Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENCAPAI swasembada gula adalah kebijakan yang tepat. Tapi, jika pemerintah tidak cermat, usaha mencukupi sendiri kebutuhan gula ini bisa berujung pahit. Ini pesan yang perlu diperhatikan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, yang dua pekan lalu menyerahkan pengelolaan pabrik gula di Ngadirejo, Kediri, Jawa Timur, kepada PT Kencana Gula Manis. Memakai sistem kerja sama operasi selama 25 tahun, Kencana berjanji melipatduakan produksi gula Ngadirejo. Dengan kerja sama itu, mulai 2009 Indonesia tak perlu lagi mengimpor gula.
Banyak keuntungan bisa diraih. Gula di masa depan akan menjadi salah satu komoditas penting. Alasannya, pertumbuhan konsumsi gula dunia meningkat lebih cepat daripada produksinya. Tebu akan menjadi salah satu energi alternatif karena bisa diolah menjadi bioetanol.
Ketika harga minyak bumi melambung, mau tak mau dunia berpaling pada energi terbarukan—kebanyakan bersumber dari kelapa sawit, jarak, tebu, atau jagung. Akibatnya sudah terasa, harga bahan pangan itu melonjak tajam. Sebagian karena konsumsi meningkat, sebagian lagi lantaran dipakai sebagai energi alternatif. Suplai bahan pangan itu juga menurun lantaran lahan pertanian untuk memproduksinya semakin sempit.
Dalam situasi seperti itu, mencukupi konsumsi gula dengan produksi dalam negeri banyak manfaatnya. Kerepotan pemerintah mengatur harga minyak goreng dan kedelai yang melonjak-lonjak bisa dipetik sebagai pelajaran berharga. Mumpung pasar gula belum serumit sawit, pemerintah perlu membenahi sektor perkebunan tebu dan industri gula. Secepatnya Indonesia perlu tidak bergantung pada impor. Caranya, lahan tebu diperluas, dengan benih dan pola tanam yang baik. Produktivitas industri gula mesti ditingkatkan.
Memang tidak mudah. Lebih dari separuh mesin pabrik gula sudah uzur. Untuk menggantinya dibutuhkan investasi paling tidak Rp 9,7 triliun. Pemerintah jelas tidak punya uang. Karena itu swasta diajak ikut. Kerja sama operasi merupakan bentuk paling ideal, mengingat berbagai kerumitan bisa diatasi. Misalnya jika pemerintah berniat menjual pabrik ke pihak swasta atau melego lewat bursa saham.
Jelas, kunci keberhasilan kerja sama itu adalah kemampuan mitra kerja pemerintah. Kencana Gula Manis selama ini lebih dikenal sebagai trader ketimbang produsen. Kencana tidak memiliki pabrik gula, juga tak berpengalaman dalam industri gula. Rekam jejak mitra dalam industri ini penting karena akan menentukan tingkat keberhasilan kerja sama.
Kapasitas perusahaan mitra pemerintah dalam menyediakan dana atau mendapatkan modal kerja juga menjadi pertimbangan utama. Pemerintah tak boleh terjerumus bekerja sama dengan perusahaan abal-abal yang cuma lihai mengutak-atik peluang.
Pernyataan ini bukan untuk menyudutkan Kencana. Perusahaan itu, bagaimanapun, perlu diberi kesempatan memenuhi target dan janjinya. Tapi tak ada salahnya pemerintah memasang rambu-rambu yang bisa mengamankan kepentingannya dalam perjanjian kerja sama.
Pengalaman buruk proyek listrik swasta semogalah tidak berulang. Ketika itu, bukan tambahan pasokan daya yang didapat, melainkan denda ratusan juta dolar. Siapa lagi yang menanggung kerugian ini kalau bukan rakyat yang membayar pajak. Di industri gula, jangan sampai maksud hati mengejar swasembada, apa daya mala menimpa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo