Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Jalur Pintas Utara

Jalan tambang sepanjang 26 kilometer akan dibangun di atas lahan Hutan Harapan. Menguntungkan perusahaan tambang.

1 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jalan tambang di lahan milik PT Bumi Persada Permai, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pada 22 Juni lalu. TEMPO/Erwan Hermawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Anak perusahaan Rajawali Corpora berencana membuat jalan tambang di Hutan Harapan

  • Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan merestui rencana pembangunan jalan di Hutan Harapan

  • Pembangunan jalan dikhawatirkan bakal merusak ekosistem hutan

TIGA prahoto berjalan pelan, beriringan di jalan becek berlumpur sisa hujan semalam, di tengah perkebunan akasia milik PT Bumi Persada Permai di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pada 22 Juni siang lalu. Sepanjang jalan, lubang-lubang genangan air memaksa para sopir pengangkut batu bara ekstrahati-hati. Banyak truk terpeleset atau terperosok ke lubang jalan yang dalam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jalan tanah dengan lebar sekitar 15 meter itu bermuara di Sungai Bayung Lencir di Musi Banyuasin, 133 kilometer dari kawasan Musi Rawas Utara yang menjadi area tambang batu bara. Sejak 2012, PT Musi Mitra Jaya, operator jalan tambang milik Atlas Group, mengelola dan menyewakan jalan tersebut kepada sejumlah perusahaan tambang di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada banyak usaha tambang di area tersebut. Atlas Group punya anak usaha khusus pertambangan bernama PT Gorby Putra Utama. Ada pula PT Barasentosa Lestari, anak usaha PT Golden Energy Mines, bagian dari Grup Sinarmas. Lainnya adalah PT Triaryani, anak usaha PT Golden Eagle Energy yang menjadi bagian dari Grup Rajawali. Ketiga perusahaan itu memiliki konsesi lebih dari 30 ribu hektare dengan kandungan batu bara 1 miliar ton. Pada Juli lalu, harga acuan batu bara senilai US$ 52,16 atau Rp 782 ribu per ton.

Buruknya jalan angkut serta panjangnya jalur hingga Bayung Lencir membuat pengiriman batu bara memakan waktu lama. “Rata-rata butuh tiga hari untuk kirim batu bara dari lokasi tambang ke pelabuhan,” ujar Ibrahim, Kepala Departemen Eksternal PT Triaryani, kepada Tempo pada 23 Juni lalu.

Triaryani memiliki konsesi lahan tambang seluas 2.000 hektare dengan total cadangan batu bara 257 juta ton. Namun, menurut Ibrahim, saat ini baru sekitar 20 hektare yang dikeruk. “Dalam sehari kami hanya bisa kirim sekitar 1.000 ton batu bara karena keterbatasan akses jalan untuk pengiriman,” katanya. “Padahal kami bisa memproduksi lebih banyak.”

Karena keterbatasan jalan angkut ini, pada 2017 Triaryani mengajukan permintaan izin membangun jalan yang melintasi Hutan Harapan kepada Gubernur Jambi dan Sumatera Selatan. Jarak jalan lama ke titik jalan baru sekitar 2 kilometer ke utara. Hutan Harapan merupakan hutan restorasi yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia.

Rekomendasi gubernur merupakan syarat membuka jalan menggunakan izin pinjam pakai kawasan hutan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. PT Musi Mitra Jaya juga pernah meminta izin membelah Hutan Harapan pada 2012. Permintaan ini mental karena ditolak masyarakat adat, koalisi masyarakat sipil, bahkan pemerintah kedua provinsi karena akan merusak ekosistem Hutan Harapan.

Triaryani lalu mengalihkan permohonannya kepada PT Marga Bara Jaya. PT Marga bukan pemilik konsesi tambang batu bara. Perusahaan ini didirikan sebagai pengelola jalan tambang. Dari penelusuran akta perusahaan, rupanya pemilik saham Triaryani dan Marga Bara bermuara di tangan yang sama, Rajawali Corpora milik taipan Peter Sondakh. Chrismasari Dewi Sudono, Sekretaris Perusahaan Golden Eagle Energy, induk Triaryani, membantah kaitan ini. “Kami juga tidak berniat membangun jalan baru,” ucapnya pada pertengahan Juni lalu.

Jalan baru yang diusulkan PT Marga Bara Jaya lebih pendek karena memangkas jalur. Sementara jalan lama panjangnya 133 kilometer, jalan baru ini hanya 92 kilometer. Agar kapasitas bertambah, PT Marga Bara mengajukan lebar jalan sepanjang 40 meter plus lahan untuk drainase selebar 4 meter di kanan kiri plus revegetasi 12 meter.

Dari 92 kilometer itu, sepanjang 26 kilometer berada di area restorasi Hutan Harapan. Dari dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) PT Marga Bara Jaya, total kapasitas batu bara yang bisa diangkut melalui jalan baru ini mencapai 10 juta ton per tahun.

Direktur Riset dan Kampanye Hutan Kita Institute, Adiosyafri, mengatakan pembangunan jalan tambang di kawasan Hutan Harapan berisiko merusak ekosistem. Selain itu, dia menambahkan, pembangunan jalan itu hanya akan menguntungkan sejumlah perusahaan tambang dan kelapa sawit di Musi Rawas.

Selain digunakan oleh industri batu bara, jalan baru ini akan menjadi jalur perlintasan angkutan kayu dan kelapa sawit. Menurut Manajer Operasional PT Marga Bara Jaya, Adi Wahyudi, timnya baru menyurvei lahan-lahan yang akan terlintasi jalan baru itu. “Kami akan membangun jalan sesuai dengan amdal,” ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Agung Sedayu

Agung Sedayu

Alumnus Universitas Jember, Jawa Timur. Menekuni isu-isu pangan, kesehatan, pendidikan di desk Investigasi Tempo.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus