Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KITA mengenal kata anjir dalam bahasa gaul masa kini yang kuat diduga berasal dari kata anjing dan berfungsi sebagai umpatan atau ungkapan keterkejutan. Namun penggunaan kata anjir punya sejarah panjang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Orang mungkin menyangka bahwa anjir sebagai umpatan baru dikenal belakangan ini. Faktanya, umpatan ini telah dimuat di Kamus Lengkap Indonesia-Inggris yang disusun Alan M. Stevens dan A. Ed. Schmidgall-Tellings yang diterbitkan Ohio University Press pada 2010. Dalam kamus itu terdapat tiga lema anjir. Salah satunya adalah (vulg exclamation from anjing) damn it, shit!.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lema anjir juga tercantum dalam Kamus Bahasa Indonesia (1954) susunan W.J.S. Poerwadarminta, tapi menghilang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) terbitan Pusat Bahasa—kini bernama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa atau Badan Bahasa. Anjir muncul kembali dalam kamus Pusat Bahasa edisi berikutnya, tapi memiliki arti yang berbeda dengan arti dari kamus Poerwadarminta.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring terdapat tiga arti anjir: (a) terusan, saluran (air), kanal; (b) tin; dan (c) penanda letak jebakan rajungan, biasanya berupa sebatang kayu atau balok yang diberi warna mencolok. Pada arti pertama tidak disebutkan anjir berasal dari bahasa apa, sedangkan pada arti kedua dan ketiga disebut masing-masing berasal dari bahasa Parsi dan Jawa.
Makna pertama itu relatif baru dan tidak ditemukan dalam kamus bahasa Indonesia (Melayu) lama ataupun kamus Poerwadarminta. Barulah dalam KBBI daring III (2012) tercantum lema anjir dengan arti terusan, saluran, kanal. Kata ini tampaknya bukan berasal dari bahasa Melayu. Selain tidak ditemukan dalam kamus bahasa Melayu-Belanda dan bahasa Melayu-Inggris lama, lema anjir semacam ini tidak ditemukan dalam kamus bahasa Melayu Malaysia daring sekarang.
Titik terang asal kata anjir sebagai saluran terlihat dalam kamus Stevens dan Schmidgall-Tellings (2010), yang mencantumkan makna anjir sebagai (in Kalimantan) primary canal in irrigation system. Artikel Heri Susanto dkk. dalam Jurnal Sejarah dan Budaya Universitas Negeri Malang pada 2021 menerangkan bahwa anjir merupakan istilah masyarakat Kalimantan, khususnya Banjar, untuk menyebut saluran primer yang menghubungkan antarsungai untuk kepentingan transportasi dan pertanian. Di wilayah Kalimantan sejak masa kolonial terdapat beberapa anjir, seperti Anjir Serapat, Anjir Kalampan, Anjir Tamban, dan Anjir Basarang.
Makna anjir sebagai tin merupakan yang paling tua. Ia dijumpai dalam kamus bahasa Melayu-Belanda susunan J. Pijnappel (1863 dan 1875) dan H.C. Klinkert (1902). Dalam kedua kamus tersebut anjir disebut berasal dari bahasa Parsi yang bermakna vijg atau ara. Dalam kamus Poerwadarminta, anjir disebut berasal dari bahasa Arab yang berarti pohon bernama Latin Ficus carica. Sebelum keempat kamus itu, anjir sebagai pohon tin disebutkan dalam sebuah majalah pada 1854 yang berisi daftar pohon dan tumbuhan di Karesidenan Riau, Pantai Timur Sumatera, dan daerah sekitarnya.
Pada 1906, terbit kamus bahasa Melayu-Belanda yang disusun L. Th. Mayer. Dalam kamus ini, selain berarti tin, anjir disebut berasal dari bahasa Jawa yang berarti tanda, tongkat kecil, dan lain-lain yang digunakan misalnya untuk menunjukkan batas atau arah jalan. Kamus ini merupakan satu-satunya kamus bahasa Melayu yang memuat lema anjir yang berasal dari bahasa Jawa yang bisa dilacak.
Dalam kamus bahasa Jawa, lema anjir sering dicantumkan, seperti dalam kamus bahasa Jawa-Belanda susunan G.J. Grashuis (1898) dan Th. Pigeaud (1938) serta kamus bahasa Indonesia-Jawa dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1993). Dalam ketiga kamus ini, anjir memiliki arti yang kurang-lebih sama, yaitu pancang, patok, atau tiang sebagai tanda.
Semua ini menunjukkan bahwa makna anjir sebenarnya beragam dan bersumber dari berbagai bahasa. Maknanya sebagai umpatan baru diadopsi dari bahasa pergaulan remaja di abad ke-21.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo