Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Alek K. Kurniawan
Head of Advocacy ECONACT Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa pemerintah berencana membuat lembaga khusus penghimpun dana kopi. Alasannya, potensi perkebunan kopi Indonesia begitu besar, tapi produksinya masih kurang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut data Kementerian, untuk kopi robusta saja, petani hanya sanggup memproduksi 0,53 ton kopi per hektare. Padahal potensinya bisa mencapai dua ton tiap hektare. Untuk kopi arabika, produksinya baru mencapai 0,55 ton per hektare, sedangkan potensi maksimal mencapai lima ton per hektare. Maka dibutuhkan keseriusan dalam penelitian dan pengembangan produktivitas kopi Indonesia.
Ada baiknya kita menengok Vietnam. Saat ini Vietnam adalah produsen kopi raksasa regional. Menurut data Organisasi Kopi Internasional, negeri itu menduduki posisi kedua dunia dalam menghasilkan kopi, dua tingkat di atas Indonesia, yang berada di posisi keempat. Produksi kopinya lebih dari dua kali lipat kopi Indonesia.
Ketika Perang Vietnam berakhir pada 1975, perekonomian Vietnam sempat lesu dan kebijakan ekonomi yang disalin dari Uni Soviet tidak cukup membantu. Pada 1986, pemerintahan komunis Vietnam melakukan manuver Doi Moi dengan kebijakan "ekonomi pasar berorientasi sosialis" dan pada saat yang sama mengembangkan produk kopi.
Sejumlah perusahaan kopi terkemuka berkolaborasi dengan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan petani untuk menggantikan pohon-pohon kopi yang menua serta memberikan layanan peremajaan dan pembiayaan.
Lembaga swadaya masyarakat Filanthrope turun tangan. Mereka ahli mengenai kopi dan memberikan dukungan langsung kepada petani. Mereka juga mempromosikan model perdagangan yang memungkinkan kelompok tani mendapatkan akses ke nilai eceran untuk tanaman mereka. Hal ini memberdayakan petani untuk meningkatkan standar hidup dan menyeimbangkan aspek ekologis dan sosial-ekonomis sebagai praktik pertanian yang sehat.
Produksi kopi kemudian tumbuh sebesar 20-30 persen setiap tahun pada 1990-an. Industri ini sekarang mempekerjakan sekitar 2,6 juta orang.
Pada 2010, Kerangka Kerja Visi Baru untuk Pertanian (NVA) dibuat di bawah arahan Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Strategi 10 tahun ini bertujuan untuk memajukan produktivitas, kualitas, dan daya saing pertanian skala besar yang berkesinambungan untuk mencapai ketahanan pangan nasional dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kerangka kerja NVA dimasukkan ke strategi pertanian nasional pada November 2011. Kelompok kerja kopi adalah salah satu inisiatif pertama dari Kemitraan untuk Pertanian Berkelanjutan. Hasilnya, pada musim 2014-2015, hasil panen dan pendapatan bersih petani Vietnam meningkat masing-masing 21 persen dan 14 persen.
Upaya ini telah mengubah drastis ekonomi Vietnam. Pada 1994, sekitar 60 persen orang Vietnam hidup di bawah garis kemiskinan, tapi sekarang angkanya kurang dari 10 persen.
Potensi kopi Indonesia sebenarnya cukup besar dan alamnya tidak berbeda jauh dengan Vietnam. Saya sempat mampir ke Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, untuk meneliti kelompok-kelompok kecil petani kopi yang mulai bergeliat, terutama karena sejak berhasilnya branding kopi dari daerah ini di beberapa kontes kopi internasional.
Namun tidak mudah bagi petani-petani di sana untuk serta-merta beralih menanam kopi, meski harganya lebih tinggi daripada sayur-sayuran yang biasa mereka tanam. Kopi adalah tumbuhan tua, yang jauh berbeda dengan sayur sebagai tumbuhan muda. Bila menanam sayur, tidak sampai dua bulan mereka telah panen. Kopi butuh 3-4 tahun sebelum tunas kopi menjadi pohon yang berbuah. Selama itu, "Kami makan apa?" kata mereka.
Saya bersepakat dengan rencana pembentukan Badan Pengelola Dana Kopi yang nanti akan berperan dalam pengembangan usaha perkebunan kopi yang berkelanjutan. Kopi telah dimasukkan sebagai komoditas perkebunan strategis, tapi riset dan pengembangannya sangat lambat. Bahkan, total produksi kopi Indonesia dalam tiga tahun belakangan malah turun.
Untuk membuat harga kopi Indonesia tetap kompetitif di pasar internasional, pemerintah sebaiknya menjalin kerja sama perdagangan dengan negara tujuan ekspor utama, seperti Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership, yang sudah dilakukan terhadap pasar Amerika Selatan.