya. Buat apa kita punya policy luar negeri, kalau bisa dengan mudah dilanggar warganya?" kata juru bicara organisasi Islam yang banyak bergerak di bidang sosial dan pendidikan itu. Lukman memuji India dan Pakistan yang konsisten, tak mau bertanding melawan Israel pada kejuaraan bridge dunia itu. Kasus itu, menurut dia, memang lebih banyak menekankan pentingnya ketentuan pemerintah dijalankan dengan konsekuen. "Kami mau jernih melihat pelanggaran itu dari sudut: kita tak punya hubungan diplomatik dengan dua negara, Israel dan Afrika Selatan. Jadi tak hanya Israel, kalau tim bridge main lawan Afrika Selatan, kami juga tetap akan protes," katanya. Biarlah, katanya, kami yang jadi wakil, meskipun ini sebenarnya tugas DPR. Tak hanya Muhammadiyah, tapi kalangan bridge juga menyesalkan tim bridge yang bertanding di Sao Paulo itu. Bekas Ketua Umum Gabsi (Gabungan Bridge Seluruh Indonesia) Marsekal Muda Wisnu Djajengminardo, misalnya, mengecam kasus pelanggaran tersebut sebagai pelanggaran yang disengaja. "Sebab, sejak jauh-jauh hari, diketahui, Indonesia kalau toh akan ikut ke kejuaraan itu, mau tak mau harus melawan Israel, karena hanya ada satu pool di kejuaraan itu," tulis Wisnu di kolom surat pembaca Kompas Senin pekan ini. Ia menyalahkan sikap Gabsi yang tak berkonsultasi tentang kasus itu kepada pemerintah sebelum berangkat. Itulah juga yang disesalkan Menpora Gafur. "Kalau tahu akan berhadapan dengan Israel, ya, lebih baik, 'ndak berangkat," kata-nya, dua hari sebelum menerima Amran di kantornya. Ia tetap menilai tim bridge melanggar kebijaksanaan pemerintah. Tapi mengapa KONI bersikap lain? Adakah bakal ada sanksi untuk Gabsi? Gafur belum menjawab secara jelas. "Yang saya terima baru laporan-laporan. Tindak lanjutnya nanti akan dikoordinasikan dengan Menko Polkam," katanya. Cuma, dia memastikan, tak ada pengecualian dalam melaksanakan ketentuan yang sudah ditetapkan lewat surat edaran Menpora tanggal 5 Desember 1983 tentang larangan bermain dengan atlet dari Israel dan Afrika Selatan, dan pada saat yang hampir bersamaan ditegaskan pula lewat surat edaran Deplu. "Mereka tentu akan ditegur," kata Gafur. Teguran atau peringatan, boleh jadi, satu-satunya sanksi yang disiapkan untuk menindak pelanggar ketentuan yang sudah diberlakukan sejak 1960-an itu, dan dipertegas dalam dua tahun terakhir ini oleh pelbagai edaran menteri-menteri tadi. Toh, itulah yang mungkin kurang begitu serius di laksanakan. Sebab, sudah ada contoh, misalnya, pada 1974, Lita Soegiarto bermain melawan petenis Israel di final Asian Games VII di Teheran. Lita waktu itu menang. "Tapi, saya tak diapa-apain," ujar Lita terus terang. Jika melihat sikap KONI, besar kemungkinan tim bridge juga akan bernasib seperti itu. Namun, menjawab TEMPO, Menlu Mochtar Kusumaatmadja membantah, tak begitu tegasnya sanksi terhadap pelanggaran itu bisa dianggap isyarat bahwa larangan itu memang tak begitu perlu lagi terutama untuk kegiatan olah raga. "Tak ada perubahan policy. Kita tetap menentang setiap bentuk hubungan yang berkaitan dengan Israel dan Afrika Selatan," kata Mochtar. Semua, menurut dia, sebenarnya sudah jelas. "Mestinya tim bridge kita jangan begitu, dong. Sudah melanggar policy, kalah lagi. Memalukan," tukasnya. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah RI tak berniat untuk menilai kembali sikap itu. Yang jelas protes dari negara Arab, diduga tak bakal muncul gara-gara peristiwa ini. Maklum, ketika Indonesia mengundurkan diri dari Olimpiade Tokyo karena kehadiran Israel, beberapa negara Arab justru tetap berperan serta. Bila pengakuan Ketua KONI Suprayogi betul, maka tim bridge yang ke Brasil itu sebenarnya tak bisa dipersalahkan benar. Bahwa akan melawan Israel di sana, selain KONI sudah dilapori, kabarnya pemerintah juga sudah diberi tahu, sebelum tim itu berangkat ke Sao Paulo. Jangan-jangan ribut-ribut ini karena kalah. Coba kalau menang. Buktinya, tak terjadi apa-apa pada diri Lita Soegiarto ketika menang di final lawan petenis Israel di Asian Games 1974 itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus