PERISTIWA terakhir yang membuat sebagian orang Malaysia mempersoalkan hak istimewa sultan adalah pemukulan pelatih hoki oleh Sultan Johor Iskandar Mahmood. Alasan pemukulan itu, si pelatih hoki itu, Douglas Comez namanya, mengkritik kebijaksanaan Sultan yang melarang tim hoki ikut kejuaraan nasional. Larangan itu berhubungan dengan skors Federasi Hoki Malaysia atas putra Sultan, Tunku Abdul Majid Idris, yang memukul penjaga gawang timnya. Belakangan, Tunku Majid, yang sempat buron oleh departemen dalam negeri karena raib ke luar negeri, dinyatakan tak bersalah. Tapi peristiwa itu membuat orang membuka file Sultan Mahmood. Terungkaplah 23 kasus penganiayaan -- konon meliputi pembunuhan, pemukulan, maupun pemerkosaan -- oleh Sultan Johor dan putra sulungnya, Tunku Ibrahim. Sultan Johor, yang sebelumnya penguasa pulau Singapura, adalah sultan terkaya di antara kesembilan sultan di Malaysia. Dan dia pula yang dianggap sebagai sultan yang paling banyak berulah. Maret tahun lalu, misalnya, ia tak malu-malu mendaratkan helikopternya di Polo Club, Singapura, tanpa izin maupun pemberitahuan sebelumnya. Kesal karena diinterogasi pejabat Singapura akibat ulahnya itu, Sultan Mahmood balas dendam meneror pemancing dan penggemar boat di perairan Selangor. Kisah lain datang dari Sultan Selangor, yang menyulap dana pembangunan sekolah agama dan masjid untuk perbaikan istananya. Dengan alasan untuk menyambut kunjungan Sultan Brunei, ia berhasil memoles istana dengan biaya 11 juta ringgit. Sultan Selangor juga tak segan-segan mengubah 760 hektare lahan pertanian menjadi lapangan golf. Sedangkan Sultan Kelantan kesohor dengan hobi mobil mewahnya. Hak istimewa bebas bea masuk untuk tujuh mobil mewah impor rupanya masih belum cukup. Pertengahan tahun lalu, ia ambil mobil Lamborghini dari bagian kargo Bandara Subang dengan alasan untuk dicoba. Para petugas tentu percaya pada janji seorang sultan, yang layaknya memang berlaku terhormat. Namun Sultan dan mobil Lamborghini, yang mestinya kena bea 2,1 juta ringgit atau Rp 1,4 milyar, tak pernah kembali. Itu adalah impor mobil ke-21 Sultan Kelantan. Adapun Sultan Pahang dan Negeri Sembilan tak punya catatan memalukan selain terlibat dalam bisnis yang memanfaatkan kekuasaan mereka -- sebenarnya dilarang oleh undang-undang. Sedangkan keluarga Sultan Negeri Sembilan memonopoli jaringan pemasaran Pepsi-Cola dan pertokoan 7-Eleven di seluruh Malaysia. Melihat subsidi untuk para sultan -- sebesar Rp 35 juta sampai Rp 144 juta per tahun -- memang mereka memerlukan penghasilan sendiri. Empat kesultanan lainnya, Perak, Kedah, Trengganu, dan Perlis, praktis tak punya aib yang jadi gunjingan di seantero Malaysia. Bahkan Sultan Perak, yang kini menjabat yang dipertuan agong, Sultan Trengganu, dan juga Sultan Selangor mendukung gagasan PM Mahathir Mohamad untuk menggembosi hak-hak khusus sultan. LPS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini