Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Xanana Gusmao: "Anggota Kabinet Semuanya Orang Timor Loro Sa'e"

2 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kay Rala Xanana Gusmao agaknya gemar menukar cita-cita. Tatkala menjalani enam tahun hukuman buinya di Jakarta (1993-1999), ia banyak menghabiskan waktu untuk melukis, menulis puisi, dan berolahraga. Kepada TEMPO, ia membisikkan angan-angannya. "Selain mendalami lukisan, saya juga ingin menjadi petani. Daerah pegunungan di beberapa distrik kami punya lereng-lereng yang subur," ujarnya ketika itu. Kembali ke tanah kelahirannya setelah Timor Loro Sa'e lepas dari Indonesia pada 30 Agustus 1999, Xanana lebih banyak terlibat urusan politik ketimbang pertanian. Pada pekan lalu, di tengah riuhnya suasana pemilu pertama di negeri yang baru berusia dua tahun itu, impiannya menjadi petani sudah berganti lagi. Digadang-gadang hampir seluruh rakyatnya untuk menjadi presiden, tokoh pejuang Timor Loro Sa'e itu justru mengaku ingin menjadi fotografer saja. Aksinya pun meyakinkan: ke mana pun ia pergi, kamera Nikon kesayangannya selalu terkalung di lehernya. Tentu saja, tak mudah bagi pria 55 tahun itu untuk mengabadikan adegan yang ia inginkan. Soalnya, gayanya memotret justru menjadi obyek menarik bagi puluhan fotografer internasional yang selalu membuntutinya. Akibatnya, ia kerap ngambek. Duduk di kursi yang terbalik, ia menggeleng-gelengkan kepala sembari berkata berulang kali, "Tolong, jangan mengganggu saya saat memotret." Cita-cita terbaru Xanana itu tampaknya belum akan kesampaian dalam waktu dekat. Sabtu dua pekan lalu, ia membuat sebuah keputusan penting yang akan amat menyita waktunya—termasuk waktu untuk memotret. Mantan Komandan Falintil (Tentara Nasional Pembebasan Timor Timur) itu menerima pencalonannya sebagai presiden. Berikut petikan wawancara wartawan TEMPO Setiyardi, yang menemuinya dalam tiga kali kesempatan pada pekan lalu, di Dili, Timor Loro Sa'e.
Anda sempat ogah-ogahan dicalonkan menjadi Presiden Timor Loro Sa'e. Tapi kemudian bersedia. Mengapa? Ini memang keputusan sulit. Ada tiga alasan yang menyebabkan saya berubah pendirian. Pertama, karena permintaan rakyat Timor Loro Sa'e. Kedua, karena permintaan partai-partai politik, dan ketiga karena tekanan internasional. Setiap kali saya ke distrik, rakyat selalu meminta saya jadi presiden mereka. Partai politik dalam kampanyenya banyak menyebut saya sebagai calon presiden. Sedangkan dunia internasional menganggap saya harus "bertanggung jawab" terhadap nasib rakyat. Mereka meminta saya menjadi presiden. Menolak lalu menerima: apakah ini sekadar taktik politik Anda saja? Tidak, saya sungguh serius. Kalau mau jujur, jadi Presiden Timor Loro Sa'e bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Saat ini adalah masa yang amat sulit yang harus dilalui bangsa kami. Berapa jumlah dan bagaimana komposisi kabinet transisi nanti? Kabinetnya baru akan jelas sekitar per-tengahan September. Jadi, saya belum tahu pasti. Yang jelas, jumlahnya akan lebih besar dari sekarang (kabinet sekarang terdiri dari 5 menteri warga Timor Loro Sa'e dan 4 menteri dari Untaet). Seluruh kabinet transisi akan terdiri dari orang Timor Loro Sa'e. Mereka masih akan bertanggung jawab terhadap UNTAET hingga Timor Loro Sa'e berdiri sendiri, lepas dari pengawasan PBB. Saat ini apa masalah Timor Loro Sa'e yang Anda prioritaskan untuk diselesaikan? Saya pikir, semua harus diprioritaskan. Soal ekonomi, misalnya, saat ini merupakan hal yang berat. Ada sekitar 80 ribu orang Timor Loro Sa'e yang menganggur. Kalau hal ini tidak segera diatasi,bisa menimbulkan kriminalitas. Soal kemerdekaan, ekspektasi masyarakat Timor Loro Sa'e tampaknya terlalu tinggi? Pada mulanya ya. Semua orang merasa kemerdekaan akan drastis mengubah keadaan. Untunglah, rakyat Timor mulai sadar bahwa mereka harus bekerja keras untuk mewujudkan impian mereka. Apa modal bangsa Timor Loro Sa'e? Kami memiliki cukup banyak kekayaan alam yang bisa dijadikan andalan. Tapi, untuk tahun-tahun pertama, saya berharap dunia internasional tetap membantu kami. Setelah lima tahun, baru kami bisa mandiri dengan berbagai sumber alam yang kami miliki. Kami memang memulai dari nol. Bagaimana Anda melihat pelaksanaan pemilu ini? Seperti yang Anda lihat, proses kampanye dan pemilu berlangsung aman. Untuk sebuah negeri yang baru merdeka, ini merupakan prestasi yang luar biasa. Tak ada insiden yang berarti. Rakyat pun sangat antusias mengikuti pemilu. Anda masih menganggap milisi di perbatasan sebagai ancaman? Saya tidak bisa mengingkari ada masalah di perbatasan. Saya cuma berpikir, seandainya uang yang digunakan oleh pasukan perdamaian dunia (untuk menjaga perbatasan) yang jumlahnya mencapai US$ 200 juta (Rp 1,8 triliun pada kurs Rp 9.000) per tahun digunakan untuk membangun Timor Loro Sa'e, tentu akan jauh lebih baik. Apa pendapat Anda tentang pengadilan internasional terhadap pelanggar hak asasi di Timor Loro Sa'e? Bila kita berbicara tentang pelanggaran hak asasi, kita harus melihatnya selama 24 tahun, bukan hanya pada kejadian-kejadian pasca-jajak pendapat pada September 1999. Bagaimana Anda melihat hubungan Timor Loro Sa'e dengan Indonesia? Indonesia adalah negara besar yang posisinya amat penting bagi Timor Loro Sa'e. Dunia internasional tentu akan sangat bergembira bila hubungan kedua negara terjalin dengan baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus