Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Pendamping Jahat Kami Luruskan

Mengapa ada pungutan liar terhadap petani perhutanan sosial? Wawancara Direktur Jenderal PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto.

2 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto. TEMPO/Magang/Rahma Dwi Safitri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR adanya pungutan terhadap pemohon izin perhutanan sosial di Jawa membuat Bambang Supriyanto gerah. Dalam tempo dua bulan terakhir, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini menerbitkan dua surat edaran tentang peran pendamping perhutanan sosial dan larangan pendamping meminta uang kepada petani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai program pemerintah, kata Bambang, perhutanan sosial sepenuhnya gratis. Pendamping, koperasi, ketua kelompok tani, dan siapa saja terlarang meminta uang kepada petani atas nama pengurusan surat keputusan perhutanan sosial. “Untuk operasional kami bisa endorse pendamping mengakses dana donor,” ucapnya pada Jumat, 16 September lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada dua jenis pendamping perhutanan sosial: pemerintah dan pendamping mandiri. Pendamping pemerintah adalah para penyuluh kehutanan di tiap daerah. Sedangkan pendamping mandiri bisa berasal dari lembaga swadaya, profesional kehutanan, akademikus, atau siapa saja yang telah mengikuti pelatihan dan dinyatakan lulus oleh KLHK.

Bambang tak menampik kabar bahwa, setelah berjalan enam tahun sebagai program nasional, perhutanan sosial masih diliputi pelbagai soal dalam implementasinya. Berbeda dengan di Jawa, di Sumatera perhutanan sosial menjadi dalih perusahaan hutan tanaman industri (HTI) untuk mendapatkan kayu dari area perhutanan sosial akibat ketelanjuran perambahan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menugasi Bambang Supriyanto menjawab pertanyaan Tempo seputar masalah dan capaian perhutanan sosial pada Jumat, 16 September lalu. Ia juga mengirimkan jawaban tertulis untuk melengkapi keterangannya.

Di Sumatera, perusahaan HTI menanam akasia di luar lahan konsesi mereka, petani dan koperasi lalu memohon izin perhutanan sosial dan pemerintah menyetujuinya. Mengapa bisa terjadi?
Bisa saja. Tapi yang terpenting masyarakat mendapatkan manfaat dan perusahaan swasta tidak menjadikannya obyek boneka, tapi sebagai off taker. Kerja sama petani dengan perusahaan swasta bisa melalui perhutanan sosial. Selain untuk akses kelola, kerja sama itu untuk kesempatan berusaha bagi petani dan peningkatan manajemen kelompok tani. 

Perusahaan memakai dalih ketelanjuran untuk mendorong masyarakat memohon izin perhutanan sosial….
Setahu saya enggak begitu. Yang terjadi adalah klaim masyarakat atas lahan hutan, lalu mereka mengajukan permohonan izin perhutanan sosial. Kemudian mereka bekerja sama dengan perusahaan melalui skema kemitraan. Yang saya jaga adalah naskah kerja sama mereka.

Di Jambi ada area perhutanan sosial yang sudah menjadi lahan sawit tapi tetap mendapat surat keputusan perhutanan sosial. Apa pertimbangannya?
Permohonan perhutanan sosial yang sudah berupa lahan sawit sebelum Undang-Undang Cipta Kerja 2020 serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/2016 tentang Perhutanan Sosial diizinkan selama 12 tahun sejak masa tanam dan memakai jangka benah, yakni di antara tanaman sawit ditanam pohon berkayu paling sedikit 100 pohon per hektare. Jika permohonannya setelah Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Menteri LHK Nomor 9/2021, ada proses dulu oleh satuan pelaksana pengawasan dan pengendalian. 

Apakah perusahaan HTI bisa memanen kayu dari area perhutanan sosial?
Pemegang izin perhutanan sosial boleh bekerja sama dengan swasta dalam pemanenan kayu. Dasarnya rencana kerja perhutanan sosial yang kami setujui dan mereka mengikuti tata usaha kayu, seperti masuk Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan. Itu harus diikuti. Swasta enggak haram membeli kayu dari petani jika dia sebagai offtaker. Prinsipnya, akses lahan untuk rakyat bukan swasta dan menjaga lingkungan.

Sementara itu, di Jawa kami menemukan praktik pungutan terhadap petani perhutanan sosial. Bukankah izin perhutanan sosial gratis?
Pungutan seperti itu tanpa dasar dan tidak dibenarkan. Mengurus perhutanan sosial tidak dikenai biaya, baik saat verifikasi teknis, penetapan surat keputusan, maupun distribusinya.

Anda mengetahui dan sudah menindak?
Sampai saat ini belum ada laporan formal dari kelompok tani hutan atau pemerintah daerah tentang pungut-memungut dalam perhutanan sosial. Kami memantau informasi di media sosial. Sebagai upaya preventif, kami mengeluarkan surat edaran larangan pemungutan oleh pendamping kelompok tani hutan. Sebetulnya ini bisa pidana umum karena pungutan liar. Karena itu, kami tidak membenarkannya. Masyarakat bisa mengadukannya.

Ke mana?
Bisa dilakukan secara umum kepada aparat penegak hukum. Akan kami cek ke lapangan dan ikuti perkembangannya.

Apakah pungutan seperti ini sudah lama terjadi?
Kami tidak tahu.

Kami meminta konfirmasi kepada para pendamping yang memungut. Alasan mereka butuh biaya operasional untuk mengurus izin perhutanan sosial….
Kalau pendamping mandiri bisa mendapatkan dana dari lembaga donor. Kami bisa meng-endorse mereka agar bisa mengaksesnya. Dana itu bisa mereka pakai untuk biaya operasional selama menjadi pendamping petani.

Bukan hanya pendamping, petugas Perhutani juga memungut biaya perhutanan sosial….
Ini persoalan lama. Itu sebabnya kami menata perhutanan sosial melalui KHDPK atau kawasan hutan dengan pengelolaan khusus. Agar Perhutani bisa berfokus ke bisnis, kinerja sosial ditangani pemerintah.

Omong-omong, realisasi perhutanan sosial masih jauh dari target 12,7 juta hektare….
Tantangannya distribusi akses kepada kelompok tani hutan atau masyarakat hukum adat. Verifikasi terhalang pandemi, tapi kami mencoba membuat inovasi dengan verifikasi online. Masih jalan meski distribusi turun dibanding pada 2019. Obyek (lahan) dan subyek (petani) perhutanan sosial mesti clear and clean. Karena itu, kami bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk memverifikasi pemohon sesuai dengan lokasi, by name by address.

Tinggal dua tahun sampai 2024, apakah mungkin target itu tercapai?
Sekarang 5,07 juta hektare. Angka ini sudah sesuatu yang berarti. Lebih bagus lagi kalau 5,07 juta hektare itu berkualitas. Pendampingnya diperkuat, yang jahat kami luruskan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mahardika Satria Hadi

Mahardika Satria Hadi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2010. Kini redaktur untuk rubrik wawancara dan pokok tokoh di majalah Tempo. Sebelumnya, redaktur di Desk Internasional dan pernah meliput pertempuran antara tentara Filipina dan militan pro-ISIS di Marawi, Mindanao. Lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus