KEMBANG salju ditiup angin vasdarak dari Semenanjung Balkan. Dan tirus pun turun. Ketika dingin kini kian menggelatuk, di Sarajevo beredar buletin biru tentang 14.000 wanita yang kelaminnya dirusak Cetnik-Serbia. ''Perkosaan masal itu bagian dari sistem pembersihan etnik yang direkayasa Serbia,'' kata Anders Levinsen, bekas Ketua Komisi PBB untuk Bantuan Pengungsi, kepada The Guardian akhir Desember. Dan pekan ini utusan dari 12 negara Masyarakat Eropa ke Bosnia menyelidiki kasus vandal tersebut. Praktek memaksa mendapatkan rahim prodeo itu baru saja ketahuan di 17 kamp. Diperkirakan, 30 sampai 50 ribu wanita yang dinodai serdadu Serbia dan milisi Cetnik. Sekarang mereka ada yang hamil, dan dalam Januari ini 12 orang menunggu lahirnya bayi dari bibit Papa bin Serbia. Sengsaranya perempuan Bosnia seperti hasil praktek ulang di masa Perang Dunia (PD) I yang kemudian direkam Ivo Andric dalam novelnya The Woman from Sarajevo (aslinya: Gospojica, Sang Nona). Ia meraih Nobel sastra 1961 untuk novelnya Na Drini Cuprija (Di Jembatan Sungai Drina). Andric yang etnik Serbia kelahiran Bosnia ini meninggal tahun 1975 di Beograd. Adakah konsep genocide, penggusuran suku bangsa, ini diciptakan lantaran 500 tahun Serbia memendam kesumat dijajah Turki Usmani? Tahun 1389 Serbia kalah bertempur di Kosovo, walau Sultan Murad I dapat dibunuh laskar Milosh Kobilic. Karena itu, kini Serbia mempersonifikasikan muslim Bosnia sebagai keturunan Turki, sehingga layak mereka basmi? Yang sekarang terjadi adalah pembantaian ketiga. Pertama, usai PD I (1914-1918) Serbia meletup Bosnia karena menolak bergabung dalam Kerajaan Kroasia, Serbia, dan Slevonia -- yang kemudian namanya menjadi Kerajaan Yugoslavia. Hampir 4 juta muslim dan Turki bereksodus. Menurut hasil sensus 1953, Bosnia sudah bersih dari unsur Turki, kecuali di Kosovo, Macedonia, dan Montenegro. Dalam pada itu organisasi Ustasa pimpinan Ante Pavelic, yang dibantu Jerman dan Italia, bermaksud mewujudkan Kroasia Raya. Ahli hukum ini kecewa melihat Yugoslavia karena Raja Aleksander I membubarkan parlemen dan mengangkat dirinya diktator. Ustasa yang dilatih di Italia dan Hongaria berhasil membunuh Aleksander di Marseille pada 1934. Waktu itu fasis Ustasa merangkul Bosnia- Herzegovina. Pavelic menyusun konsep genocide dengan meniupkan slogan menghalalkan cara Za dom Spremni (siap berbuat untuk Tanah Air). Kemudian dibantailah 700 ribu Serbia, Gypsy, dan Yahudi. Ustasa yang dinilai jingoistic itu sebenarnya jengkel melihat etnik Serbia dominan dalam Kerajaan Yugoslavia. Setelah komunis berkuasa pada 1945, Pavelic dan pengikutnya cabut ke luar negeri. Ia melancong ke Argentina, kemudian terbang ke Madrid untuk mati pada tahun 1959. Bosnia-Herzegovina sejak abad XII adalah kerajaan merdeka. Penduduknya memeluk Islam sebelum Turki Usmani menguasai Balkan (dari bahasa Turki, artinya ''pegunungan''). Mereka berasal dari ras Dinaric, sub-etnik Slav -- juga moyang etnik Kroasia dan Serbia -- yang bermigrasi dari Kaukasus. Mereka menyebut dirinya Muslimani, seperti Pomak, muslim Slav di Bulgaria, untuk membedakan bukan etnik Turki atau Seljuk. Ketika melawan Nazi dalam PD II, Muslimani memilih partizani yang dipimpin Josip Bros Tito. Di kelompok lain ada Cetnik, pimpinan Dragoljub (Draza) Mihajlovic. Tito, etnik Kroasia kelahiran Bosnia, bermarkas di pegunungan Bosnia. Draza yang tulen Serbia yang memimpin Cetnik sejak dalam Perang Balkan I-II, dan PD I, bersarang di Ravna Gora. Ia berbeda pendapat dengan Tito, dan dituduh berkolaborasi dengan Jerman dan Italia yang mendukung Raja Peter yang berkuasa di Yugoslavia. Sejak itu Cetnik menjadi rivalis partisan. Draza dan pengikutnya pada 1943 dihukum mati di Beograd, karena dinyatakan berkhianat. Sedangkan sisa Cetnik yang sekarang ini menggerakkan Cetnik Muda melanjutkan balas dendam kepada penduduk Bosnia yang dulu ayahnya ikut partisan. Selama PD II Cetnik membantai hampir 10 ribu Muslimani. Trio Cetnik, seperti Presiden Serbia Slobodan Milosevic, si arsitek genocide bersama Vojslav Seselj dan Rodovan Karadzic, tidak mengenal nagodba atau kompromi. Mereka memang bernafsu menghabisi etnik Muslimani. Sedangkan Bosnia-Herzegovina, seperti burung balkarika yang patah sayap, selain wilayahnya kini dicaplok dari kiri dan kanan, bahkan penduduknya dibantai oleh sesama etnik Slav. Di luar yang sudah dibunuh Cetnik, kini 30.000 orang Bosnia-Herzegovina masih dalam kamp Serbia. Dan mereka yang mengungsi lebih dari 800 ribu. Tampaknya ide genocide Serbia tidak meniru Nazi yang membantai ras Yahudi (1933-1945), karena Serbia lebih dahulu melakukannya pada 1918. Tapi jika dikaji ke belakang, mungkin Hitler terangsang perangai Turki Usmani yang membantai hampir 2 juta orang Armenia (1894), lalu mengusir dari permukimannya di dekat Laut Kaspia. Ingat saja bahwa ketika PD I itu ada konspirasi Jerman-Turki. Lain lagi Sultan Sulaiman I yang menciptakan genocide dengan sistem devsirme. Caranya, anak lelaki berbakat yang berusia 10- 14 tahun di Balkan diambil dari orang tuanya yang tidak Islam. Mereka dibawa ke Istanbul. Setelah masuk Islam, mereka dilatih kemiliteran, administrasi, dan menjadi tentara khusus (yeniceri) untuk menjaga sultan. Mereka juga memimpin memungut upeti dan pajak tanah di daerah asalnya. Kepada yang memberi anaknya dibawa ke Istanbul, oleh orang Bulgaria, disebut membayar ''pajak darah''. Dari pembantaian Armenia oleh Turki Usmani timbul ide dari seorang ahli hukum Polandia (etnik Slav Barat), Raphael Lemkin. Ia mengusulkan kepada PBB membuat hukum internasional untuk penjahat perang. Konsepnya diterima, dan kemudian ia ikut dalam Mahkamah Internasional yang mengadili penjahat Nazi di Nuremberg, Jerman, 1946. Kini pasal-pasal dari Lemkin itu, misalnya soal genocide, mungkin patut pula dihadiahkan kepada trio Serbia dan enam kader Cetnik lainnya itu. Karena itu maka majalah Newsweek, 11 Januari lalu, memajangkan foto Milosevic-Seselj-Karadzic di bawah judul yang tidak mengejutkan, ''Bajingan: Dicari Sebagai Penjahat Perang''.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini