GEORGE M. Schultz adalah salah seorang eksekutif puncak pada perusahaan besar Bechtel yang direkrut menjadi menteri pertahanan AS oleh Ronald Reagan. Ini memang bukan gejala baru. Sekalipun yang tetap lebih banyak adalah bekas pejabat pemerintah yang kemudian menduduki jabatan puncak pada perusahaan swasta. Pada 1953 Eisenhower pun menarik George M. Humphrey yang ketika itu menjadi presiden direktur M.A. Hanna Company untuk menjadi menteri keuangan AS. Setelah beberapa saat menduduki jabatan pemerintah itu, George M. Humphrey membuat sebuah pengakuan. "Ketika pertama tiba di Washington, saya belum sepenuhnya menyadari betapa berbedanya pemerintahan dibanding dengan swasta, dan betapa lebih sulitnya untuk melakukan sesuatu dalam lingkup pemerintahan. Di lembaga pemerintah para pejabat harus bertindak mengikuti sistem otorisasi yang terbagi bagi. Sebelum seorang pejabat memutuskan suatu tindakan, ia harus bertanya dulu kepada instansi lain untuk memastikan bahwa tindakan atau kebijaksanaannya tidak bertabrakan atau malah persis sama dengan yang telah dilakukan oleh instansi lain. Dulu saya tidak mengerti mengapa terjadi begitu banyak rapat dan bertele-telenya pekerjaan di lembaga pemerintah. Sekarang saya tahu. Segalanya memang serba lebih kompleks dalam pemerintah." Lebih kompleks atau tidak, pegawai pemerintah memang sering dianggap lamban dan tidak efisien. Datang pukul sembilan membaca koran sambil minum kopi, lalu pergi ke luar mungkin untuk ngobyek datang lagi seperempat jam sebelum kantor tutup untuk mengambil tas, dan kemudian pulang. Di Indonesia MPR menggariskan pengkridaan ketertiban aparatur pemerintah dan menetapkan adanya menteri penertiban aparatur pemerintah. Ini membuktikan bahwa aparatur pemerintah sekarang ini belum tertib dan memerlukan penataan. Wartawan TEMPO Syahril Chili dari Yogyakarta melaporkan bahwa di lingkungan perkantoran Balai Penelitian Kesejahteraan Sosial (BPKS) Departemen Sosial di Yogyakarta, masalah ketertiban aparatur pemerintah itu benar-benar dilaksanakan. "Ketertiban aparatur pemerintah merupakan faktor penentu keberhasilan kegiatan-kegiatan usaha negara," kata Drs. Nelam, direktur BPKS Yogyakarta. Sudah berjalan dua tahun ini Sistem Kerja Roster (SKR) dilaksanakan dalam bentuk eksperimen di BPKS. Dengan SKR, setiap pegawai mampu mempertanggungjawabkan waktu kerja delapan jam sehari yang diberikan kepadanya. "Di sini kerja adalah untuk mempertanggungjawabkan waktu kerja, bukannya kerja untuk menghabiskan anggaran seperti di kantor-kantor lain," kata Nelam. Dengan SKR ini setiap pegawai bekerja menurut roster kerja masing-masing. Persis seperti pelaksanaan kurikulum sekolah dalam jam-jam pelajaran. SKR disusun berdasarkan satuan-satuan tugas (Job description) tiap-tiap pegawai, dan dari situ disusun roster kerja perorangan yang terdiri atas roster harian, mingguan, dan bulanan. Roster ini saling menyesuaikan satu dengan lainnya. Misalnya, setiap tanggal satu ada rapat dinas rutin BPKS, maka pegawai staf harus menyesuaikan. Slamet, misalnya, ketika tiba di kantor pukul 6.30, sudah tahu apa yang harus dikerjakannya. Ia bertugas membuka pintu, jendela, dan menyapu lantai lima ruang kantor selama 15 menit. Kemudian memasak air serta membuat minuman selama satu jam. Selama 15 menit mengantar minuman iti ke meja para pegawai, dan setelah itu mengantar surat-surat. Siang hari ia mengambil lagi gelas-gelas kosong dan langsung mencuci. Setelah itu, menutup pintu dan jendela bila kantor sudah kosong. "Dengan sistem ini, kita tidak bisa korupsi waktu. Dulu kerja saya hanya menunggu perintah. Sekarang kita sendiri malah bisa mengevaluasi pekerjaan kita," tutur seorang pegawai. SKR ini juga berhasil membatasi jumlah jam lembur karena perencanaan kerja yang baik. Tugas-tugas tambahan pun diatur sedemikian rupa sehingga tidak lebih banyak daripada tugas pokok. Mereka yang terlihat banyak tugas tambahan akan dimutasikan sedemikian rupa sehingga yang semula tugas tambahan akan menjadi tugas pokok. Sudah sejak 1980 SKR ini diajukan kepada menpan. Tetapi sampai sekarang baru BPKS sendiri yang melaksanakannya. Mungkin karena lembaga lain belum punya roster untuk melaksanakan Sistem Kerja Roster ini. Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini