Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Agar khmer merah tak malang...

Pendekatan diantara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dalam penyelesaian masalah kamboja tak memungkinkan khmer merah terus malang melintang. hun sen dan vietnam banyak bersandar pada faktor asean.

11 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG diselenggarakannya JIM II pada 19 Februari yang akan datang, paling tidak ada dua perkembangan yang menarik untuk diperhatikan. Pertama, kunjungan Menteri Luar Negeri Vietnam Dinh Nho Liem ke Beijing. Kedua, kunjunan Menteri Luar Negeri Muangthai Sidhi Savetsila ke Vietnam, yang kontan ditimpali oleh kedatangan tak terduga Perdana Menteri Kamboja Hun Sen ke Bangkok. Kunjung-mengunjungi itu dibayang-bayangi oleh makin membaiknya hubungan Beijing-Moskow, dan malahan Menteri Luar Negeri Uni Soviet Eduard Shevardnadze telah berkunjung ke Beijing. Konon, itu merupakan persiapan buat suatu pertemuan puncak antara Mikhail Gorbachev dan Deng Xiaoping dalam waktu dekat. Dikatakan, di samping soal pertemuan puncak Gorbachev-Deng, masalah Kamboja menjadi topik pembicaraan mereka. Soviet, katanya lagi, menyetujui tuntutan Cina agar Vietnam segera menarik pasukannya dari Kamboja. Suatu saling pengertian antara kedua raksasa komunis itu dalam mencari jalan keluar dari kemelut Kamboja bisa jadi tak lama lagi akan dicapai. Di tengah-tengah tingginya optimisme itu, tiba-tiba saja ada perkembangan lain yang berlawanan dengan harapan di atas. Yang dimaksudkan di sini adalah "ngambek"-nya Sihanouk sebagai reaksi atas menghangatnya kontak Bangkok-Hanoi-Phnom Penh itu. Sihanouk tentunya tersinggung oleh pengakuan defacto Muangthai kepada pemerintahan Hun Sen yang selalu mendapat cap "rezim boneka Vietnam". Kunjungan Sidhi ke Hanoi dan Hun Sen ke Bangkok memberi suatu indikasi bahwa telah ada suatu kesatuan pendapat, atau paling tidak suatu saling pengertian di kalangan ASEAN, dalam masalah Kamboja. Ini terutama menyangkut "ganjalan" yang selalu hadir antara Jakarta dan Bangkok mengenai "faktor Hun Sen" dan "faktor Vietnam" Itu juga dapat dianggap bahwa kehadiran Hun Sen (baca: Vietnam) dalam suatu pemerintahan koalisi di Phnom Penh nanti dapat diterima ASEAN -- walaupun ia "boneka Vietnam". Namun, barangkali yang paling penting dari semua perkembangan itu adalah kemungkinan bahwa masalah Kamboja sedang menjalani proses "regionalisasi" atau katakanlah "ASEAN-isasi". Kecenderungan di atas makin diperkuat lagi dengan penolakan Hun Sen dan Vietnam atas kemungkinan terlibatnya pasukan keamanan PBB apabila suatu gencatan senjata terlaksana. Kesediaan Muangthai untuk menerima formula kehadiran, bahkan mungkin berperanan besarnya Hun Sen dalam pemerintah koalisi nanti merupakan suatu kejutan. Untuk catatan, sebelum Sidhi berangkat ke Hanoi, Perdana Menteri Muangthai Chatichai Choonhavan sempat berkunjung ke Jakarta. Di Jakarta mungkin Indonesla menghadapkan Chatichai kepada dua pilihan berat: atau Khmer Merah yang berarti pembantaian lagi di Kamboja atau menerima kenyataan akan pentingnya faktor Vietnam. Barangkali kemungkinan ngambeknya Sihanouk memang sudah diperhitungkan, dan mendukung seorang raja tua yang pengaruhnya sudah tercabut dari tanah airnya selama lebih dari 20 tahun bukan merupakan suatu langkah yang realistis. Kalau perkiraan di atas cocok dengan kenyataan nanti, lalu apa yang akan terjadi pada Khmer Merah? Pertanyaan ini cukup mengganggu kalau diingat bahwa kekuatan kelompok perlawanan ini merupakan faksi yang paling kuat dalam front persatuan nasional yang digalang oleh Sihanouk untuk menggulingkan Hun Sen dan untuk mengenyahkan pendudukan militer Vietnam. Dewasa ini Khmer Merah memiliki sekitar 20.000 pejuang dengan persenjataan lengkap. Di samping itu, ada tambahan sekitar 6.000 gerilyawan lainnya yang sudah menyelinap jauh masuk ke dalam wilayah Kamboja. Mereka pun tak kekurangan tenaga cadangan karena menguasai sekitar 60.000 pengungsi Kamboja yang berdiam di perbatasan Kamboja-Muangthai. Kemungkinan berkuasanya kembali Khmer Merah apabila pasukan Vietnam sudah seluruhnya ditarik dari Kamboja nanti buka sesuatu yang mustahil dan juga merupakan impian buruk bagi rakya Kamboja. Apalagi kalau tak ada intervensi dari luar, walaupun untu sementara pemerintahan Hun Sen masih sanggup mengatasinya. * * * Lalu, dengan adanya "regionalisasi" kemelut Kamboja, tampaknya Vietnam dan Hun Sen akan banyak bersandar pada faktor ASEAN untuk mengontrol kemajuan Khmer Merah. Barangkali untuk itu ASEAN akan mengambil segala macam langkah agar Khmer Merah tak berkuasa lagi, atau paling tidak tak berkuasa sendirian. Sementara itu, Cina, yang bertindak sebagai cukong Khmer Merah, sudah setuju memotong drastis bantuannya kepada gerilyawan itu menjelang penarikan mundur pasukan Vietnam pada 1990 nanti. Ini disebabkan oleh keinginan kuat Cina untuk memperbaiki hubungan dengan Uni Soviet, dan untuk memperbaiki citranya di kalangan ASEAN. Sementara itu, Cina memang sudah lama meninggalkan diplomasi kekiri-kirian dan avonturisme seperti yang ditempuhnya sampai menjelang akhir 1970-an dulu. Dengan demikian Khmer Merah, walaupun dalam kenyataannya merupakan faktor yang paling harus diperhitungkan dalam mencari jalan keluar di Kamboja, juga sedang menghadapi dua tantangan besar. Pertama, dari ASEAN yang takkan membiarkannya berkuasa lagi sendiri lantaran sejarahnya yang berlumuran darah. Kedua, dari Cina yang karena kepentingan nasionalnya -- karena ia lebih disibukkan oleh pembangunan dalam negerinya sendiri -- bisa saja mencampakkannya sewaktu-waktu. Berdasarkan apa yang disebutkan di atas, dewasa ini Khmer Merah sedang menghadapi suatu keadaan tak menentu. Andai kata formula ASEAN dengan berhasil bisa diterapkan di Kamboja dan mereka menolaknya, nasib Khmer Merah akan mirip dengan Partai Komunis Malaya. Ia hanya akan jadi gangguan, dan bukan lagi ancaman serius. Perubahan konfigurasi di tingkat internasional, khususnya pendekatan di antara pihak-pihak yang punya kepentingan untuk penyelesaian masalah Kamboja, tak memungkinkan Khmer Merah terus malang-melintang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus