Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Kondisi Felisitas

Sebagai subteori yang bersifat terapan, kondisi felisitas sangat membantu linguis forensik dalam bekerja.

1 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESTI diakui bahwa masih banyak istilah teknis bidang keilmuan yang belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Kalaupun ada pakar yang telah berusaha memadankannya, adakalanya padanan tersebut tumpang-tindih dari satu pakar ke pakar lain. Akibatnya, satu istilah dari bahasa asing bisa bervariasi padanannya dalam bahasa Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di bidang linguistik, salah satu contohnya adalah felicity conditions. Berdasarkan catatan saya, sekurang-kurangnya ada delapan variasi padanan felicity conditions, yaitu kondisi kebahagiaan, kondisi kesahihan, kondisi kepatuhan, kondisi kepatutan, syarat-syarat kebahagiaan, syarat-syarat kesahihan, syarat-syarat validitas, dan validitas tuturan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada padanan berupa terjemahan harfiah, ada pula terjemahan separuh harfiah separuh konseptual. Lantas, untuk kita-kita ini, yang mungkin cuma bisa “meminjam”, mau menggunakan padanan yang mana? Padanan mana yang paling representatif mengemban roh felicity conditions? Bagaimana awam ilmu pragmatik bisa memahami syarat-syarat kebahagiaan, misalnya, sementara frasa itu tidak memancarkan konsep yang spesifik dan bernuansa teknis-linguistis? Konsep belum tentu bisa terangkut seutuhnya apabila cara pemadanan yang digunakan adalah penerjemahan kata per kata belaka.

Berdasarkan delapan variasi padanan tersebut, bentuk yang paling mendekati secara konseptual adalah validitas tuturan. Namun rasa-rasanya masih kurang spesifik, tetap saja ada komponen makna yang tertinggal. Validitas tuturan bisa pula mencakup persoalan kebenaran dan ketidakbenaran informasi yang tersaji dalam suatu tuturan—untuk yang ini kita membutuhkan subteori lain: pra-anggapan (presupposition). Padahal obyek yang hendak divalidasi menggunakan felicity conditions adalah tindakan yang direpresentasikan melalui sebuah tuturan.

Saya pribadi, dalam sejumlah tulisan, lebih mantap mengadaptasikannya menjadi kondisi felisitas. Bagi saya, frasa tersebut paling representatif dibanding padanan yang lebih dulu ada. Jelas terasa maknanya yang spesifik dan konstruksinya tidak akan lazim dipakai dalam tulisan di luar bidang linguistik.

Dalam praktiknya, ketika pertama kali ditampilkan dalam sebuah tulisan, kondisi felisitas tetap saya sandingkan dengan sebutan dalam bahasa sumber, yang tentu diapit tanda kurung dan dimiringkan: “...kondisi felisitas (felicity conditions)...”. Penyandingan semacam itu bukan semata-mata untuk bergenit-genit agar berkesan ilmiah.

Bagaimanapun kondisi felisitas tetaplah produk adaptasi. Ia tidak serta-merta mampu mengisi posisi yang ditempati felicity conditions. Penyandingan serupa itu merupakan cara untuk meminimalkan ambiguitas dan kesalahpahaman. Dalam tulisan yang tidak memungkinkan penyertaan daftar referensi, penulisan istilah dalam bahasa sumber bertujuan agar awam ilmu pragmatik, yang punya kemampuan dan kemauan untuk menelusuri informasi yang diterimanya, bisa mencari dan langsung sampai pada rujukan babon. Katakanlah seumpama kata kunci untuk pencarian awal di Internet.

Kondisi felisitas merupakan subteori dari teori tindak tutur yang digagas oleh John Langshaw Austin lewat karya monumentalnya, How to Do Things with Words (1962). Subteori ini merupakan peranti untuk menguji linieritas antara lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Sekalipun titik pijaknya adalah satuan bahasa, dalam penganalisisan menggunakan kondisi felisitas, linguis sangat bergantung pada berbagai konteks, termasuk konteks-konteks nonbahasa, seperti identitas sosial penutur dan relasi sosial antar-peserta tutur.

Pada gilirannya, John Rogers Searle (1969) mengembangkan, memperjelas, dan mempertajam jurang pemisah antarkategori kondisi felisitas lewat pengklasifikasian, yang dalam penjabaran Austin masih samar-samar. Selain itu, Searle memperluas perspektif subyek dengan memposisikannya di tengah penutur dan mitra tutur—tidak sekadar menyorot penutur sebagaimana formulasi Austin. Dampaknya, muncullah sejumlah istilah teknis turunannya, yaitu propositional content, preparatory conditions, sincerity conditions, dan essential conditions. Bagaimana kita bisa taat menggunakan satu bentuk padanan sementara para linguis punya beragam padanan atasnya?

Sebagai subteori yang bersifat terapan, kondisi felisitas sangat membantu linguis forensik dalam bekerja, khususnya berkaitan dengan kejahatan berbahasa, seperti pelecehan seksual, ujaran kebencian, pencemaran nama, penghinaan, dan penistaan agama. Bahkan, dalam penelitian yang pernah saya lakukan, kondisi felisitas dapat diandalkan untuk mengukur kesungguhan maksud sekelompok orang yang diduga hendak melakukan makar.

Namun, patut disayangkan, porsi kondisi felisitas dalam sebagian besar buku pragmatik yang ditulis oleh linguis Indonesia kurang komprehensif. Boleh jadi, berdasarkan publikasi yang saya temukan, itulah penyebab masih sedikit sekali mahasiswa kita yang menggunakan subteori ini.

Teori tindak tutur sendiri memang banyak digunakan, kelewat banyak malah, tapi hanya sampai di situ, hanya sebatas kemampuan mengklasifikasikan jenis-jenis tuturan. Padahal teori tindak tutur dapat “berguna sebagaimana mestinya”, ya, karena subteori kondisi felisitas ini.

Merancang padanan atas istilah teknis bidang keilmuan tertentu, seperti felicity conditions dalam bidang linguistik, bukanlah pekerjaan sederhana. Selain memerlukan semangat nasionalisme mengindonesiakan segala yang asing, memadankan istilah teknis perlu kejituan dalam membidik makna konseptual, dan semestinya bermula dari keseiasekataan para pakar di bidang yang bersangkutan dalam menentukan bentuk bakunya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ahmad Hamidi

Ahmad Hamidi

Alumnus Ilmu Linguistik Universitas Indonesia

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus