DARI Peking, mungkin akan terdengar lelucon. Dan suara tertawa.
Suasana mencekam dan penuh kekakuan yang jadi ciri khusus Cina
di zaman kaum radikal berperanan dewasa ini setapak demi
setapak sedang menuju ke arah suasana yang lebih "santai". Tentu
saja ini menurut ukuran Cina. Pertanda ini makin nyata saja
dengan terjadinya hal-hal baru akhir-akhir ini di daratan Cina.
Ini nampak misalnya pada organ partai terkemuka Jen-min Jih-pao
(Harian Rakyat). Sejak Pebruari yang lalu, untuk pertama
kalinya dalam sejarah koran partai yang biasanya "kaku" dan
"angker" serta penuh dengan retorik-retorik dan slogan-slogan
komunis itu. menampilkan kartun sehalaman penuh.
Gambar-gambar penyenang hati yang dibuat oleh beberapa pembaca
itu melukiskan secara artistik liku-liku kehidupan sejak kaum
radikal tersingkirkan dalam bulan Oktober yang lalu.
Sebuah sketsa berjudul "Selamat datang musim semi" menggambarkan
seorang pengusaha asing sambil tersenyum mengepit kontrak dan
menggumam: "prospek yang cerah. Kemudian ada seorang pensuplai
pornografi bertopi lucu sambil menjinjing sebuah tas dengan
tulisan "Film cabul" sedang melongo sambil mengatakan Bisnis ini
telah buyar".
Chiang Ching juga telah dituduh sebagai orang yang memasukkan
film-film porno. Film Emanuelle? Bukan. Deep Throat? Bukan.
Ternyata film cabul" itu adalah The Suld of Musik - sebuah
film musikal populer untuk segala umur dengan bintang Julie
Andrews.
Dalam penerbitan pertama dengan wajah baru itu tak lupa dimuat
sebuah catatan dari redaksi. Katanya. rakyat sudah muak dengan
hal-hal yang begitu membosankan selama Harian Rakyat itu
dipegang oleh kaum radikal.
"Burjuis"
Dalam pada itu kampanye pers, radio dan diskusi-diskusi politik
untuk menelanjangi tumpukan kesalahan dan kejahatan "Komplotan
Empat" belum juga usai. Pada bulan-bulan yang lalu yang jadi
fokus serangan tak lain dari Chiang Ching. Kejahatannya terhadap
komunisme dibeberkan secara terperinci. Termasuk juga cara
hidupnya yang "burjuis". Sekarang yang jadi sasaran adalah anak
ajaib dari Shanghai" Wang Hungwen.
Wang yang berumur 39 tahun dan berasal dari keluarga tani,
memuncak bintangnya dari seorang buruh tekstil di Shanghai jadi
orang nomor dua setelah Mao hanya dalam waktu 6 tahun.
Di koran-koran ia dituduh sebagai pengadu-domba antara tentara
dengan milisi. Wang melakukan uni, katanya, untuk memaksakan
Chiang Ching diangkat sebagai pengganti Mao.
"Kekuatan apa Wang Hung-wen itu?" demikian tanya sebuah artikel
dalam Jen-min Jih-pao baru-baru ini. "Ia tak lain dari elemen
burjuis seasli-aslinya. Dengan menjual tampang sambil
mengibarkan bendera pimpinan komite sentral ia menuntut ini dan
itu. Ia tak pernah membaca buku dan membaca koran dan waktunya
sebagian besar dihabiskannya untuk melihat film-film jorok. Ia
hidup dengan sangat berlebih-lebihan. Koran itu mengutip
kata-kata cacian yang dialamatkan pada Wang dalam sualu rapat
kritik, mencap Wang sebagai "papan nama berkilat-kilat dari
Komplotan empat".
Apakah cap-cap dan kutukan yang diberikan kepada orang muda
tokoh radikal yang ganteng itu benar, entahlah. Yang jelas,
belum berakhirnya kampanye pengutukan atas "kejahatan" kaum
radikal membuktikan bahwa para pengikut radikalisme belum
tersapu bersih seluruhnya. Apabila serangan terhadap yang sudah
jenuh, masih ada sasaran lain yaitu Chang Chun-chiao dan Yao
Wen-yuan.
Sementara itu, sas-sus yang sekarang sedang beredar di Peking
mengatakan bahwa Wang Hungwen yang sedang terkurung sudah mulai
"bertaubat". Katanya ia pernah mengeluh: "Kalau aku mati, Marx
pun pasti tak akan menerimaku di sisinya".
Peng Chen
Sementara itu seorang tokoh terkemuka yang terganyang Revolusi
Kebudayaan, dikabarkan telah direhabilitir kembali. Sampai 1967,
sebelum ia dipecat dan digantikan oleh tokoh radikal Chang
Chun-chiao, orang itu, Ch'en Pihsien, memegang kedudukan sebagai
walikota Shanghai.
Siaran radio yang dipancarkan dari Kunming mengatakan bahwa
Ch'en telah kembali ke arena politik. Ia sekarang memegang
jabatan sekretaris propinsi Partai dan salah satu wakil ketua
Komite Revolusioner propinsi Yunnan Kedudukan ini identik dengan
pangkat wakil gubernur. Sebegitu jauh, pengangkatan kembali
Ch'en merupakan rehabilitasi terpenting sejak "Komplotan Empat"
diberangus.
Dalam lima tahun terakhir ini banyak sekali tokoh-tokoh tua yang
tersingkirkan selama Revolusi Kebudayaan telah dipulihkan
kembali baik kedudukan maupun pangkatnya. Misalnya saja
Marsekal Ho Lung dan Jenderal Yang Cheng-wu. Namun, sebegitu
jauh Ch'en Pi-hsien tak berhasil membuat come back. Maklumlah
Shanghai adalah bentengnya kaum radikal pengikut janda Mao.
Muncul kembalinya Ch'en telan mengundang spekulasi akan
kemungkinan baliknya Peng Chen, bekas walikota Peking dan
pejabat partai tinggi pertama yang jadi korban Revolusi
Kebudayaan. Desas-desus tersebar bahwa sejak tahun 1975, Peng
Chen telah beberapa kali mengadakan perjalanan keliling Cina,
dalarn rangka kembalinya ke arena politik. Kesibukan ini
terputus dengan munculnya kembali gerakan anti-kanan di awal
tahun silam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini