Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Main Dua Kaki

Anggota tubuh banyak dipakai untuk istilah, ungkapan, yang menggambarkan sifat, keadaan, dan situasi. Misalnya main dua kaki.

2 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bahasa Indonesia punya khazanah perbendaharaan istilah yang kaya dan unik.

  • Istilah main dua kaki tampaknya hanya dikenal dalam bahasa Indonesia.

  • Bahasa Indonesia juga cukup kaya akan kiasan yang menggunakan anggota tubuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA akhir Juni 2022, lini masa media sosial kita ramai oleh komentar seorang ketua umum partai politik yang memperingatkan kadernya untuk tidak main dua kaki. The Jakarta Post memadankan main dua kaki menjadi putting your eggs in two or three baskets.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Coba perhatikan sejenak istilah, kiasan, metafora, dan ungkapan (apa pun Anda menyebutnya) yang ramai dalam pemberitaan kita. Dari sana, Anda akan terbengong-bengong betapa bahasa Indonesia punya perbendaharaan istilah yang kaya (juga unik). Dalam satu berita yang berjudul “Beban Berat Subsidi Minyak” edisi Sabtu, 27 Agustus 2022, misalnya, Tempo memberitakan: “Dalam rapat kerja di Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 25 Agustus lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani melempar handuk: pemerintah tidak lagi punya uang untuk menambah subsidi.” Frasa melempar handuk adalah kiasan yang berarti menyerah (Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring V).

Istilah main dua kaki tampaknya memang hanya dikenal dalam bahasa Indonesia. Untuk istilah politik berbahasa asing (bahasa Inggris), perilaku “menyimpan harapan” di beberapa tempat itu tidak dikenal. Istilah main dua kaki pernah populer di kancah perpolitikan Tanah Air, merujuk pada taktik dan strategi seorang pemimpin partai. Istilah ini sempat ramai pada 2018. Lalu istilah politik tersebut muncul lagi dalam pemilihan presiden 2019, mengacu pada orang atau sekelompok orang yang berada di antara dua kubu persaingan kontestan pemilihan presiden. Bahasa Inggris lebih terus terang dengan menyebut istilah itu dengan two-faced atau bermuka dua.

Bahasa Indonesia juga cukup kaya akan kiasan yang menggunakan anggota tubuh. Dalam khazanah kebahasaan, anggota tubuh banyak dipakai untuk istilah, juga ungkapan, yang menggambarkan sifat, keadaan, dan situasi. Anda tentu pernah mendengar banting tulang, tulang punggung, gelap mata, ringan tangan, kaki tangan, panjang tangan, besar kepala, dan tangan dingin, untuk menyebut beberapa.

Mari kita tengok lema dalam KBBI V yang telah mencatat ungkapan dengan anggota tubuh tersebut: mata keranjang, gelap mata, mata duitan, ringan tangan, mata hati, buah hati, mata telinga, kaki tangan, main mata, goyang lidah, cepat kaki, besar kepala, panjang tangan, tangan dingin, kepala dingin, tangan gatal, tangan panas, tangan besi, rentan hati, kepala batu, tawar hati, tangan terbuka, hati terbuka, hati terlonjak, keras hati, muka dua, tinggi hati, besar mulut, mulut busuk, tajam telinga, mulut bocor, mulut gatal, tangan naik, tangan turun, tangan panas, tangan besi, mulut pedas, keras kepala, panjang tangan, dan ringan kepala. Dalam bahasa daerah, saya yakin ungkapan itu akan makin beragam.

Mari kita bandingkan dengan cara bahasa Inggris menggunakan anggota tubuh untuk ungkapan (sumber Merriam-Webster Dictionary): ada mouthwatering (adj., makanan yang membuat liur menetes karena kelihatan enak dan menggugah selera dari segi penataannya di piring), jaw-dropping (adj., secara harfiah berarti sesuatu yang membuat dagu turun, tapi berarti sesuatu yang membuat tercengang atau terpukau), eye-rolling (tindakan atau isyarat mengarahkan mata ke atas sebagai ekspresi kesal, jengkel, tidak percaya, dll.), sweet tooth (nomina, penggemar makanan manis), lazybones (nomina, pemalas), knee-jerk (adj., perilaku mudah diprediksi), eye-catching (adj., sesuatu yang mudah menarik perhatian), dan bigmouth (nomina, orang yang banyak bicara, pandai membual).

Lalu lip service (nomina, pengakuan advokasi, kepatuhan, atau kesetiaan diungkapkan dalam kata-kata tapi tidak didukung oleh), badmouth (verba, mengkritik dengan kejam), egghead (nomina, orang yang sangat cerdas), face-off (nomina, konfrontasi), tongue twister (nomina, kata, frasa, atau kalimat yang sulit diartikulasikan karena rangkaian bunyi konsonan yang serupa, contoh dalam bahasa Inggris: twin-screw steel cruiser), face-saver (nomina, sesuatu yang menyelamatkan muka), dan nail­-biter (nomina, sesuatu yang menimbulkan ketegangan).

Dari arti ungkapan bahasa Inggris tersebut, kita dapat menyimpulkan benarlah konsep dan makna ungkapan-ungkapan itu selalu kembali kepada budaya yang tempat bahasanya lahir. Ada yang lugas, ada pula yang membuat dahi berkerut. Satu hal yang jelas, bahasa memang merupakan kombinasi seni dan insting yang paling unik dari spesies kita sekaligus cara tak terbatas untuk menyampaikan pesan, persis seperti yang dikatakan N.J. Enfield dalam bukunya, Language vs. Reality: Why Language is Good for Lawyers and Bad for Scientists (MIT Press, 2022).

Berbicara perihal main dua kaki, saya teringat pada cerita Abu Nawas yang bimbang memilih kenduri mana yang akan ia datangi dan akhirnya ia tidak kebagian makanan di dua kenduri itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Darmawati M.R.

Darmawati M.R.

Peneliti pada Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas BRIN
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus